Yogyakarta, 2 Oktober 2020—Dalam rangka pekan pembuka kuliah Magister Ilmu Hubungan Internasional, Program Studi S2 Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Institute of International Studies menyambut para mahasiswa barunya dengan menyelenggarakan kuliah umum bertajuk “Tinjauan Kritis Hubungan Internasional di Tengah Pandemi COVID-19”. Dengan menghadirkan empat pembicara dan satu pembicara kunci, kuliah umum ini secara garis besar membicarakan pentingnya ilmu hubungan internasional dalam merespons perubahan di tingkat global yang disebabkan oleh pandemi.
Yogyakarta, 1 Oktober 2020‒Gangguan mental bisa dialami siapa saja, tak terkecuali mahasiswa. Sadar akan perlunya dukungan dosen atas kesehatan mental mahasiswa, Career Development Centre (CDC) Fisipol, UGM, menggelar Workshop Kesehatan Mental mengenai “Peran Dosen dalam Mendukung Kesehatan Mental di Lingkungan Kampus Fisipol UGM”. Dosen Fakultas Psikologi UGM, Muhana Sofiati Utami, menjadi pemateri, sedangkan psikolog di CDC Fisipol UGM, Dina Wahida, menjadi moderator dalam acara yang diikuti oleh belasan staf pengajar Fisipol UGM ini.
Yogyakarta, 1 Oktober 2020—Tahun ini, Sociopreneur Muda Indonesia atau SOPREMA hadir kembali. SOPREMA adalah program tahunan tingkat nasional oleh Youth Studies Centre (YouSure) FISIPOL UGM yang melibatkan pemuda usia 16-30 tahun untuk turut berkontribusi dalam pemecahan masalah sosial melalui kewirausahaan sosial. Sesuai dengan tujuannya, SOPREMA membuka luas kesempatan dan mendorong pemuda di seluruh Indonesia untuk menciptakan model usaha dengan melihat masalah sosial sebagai peluang pemberdayaan masyarakat, sehingga wirausaha yang dilakukan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
Yogyakarta, 27 September 2020 – Keluarga Mahasiswa Manajemen dan Kebijakan Publik (GAMAPI) Fisipol UGM menyelenggarakan acara sharing session KKN online dengan tema “inovasi dari pengabdian, formalitas kampus dan semua cerita di baliknya”. Acara ini diselenggarakan secara daring via Instagram live dengan narasumber Muhammad Iqbal, mahasiswa MKP 2017. Sedangkan untuk pembawa acara dipandu oleh Amrih Mundi S, mahasiswa MKP 2019. Sharing session ini diselenggarakan dengan tujuan berbagi pengalaman yang sekaligus memberi pencerahan bagi mahasiswa lain mengenai mekanisme KKN online.
“Berbicara mengenai KKN maka membawa imajinasi kita pada kegiatan pengabdian di pedalaman. Namun, KKN tahun ini berbeda karena diselenggarakan dengan sistem daring. Oleh karena itu, mungkin hal pertama yang ingin kita ketahui adalah soal apa sih perbedaan antara KKN daring dan Offline?” tutur Amrih dalam memberikan intermezzo sebagai pemandu arah diskusi. Menanggapi pertanyaan tersebut, Iqbal menyampaikan beberapa poin perbedaan antara KKN online dan offline. Dua poin penting yang disampaikan oleh Iqbal adalah soal interaksi dengan masyarakat dan pemahaman atas desa. Dalam hal ini, KKN online menyebabkan keterbatasan pengamatan dan interaksi secara langsung kepada masyarakat, hal tersebut lantas bermuara terhadap tingkat pemahaman terhadap masyarakat yang minim. Sedangkan jika dilaksanakan secara offline, interaksi dan pengamatan dapat dilakukan secara langsung, sehingga memberikan pamahaman yang lebih menyeluruh mengenai masyarakat dan desa.
