Mandeknya prestasi sepak bola Indonesia hari-hari ini oleh beberapa pihak ditengarai merupakan kegagalan PSSI menjalankan tugasnya. Mulai dari adanya dualisme liga hingga dualisme kepemimpinan dalam tubuh PSSI sendiri adalah contoh terbaik bagi para pendukung argumen di atas. Kegagalan dalam melakukan pembinaan pemain, pelatih hingga official dinilai sebagai faktor utama dalam mandeknya prestasi sepakbola kita. Selain ribut-ribut soal elit di tubuh PSSI sendiri, pengelolaan tim-tim di Indonesia yang masih semrawut juga menjadi salah satu alasan sepakbola tak juga mencapai level yang membanggakan.
Tanggal 20 Mei lalu kita memperingati hari Kebangkitan Nasional. Tepat pada tanggal itu, 107 tahun sebelumnya, berdiri organisasi bernama Boedi Oetomo. Berdirinya Boedi Oetomo, yang juga menurut beberapa sejarahwan merupakan organisasi pertama di Indonesia, dijadikan sebagai titik tolak bangkitnya rasa nasionalisme di Nusantara. Sayangnya, hari-hari ini ‘heroisme’ kebangkitan nasional tak lagi mulai tampak. Sisi seremonial tiap tanggal 20 Mei lebih banyak dirasakan daripada segi substansial.
Pendapat tersebut muncul dalam sebuah acara bertajuk Youthnesia: Care to Act Dare to Change pada Rabu (27/5) siang. Acara yang diselenggarakan di Taman Sansiro Fisipol ini mendatangkan tiga narasumber (penanggap) yakni, Dr. Najib Azca, MA, (Wakil Dekan Bidang Kerjasama, Alumni dan Penelitian), Sabrang Mowo Damar Panuluh (Noe Letto), dan Adhitya Herwin (Mantan Ketua BEM KM UGM 2014).
Korps Mahasiswa Politik dan Pemerintahan (KOMAP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada kembali akan mengadakan Politico Cup, sebuah turnamen futsal antarmahasiswa se-DIY dan Jateng. Pada tahun 2015 Politico Cup diselenggarakan sebagai bentuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke 107 dengan tema ‘Peran Pemuda dan Olahraga dalam Membangkitkan Jiwa Patriotisme’.
Jika tahun sebelumnya Politico Cup berskala DIY saja namun pada tahun ini Politico Cup melebarkan levelnya menjadi DIY dan Jawa Tengah. Kegiatan Politico Cup dilaksanakan pada Sabtu (30/5) hingga Minggu (31/5) mulai pukul 08:00 di GOR Klebengan , Sleman , Yogyakarta.
Bank Indonesia memberikan kesempatan beasiswa kepada 40 orang mahasiswa UGM. Adapun persyaratan adalah sebagai berikut :
Setelah kemarin berhasil mengadakan diskusi dengan tema “Jogja Sold Out (?)” kali ini SOREC UGM kembali mengadakan diskusi dengan topik yang hampir mirip. Dikatakan mirip lantaran tetap mengacu pada dua variabel yang terus dicari hubungan tarik-menariknya. Keduanya yakni antara pembangunan dengan permasalahan ekologi yang mungkin timbul akibat dari sebuah pembangunan yang terjadi.
Diskusi yang diselenggarakan pada Kamis (21/5) pagi ini mengambil judul “Menebus Ongkos Pembangunan: Gelombang Resistensi Menentang Bencana Ekologi”. Diskusi yang diselenggarakan di Hall Selasar Barat Fisipol ini menghadirkan dua dosen UGM dari Fisipol dan Fakultas Teknik serta dua mahasiswa sebagai narasumber. Adalah Didit Hadi Barianto, M.Si., D.Eng, merupakah dosen Teknik Geologi dan AB WIdiyanta, MA merupakan dosen Sosiologi. Di sisi mahasiswa diskusi mengundang dua mahasiswa yang juga aktif terutama dalam membantu mengurangi permasalahan lingkungan. Keduanya yakni, Karolina Yemima (DIvisi Pengabdian Masyarakat, KMS) dan Abdullah Faqih (Pemenang dari Youth4Asia Solution Search di Korea Selata).
Dalam relasi bertetangga, proses saling kenal dan memahami menjadi hal yang mutlak. Dalam hal ini proses saling kenal dan lebih jauh saling memahami menjadi faktor penentu bagaimana sebuah ‘hubungan’ itu terus berlanjut. Begitu juga halnya jika diterapkan dalam hubungan bilateral antara Indonesia dengan Australia sebagai sebagai sebuah bangsa yang bertetangga. Bukan saja karena letaknya yang saling berdekatan, tetapi karena punya ‘sejarah yang agak mirip’ hubungan mutual agaknya perlu terus dirajut demi kemaslahatan bersama. Oleh karena itu, sebagai tetangga, pertukaran nilai-nilai universal baik secara kultural dan sosial menjadi bagian penting dalam rangka saling kenal, memahami pun mengerti.
Selasa (19/5) siang, setelah diwisuda oleh Universitas Gadjah Mada, para wisudawan dan wisudawati dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) bertandang ke acara Pelepasan Wisuda Fakultas. Acara yang diselenggarakan di Hall Selasar Barat Fisipol ini selain mengundang mahasiswa yang telah diwisuda juga turut para wali/orang tua wisudawan/wisudawati. Dari pihak fakultas dan jurusan acara ini dihadiri oleh Dr. Nanang Pamuji Mugasejati (Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan), Drs. Suparjan, M.Si (Wakil Dekan Bidang Keuangan dan Sumberdaya) serta masing-masing ketua program studi sarjana di Fisipol.
Hipwee membuka kesempatan magang bagi mahasiswa semua jurusan untuk menjadi bagian dari Tim Redaksional periode Juni – Agustus 2015.
Frankfurt Zoological Society Indonesia (FZS Indonesia) adalah organisasi nirlaba yang bergerak di bidang konservasi satwa liar yaitu orangutan dan gajah. Kegiatannya berada di Lanskap Bukit Tigapuluh, Jambi. Saat ini FZS Indonesia melakukan program mitigasi Konflik Manusia – Gajah (KMG). Salah satu metode mitigasinya adalah menggunakan Early Warning System/Sistem Peringatan Dini yang ditujukan ke masyarakat (petani) agar bersiaga untuk menghalau gajah (yang dipantau dengan dipasang GPS Collar) agar tidak masuk kebun masyarakat tanpa menyakiti satwa tersebut.
Aksi koboi oleh anggota polisi berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP) yang berdinas di Direktorat Perawatan Tahanan dan Barang Bukti Polda DIY mendapat kecaman dari Jogja Police Watch (JPW). JPW menuntut pemecatan terhadap anggota polisi berinisial TI itu dan kaussnya dibawa ke ranah hukum.
Kabiro Humas JPW, Baharuddin Kumba mengutarakan, pihaknya mengecam adanya oknum polisi yang dinilai arogan dan bersikap seperti koboi, setelah menembaki pengendara yang lewat di depan rumahnya, di Puluhdadi, Seturan, Caturtunggal, Depok, Sleman. Ulah oknum polisi tersebut jelas sudah meresahkan warga sekitar dan bukan kali pertama dilakukan,” ujarnya, Minggu (17/5).