Belajar Produksi Musik dari Rumah dalam Digital Discussion #28

Yogyakarta, 27 Juli 2020—Karantina yang dilakukan beberapa bulan terakhir mungkin membuat sebagian orang mencari kegiatan-kegiatan baru untuk mengisi waktu luangnya, termasuk belajar musik. Untuk memberikan gambaran tentang bagaimana cara asyik untuk memproduksi musik dari rumah dan mempublikasikan karya, Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM pun mengangkat topik tersebut dalam Digital Discussion-nya yang ke-28.

Dalam diskusi bertajuk “Cara Asyik Produksi Musik #DiRumahAja” ini, CfDS menghadirkan M. Ananda Alifiarry, mahasiswa tingkat akhir Fisipol UGM sekaligus musisi dan gitaris lepas. Saat ini, Nanda menjadi gitaris di band Honest Pineapple sambil terus menggeluti dunia audio production juga, khususnya record dan music producer, serta mixing engineer.

Setelah para peserta menceritakan bahwa mereka tertarik untuk melakukan cover lagu, Nanda menegaskan bahwa proses produksi lagu, termasuk cover, sangat bisa dilakukan dari rumah, asalkan ada niat. Penguasaan alat musik dan teknik bernyanyi juga merupakan aspek penting jika lagu yang ingin di-cover bukan lagu instrumental.

Pemahaman dasar terhadap audio engineering dan cara produksi musik secara general juga merupakan aspek penting, terutama cara penggunaan devices atau software untuk produksi musik. Nanda menambahkan, selain kemampuan diri, hal lain yang perlu dimiliki dalam produksi musik rumahan adalah perangkat, seperti komputer atau laptop, microphones, audio interfaces, speaker monitor atau headphone, midi controller, XLR cables, dan digital audio workstation software (DAW).

Sebenarnya, dalam eksekusi produksi musik, tidak ada teori pasti yang harus digunakan. “Hasil produksi itu bisa terdengar enak pun juga tergantung dari penulisan lagu dan aransemennya, bukan kualitas dan seberapa mahal alat yang kita punya,” tambah Nanda dalam penjelasannya. Untuk referensi penambah ide sebelum membuat karya juga dapat diperoleh di mana pun, mulai dari YouTube, artikel dari Google, atau bahkan eksperimen dan pengalaman personal.

Terkait proses pembuatannya, Nanda biasanya memulai produksi dengan membuat sketch awal, seperti take gitar dan bass terlebih dahulu untuk dijadikan guideline ketika menggarap lanjutannya—komposisi lagu secara keseluruhan. Setelah sketch jadi, Nanda baru bisa membayangkan dengan jelas komposisi lagu yang akan ia buat, mulai dari instrumentasi yang akan digunakan, layering, karakter, dan referensi lagu yang ingin dituju. Nah, komposisi ini lah yang akan membantu musisi untuk menyampaikan pesan yang dibawa melalui lagu tersebut.

Bayu, moderator dari Digital Discussion kali ini, meminta Nanda untuk menceritakan kendala yang ia hadapi dalam produksi musik di rumah dan cara mengatasinya, baik pra-produksi maupun saat produksi. Kendala pra-produksi semacam creative block, misalnya. Nanda menghadapi kendala tersebut dengan mencoba mendengarkan lagu yang setipe dengan lagu yang akan digarap dan mencatat segala inspirasi yang tiba-tiba muncul, barulah setelah itu ia masuk ke tahap produksi.

Sementara itu, hambatan saat produksi lebih banyak datang dari hal-hal penunjang kebutuhan produksi, seperti keterbatasan sumber daya instrumen, termasuk juga saat take vocal. Terkadang juga, sering terjadi kendala dengan kestabilan listrik rumah yang bisa menyebabkan munculnya noise dan hum dalam hasil audio. Nanda menjelaskan, cara mengatasi hambatan tersebut seringkali dengan meminjam alat atau instrumen dari teman yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan, atau mengakali dengan alat-alat yang dimiliki di rumah.

Untuk masalah publikasi, media yang tersedia ada banyak, mulai dari yang gratis hingga berbayar. YouTube, Soundcloud, dan Bandcamp adalah media gratis yang dapat digunakan untuk publikasi karya. Sementara itu, jika ingin publikasi ke digital music platform, tata cara publikasinya tidak semudah ke YouTube atau Soundcloud.

Penggunaan digital music platform sendiri oleh Nanda hanya dijadikan sebagai wadah untuk promosi, sebab kenyataannya pendapatan dari digital music platform itu tidak besar—justru sangat kecil. Jadi, sebenarnya hasil yang didapatkan dari publikasi di digital music platform tidak menutup biaya produksi. “Jadi, menurutku pribadi, itu hanya sebuah medium untuk para musisi dan band agar bisa lebih mudah menjangkau para pendengarnya dan meraih hasilnya dari panggung ke panggung,” ucap Nanda.

Nanda juga memberikan beberapa video contoh terkait materi yang ia sampaikan. Tidak lupa, Nanda juga memberikan beberapa referensi tambahan untuk belajar lebih lanjut.

“Bagiku, preferensi tiap orang kan beda-beda juga tastenya. Setiap musik juga punya segmentasi market yang berbeda-beda pastinya,” jawab Nanda menanggapi pertanyaan terakhir dari peserta diskusi. Menutup diskusi pukul 21:35 WIB, Nanda berharap Indonesia mempunyai karakternya musiknya sendiri. Sehingga, nantinya masyarakat dunia bisa mendeteksi bahwa suatu lagu adalah lagu Indonesia meski dilantunkan dalam bahasa Inggris. (/hfz)