Akselerasi Pendidikan Berkualitas, UIA FISIPOL UGM Inisiasi Mata Kuliah Forest Carbon Literacy 2025

Yogyakarta, 27 Oktober 2025—Unit Inovasi Akademik (UIA) FISIPOL UGM meluncurkan mata kuliah “Forest Carbon Literacy 2025” (FCL 2025) dalam platform FOCUS. Acara peluncuran mata kuliah tersebut mengundang tiga narasumber sekaligus penulis modul FCL 2025, yaitu Wahyu Yun Santoso (Dosen Fakultas Hukum UGM), Budi Mulyana (Dosen Fakultas Kehutanan UGM), serta Sarah Wibisono (Sustainability Consultant). 

Pada tahun ini, mata kuliah tersebut dirancang berfokus terkait manajemen hutan di level internasional dengan menekankan pada komparasi lintas wilayah untuk memahami best practices dan failures management hutan di kawasan lain. Dalam penyusunan silabus mata kuliah, FISIPOL melalui UIA berkolaborasi bersama Fakultas Kehutanan UGM, Fakultas Hukum UGM, Chakra Giri Energi Indonesia, dan Oxfam. 

Dalam perspektif tata kelola, secara garis besar, menyinggung mengenai bagaimana manajemen forest carbon. Mata kuliah ini mengenalkan konsep multi level governance, yakni sistem koordinasi yang melibatkan semua sektor-sektor yang ada secara luas, mulai dari global, pemerintah nasional, pemerintah lokal, LSM, pihak swasta, komunitas, hingga masyarakat lokal. Relasi multi level governance ini dapat terjadi secara vertikal, horizontal, dan partisipatif. 

“Masyarakat lokal sebagai perannya dalam eksekusi dalam proyek karbon hutan ini harus mendapatkan manfaat (juga) secara ekonomi dari proyek karbon hutan ini,” terang Sarah. 

Dalam perspektif hukum, mata kuliah ini menyoroti aspek kerangka hukum perubahan iklim dan isu strategis politik global. Pada konteks hukum  setidaknya terdapat dua tahapan, yaitu penandatanganan dan ratifikasi. Sehingga untuk masuk dalam hukum nasional, terdapat proses ratifikasi untuk menghindari adanya dualisme antara hukum nasional dan internasional. 

“Saya pikir perlu (menyoroti aspek hukum) karena bagaimanapun forest carbon itu tidak terlepas dari bagaimana kronik, (melainkan juga) polemik perjalanan mengenai rezim perubahan iklim,” tutur Wahyu. 

Lebih lanjut, mata kuliah ini juga menyinggung kontektualisasi praktik, tantangan, serta  peluang perdagangan karbon di Indonesia. Pada bab ini menyinggung kerangka MRV (Measuring, Reporting, and Verification) guna melaporkan data hasil emisi karbon yang berhasil ditekan. Adapun pehitungan karbon ini masih perlu memperhatikan karakteristik masing-masing pohon sehingga tidak ada satu metode yang cocok digunakan untuk semua. Terlebih yang perlu menjadi perhatian dalam MRV proyek karbon hutan, perhitungan karbon juga harus memperhatikan indeks berat atau biomassa, mengingat terdapat unsur berat basah dan berat kering. “..kan yang kita cari itu C-nya, bukan H-nya. Jadi H₂O-nya itu harus dikeluarkan dulu dari pohon tersebut,” ungkap Budi. 

Selengkapnya, mata kuliah ini dapat diakses oleh publik melalui platform FOCUS UGM yang dilengkapi dan menyediakan sertifikat bagi pengguna terdaftar. Kelas dapat diakses melalui tautan berikut.