Pembahasan selanjutnya berbicara mengenai prosedur pelaksanaan KKN online. Dalam hal ini Iqbal mengungkapkan bahwa secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan prosedur dalam pelaksanaan KKN online. “secara prosedur administratif mayoritas sama, minggu pertama menyusun LRK, terus membuat survei atau observasi di desa untuk identifikasi masalah, selanjutnya memilih prioritas masalah yang harus segera diselesaikan. Setelah itu, diturunkan dalam bentuk program, dan memasuki tahap kegiatan pelaksanaan program. Dan untuk minggu terakhir Menyusun LPK, terkait program yang terlaksana dan yang tidak terlaksana, hanya saja dalam pelaksanaan kegiatan diselenggarakan secara daring” tutur Iqbal.
Selain memberikan cerita mengenai perbedaan KKN dan prosedurnya, Iqbal juga memberikan beberapa tips bagi mahasiswa yang akan melaksanakan KKN. Dalam penuturannya, Iqbal menyampaikan bahwa sebelum kita melaksanakan sesuatu kita perlu memahami mengapa kita harus atau tidak harus melaksanakannya. Hal ini tentu berbeda-beda bagi setiap orang, namun bagi Iqbal, KKN sendiri merupakan momentum untuk belajar dari masyarakat. Selanjutnya ia juga menyampaikan bahwa KKN juga merupakan persoalan pembelajaran dan pemberdayaan. Dalam hal ini, selain kita belajar dari masyarakat, ketika syukur-syukur kita memiliki ilmu yang dapat membantu sesama, maka KKN adalah waktunya bagi seorang mahasiswa mempraktikkan ilmunya. Dalam hal ini, privilidge seorang mahasiswa yang memperoleh ilmu harus dimanfaatkan untuk membantu komunitas lain. (/Mdn)
Yogyakarta, 26 September 2020—Divisi Kesenian dan dan Kebudayaan Keluarga Mahasiswa Sosiologi (KMS) UGM mengadakan webinar bertajuk “Seni dan Integrasi Masyarakat Selama Pandemi COVID-19”. Dimoderatori oleh Friessa Aurelia, webinar ini menghadirkan Jeannie Park, Direktur Eksekutif Yayasan Bagong Kussudiardja, dan Gregorius Ragil Wibawanto, M.A., Dosen Departemen Sosiologi dan Studio Batu.
Sebelum sesi pemaparan materi dari kedua pembicara, webinar diawali dengan pembukaan dari ketua acara dan foto bersama. Barulah setelah mengenalkan dan membacakan riwayat hidup pembicara secara singkat, moderator mempersilakan pembicara pertama, Jeannie Park, untuk memulai materinya. Sebagai permulaan, Jeannie menceritakan kondisi dunia seni khususnya di Padepokan Seni Bagong Kassudiardja, dari segi infrastruktur, sejarah, hingga komitmen dan program-progam, sebelum pandemi COVID-19 melanda.
Dengan adanya pandemi COVID-19, Jeannie menjelaskan bahwa agenda kegiatan seni dan keberlangsungan operasi di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja secara langsung terkena dampaknya. Untuk itu, Padepokan Seni Bagong Kussudiardja pun berusaha mengatasi masalah tersebut dengan melakukan alih wahana dan alih media Jagongan Wagen. Ternyata, program ini selain memberikan manfaat untuk Padepokan Seni Bagong Kussudiardja sendiri, juga memberikan dampak bagi masyarakat secara luas. Pada program ini, audiensnya pun tersebar di seluruh indonesia. “Peran seni dan seniman sangat diperlukan untuk mengantarkan kita agar terus terhubung satu sama lain sebagai masyarakat yang utuh. Mereka adalah pencerita hebat yang berkreasi, menerjemahkan dan menyuarakan pengaruh serta inspirasi perubahan,” ungkap Jeannie menutup pemaparan materinya.
Beberapa poin penjelasan dari Jeannie pun dibahas lebih lanjut oleh pembicara berikutnya, Gregorius Ragil Wibawanto, M.A, terutama terkait dengan konektivitas dalam dunia seni. Ragil bercerita, di masa pandemi ini, salah satu poin konektivitas yang paling terasa adalah diskonektivitas, bahkan dengan diri sendiri. Terkait hal ini, Ragil pun menceritakan pengalaman yang ia dan teman-teman di Studio Batu rasakan. Juga, Ragil membacakan kuratorial yang ia temukan terkait diskonektivitas, serta banyak berbagi pengalaman yang ia jalani dan nikmati dalam penyesuaian media seni pada masa pandemi ini.
Diskusi tidak berhenti sampai di situ. Usai pemaparan materi dari Ragil, Jeannie diberikan kesempatan untuk menanggapi apa yang sudah disampaikan oleh Ragil, barulah setelah itu acara dilanjutkan ke tanggapan dan sesi tanya jawab dari para peserta webinar. Para peserta menunjukkan antusiasme yang tinggi dengan memberikan beragam pertanyaan yang dijawab dengan detail dan rinci oleh kedua pembicara, yang kemudian diakhiri dengan simpulan dari moderator. Setelah memberikan sertifikat pada kedua pembicara secara virtual dan mengumumkan pemenang doorprize. Pada akhir acara, moderator mempersilakan kedua pembicara untuk menyampaikan pernyataan penutup sebelum akhirnya secara resmi menutup webinar pukul 15:05 WIB. (/hfz)
Yogyakarta, 26 September 2020—Keluarga Mahasiswa Manajemen dan Kebijakan Publik (Gamapi) Fisipol UGM kembali menyelenggarakan diskusi berjudul “Ngobrolin Policy Making” (NPM). Diskusi yang berlangsung melalui platform zoom meeting tersebut mengambil tema “Negotiating, Politics, and Why Communication Skills is Critical in Policy Making Process”. Dengan dimoderatori oleh Maysa Ameera, mahasiswi MKP 2019, diskusi NPM turut menghadirkan dua pembicara. Keduanya yaitu Hakenina Deafionola, Alumni MKP 2015 yang sekaligus menjabat sebagai Puteri Pendidikan DIY 2020, dan Vera Ismany, Media Relations Manager di Center for Indonesian Policy Studies (CIPS).
Deafionola atau yang akrab disapa Dea mengawali materinya dengan bercerita mengenai beberapa pengalaman dalam hal public speaking. Pada tahap awal, penting menurutnya untuk menguasai Oral Communication Skill, termasuk di dalamnya where, who, what, dan how. Dea menuturkan bahwa pentingnya menyadari dengan siapa dan dimana kita berbicara. Sehingga, ketika sudah bisa memahami dengan baik “where” dan “who” nya, maka “what” tentang pesannya akan mengikuti. “Yang awalnya 100%, maka yang keluar 60% nya akan mengikuti dan menyesuaikan,” imbuhnya.
Selain memahami lingkungan pembicaraan, Dea juga berbagi tips mengenai cara melatih skill komunikasi sehari-hari. Karena sebagian besar peserta diskusi adalah mahasiswa, maka Dea menyarankan pentingnya mengambil momentum untuk aktif di kelas. Seperti pengalamannya, Dea belajar banyak hal dengan memberanikan diri aktif di kelas maupun di berbagai diskusi dan organisasi. “Kalau organisasi butuh MC atau moderator, langsung ambil aja itu kesempatan emas,” lanjut Dea. Selain memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan kampus, Dea juga menyarankan pentingnya berlatih secara mandiri di depan cermin ataupun laptop sebagai tanda simulasi.
Merespon beberapa keluhan yang sering muncul terkait public speaking. Dea juga berbagi tips untuk mengatasi kondisi gugup atau grogi. Pertama, kita harus memahami karakteristik dari audiens atau pendengar kita. Kedua, persiapan materi yang cukup akan sangat membantu selama proses berbicara/presentasi. Meskipun tidak seutuhnya, akan tetapi persiapan materi akan membantu agar dapat berbicara secara terstruktur. Ketiga, learning by doing merupakan salah satu proses yang harus dilalui untuk mendapatkan pembelajaran secara bertahap. Keempat, fokus pada pesan yang akan disampaikan, bukan malah fokus pada kondisi gugup dan grogi yang dirasakan. “Kalau kita sendiri tidak yakin dengan pesan yang kita sampaikan, bagaimana orang bisa yakind engan pesan yang kita sampaikan,” imbuh Dea.
Senada dengan Dea, Vera Ismany, atau yang akrab disapa Vera tersebut menuturkan tentang pentingnya menguasai public speaking dalam komunikasi publik. Hal tersebut tentu tidak jauh dari apa yang sedang ia kerjakan di CIPS. CIPS sendiri merupakan lembaga riset/kajian yang secara rutin mengadvokasi perubahan kebijakan publik melalui rekomendasi kebijakan berbasis penelitian. Sehingga, penting sekali baginya menguasai komunikasi dalam kebijakan publik. “Komunikasi itu sebagai media penyampaian, supaya kebijakan bisa mencapai dampak yang diharapkan,” tutur Vera.
Dalam merekomendasikan kebijakan publik, penting menurutnya untuk mengtahui tujuan sebenarnya adanya kebijakan tersebut. Ketika tujuan tersebut sudah bisa dipahami secara jelas, maka pemilihan metode pendekatannya akan lebih mudah. Di CIPS sendiri, Vera menerangkan bahwa mengetahui karakteristik customers menjadi langkah awal dalam membuat rekomendasi kebijakan. “Harus tau siapa yang ditargetkan dan apa kebutuhan mereka,” lanjut Vera. Di sisi lain, tantangan-tantangan yang akan dihadapi customers ini perlu diproyeksikan untuk mengurangi resiko-resiko terburuknya.
Dalam mengkomunikasikan rekomendasi kebijakan, CIPS melakukan beberapa hal. Pertama, face to face meeting untuk membuat customers maping. Dari maping tersebut dapat diidentifikasi aktor-aktor mana saja yang terlibat dan sektor apa saja yang terkait. Kedua, penggunaan digital untuk mengetahui secara spesifik siapa customers dan kebiasaannya, agar dapat fokus pada relasi dan penyelesaian. Ketiga, merangkul media sebagai wadah untuk menyampaikan apa yang mau disampaikan. “Dari media itulah, policy maker dan rakyat bisa tahu segalasnya,” Imbuh Vera. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara media visit, press releases/statements, dan media gathering/briefing.
Meskipun wakatu diskusi yang terbatas, namun Dea dan Vera menyampaikan beberapa hal di akhir diskusi. Menurut Vera, ngomong adalah salah satu hal yang tidak boleh diragukan. “Asalkan temen-temen udah tau yang ada di kepala, nanti semuanya akan ngalir aja,” tegas Vera. Selain itu, Dea juga sedikit memberi pesan terkait komunikasi efektif. Berdasarkan penjelasannya, komunikasi efektif menjadi pola yang harus dibiasakan. Yaitu tidak boleh memiliki prasangka terhadap orang yang dijadikan lawan bicara. Sehingga, sebelum memulai sesuatu, segala sesuatunya harus didasari dengan menganalisa lingkungan saat kita berbicara. (/Ann)
Yogyakarta, 26 September 2020—Dalam rangka merayakan acara Dies Natalis Fisipol ke-65, Fisipol menyelenggarakan acara Anjangsana dan Wayang Potehi Virtual pada Sabtu (26/9) silam yang diikuti oleh civitas akademika Fisipol beserta Paguyuban Pensiunan Dosen dan Pegawai (PPDP) Fisipol melalui Zoom.
Acara Anjangsana yang merupakan momentum bersilaturahmi dengan para purnabakti Fisipol pun berlangsung secara hangat. “Kita perlu mengingat pengorbanan para senior yang telah menjadikan Fisipol jauh lebih baik dibanding beberapa dekade sejak Fisipol didirikan. Meskipun terhalang pandemi, alhamdulillah kita masih bisa saling menyapa meskipun terpisah jarak,” ujar Erwan Agus Purwanto selaku Dekan Fisipol UGM membuka acara.
Acara diawali dengan pemutaran video dari empat perwakilan tertua purnabakti Fisipol yakni Josef Riwu Kaho yang berumur 82 tahun, Ilien Halina yang berumur 74 tahun, Suwarman yang berumur 73 tahun, dan terakhir Sunarti yang berumur 72 tahun.
Josef Riwu Kaho yang merupakan staf pengajar purnabakti di Departemen Politik Pemerintahan pun berpesan dalam video agar mahasiswa Fisipol senatiasa disiplin dan memiliki kemauan yang tinggi dalam belajar. “Mau tidak mau, suka tidak suka, mahasiswa harus banyak peduli, bepikir, dan berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi,” tutur Josef.
Pesan untuk mahasiswa Fisipol juga disampaikan oleh Ilien Halina yang merupakan staf pengajar purnabakti di Departemen Ilmu Hubungan Internasional mengenai prinsip “Lamun keyeng tangtu pareng” yang diiartikan sebagai “Jika bersungguh-sungguh maka tujuan yang dicita-citakan akan tercapai”.
Selain penyampaian pesan melalui video, Perwakilan Paguyuban Pensiunan Dosen dan Pegawai (PPDP) Fisipol yang turut hadir pada Anjangsana Virtual tersebut juga saling bercengkrama dan saling mendoakan agar civitas akademika Fisipol senatiasa diberi kesehatan di tengah pandemi.
Setelah anjangsana usai, acara dilanjutkan oleh pemutaran Wayang Potehi secara virtual yang dipandu oleh Toni Harsono dan Widodo Santoso, Pegiat Wayang Potehi asal Jombang yang sekaligus menjadi dalang pada penampilan tersebut.
Pada penghujung acara, doorprize berupa e-wallet pun dibagikan kepada tiga puluh orang peserta yang beruntung. Meskipun perhelatan Dies Natalis tahun ini diselenggarakan secara daring, kemeriahan dan kehangatan acara anjangsana dan wayang potehi virtual pun tetap dirasakan oleh Civitas Akademika Fisipol. (/Afn)
Yogyakarta, 25 September 2020—Dalam rangka membahas isu-isu privasi dan data pribadi di internet, Kementerian Komunikasi dan Informasi, Facebook Indonesia. Pamflet, dan Kelas Muda Digital (Kemudi) bekerja sama dengan Korps Mahasiswa Komunikasi UGM (Komako) mengadakan Seminar “Saatnya #Kendalikan Privasimu: Yang Perlu Kita Tahu Soal Privasi dan Data Pribadi” seri Yogyakarta. Salah satu pusat kajian di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Center for Digital Society (CfDS), juga turut berpartisipasi dalam seminar ini dengan menghadirkan perwakilan Yuliana Khong sebagai pembicara.
Selain dari CfDS, seminar ini juga menghadirkan perwakilan dari berbagai stakeholder lain untuk memperkaya perspektif pembahasan, seperti pemerintah—diwakili oleh Tuaman Manurung dari Kemenkominfo, akademisi—diwakili oleh Novi Kurnia, Ph.D., selaku Dosen Ilmu Komunikasi UGM, platform media sosial—diwakili oleh Dessy Septiane dari Facebook Indonesia, dan organisasi masyarakat sipil—diwakili oleh Fietyata Yudha dari Pusat Studi Forensika Digital UII. Dengan Diva Diandra dari Komako sebagai pembaca acara dan Resa Temaputra dari Kemudi sebagai moderator, acara yang diadakan melalu platform Zoom Meeting ini dimulai pukul 15.00 WIB.
Beberapa hari sebelum penyelenggaraan acara, para penyelenggara pun juga mengadakan beberapa acara kecil yang sejalan dengan topik yang diangkat dalam seminar. Tidak hanya itu, Komako, Kemudi, dan Pamflet juga beberapa kali mengunggah infografis mengenai perlindungan data pribadi dan privasi di dunia digital guna meningkatkan kesadaran individu.
Meski begitu, ternyata pemerintah selaku pemangku kebijakan juga memiliki peranan yang sama pentingnya dengan kesadaran individual perihal perlindungan privasi dan data pribadi di ranah digital, baik dari segi edukasi maupun regulasi. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Tuaman Manurung, bahwa pemerintahh Indonesia melakukan empat upaya perlindungan data pribadi masyarakatnya, meliputi dukungan regulasi, pengawasan perlindungan data pribadi (PDP) di sektor kominfo, menyiapkan implementasi dan pengembangan ekosistem, dan edukasi literasi, serta peningkatan kesadaran terkait PDP.
Perihal regulasi perlindungan data pribadi di Indonesia, sebut Tuaman, hingga saat ini belum ada undang-undang yang secara komprehensif mengatur dan menjadi payung PDP di seluruh sektor—regulasi tersebut tersebar, berada terpisah di undang-undang tiap sektor. Oleh sebab itu, saat ini pemerintah tengah membuat peraturan yang lebih komprehensif dan kuat untuk perlindungan data pribadi di Indonesia. Isu tersebut dibenarkan oleh Novi Kurnia, Dosen Ilmu Komunikasi UGM. Selain membahas seputar regulasi perlindungan data pribadi di berbagai negara, Novi juga banyak memaparkan contoh, data, dan kasus terkait pelanggaran, kebocoran, serta kampanye perlindungan data pribadi.
Sebagai penyedia layanan digital, Facebook Indonesia yang diwakili oleh Dessy Septiane, juga melakukan upaya-upaya perlindungan data pribadi para penggunanya, mulai dari edukasi berupa kampanye di luar platform, hingga peningkatan kontrol, kebijakan, dan pengaturan platform. Agar lebih jelas, Dessy menampilkan bagaimana pengaturan privasi terbaru yang ditawarkan oleh Facebook, Instagram, serta Whatsapp.
Meski berbagai pihak sudak melakukan upaya perlindungan data pribadi, sayangnya masyarakat—dalam konteks ini khususnya mahasiswa—masih belum memiliki kesadaran tingkat tinggi terkait keamanan digitalnya. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh CfDS, dan dipaparkan oleh Yuliana Khong, kemampuan pembuatan konten dan pengetahuan tentang keamanan perangkat berada di skor terendah dari semua tingkat kompetensi digital. Hasil menunjukkan bahwa hanya 31,58% responden yang memeriksa fitur keamanan dan konfigurasi perangkat secara teratur. Yuliana pun menawarkan beberapa solusi universal yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak dalam meningkatkan kesedaran terkait keamanan digital, termasuk di dalamnya perlindungan data pribadi dan privasi.
Lebih rinci, Fietyata Yudha memaparkan beberapa tips yang dapat dilakukan oleh individu dalam meningkatkan keamanan digital masing-masing. Bisa dimulai dari memeriksa akun media sosial yang dimiliki, rutin memeriksa surel, lebih hati-hati dengan dokumen penting, menghindari menggunakan wifi gratis, menggunakan password yang lebih rumit, memerhatikan dan tidak mengizinkan akses cookies yang tidak penting, menggunakan two factor authentication, hingga menggunakan aplikasi pengaman tambahan seperti antivirus.
Penjelasan-penjelasan dari para pembicara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dari para peserta yang sebelumnya sudah disampaikan melalui kolom komentar dan QnA. Dengan terjawabnya pertanyaan-pertanyaan tersebut, para pembicara pun secara bergantian menyampaikan penyataan penutupnya sebelum akhirnya moderator menutup diskusi. Setelah dipandu oleh pembawa acara untuk foto bersama, seminar pun resmi diakhiri pukul 17:35 WIB. Bagi yang tidak sempat bergabung dengan seminar ini, dapat menonton tayangan ulanganya di kanal Youtube Pamflet Generasi. (/hfz)