Bincang Muda YouSure: Berbagai Penyebab dan Solusi Hubungan Tidak Sehat Ketika Pandemi

Yogyakarta, 27 Juni 2020— Bincang Muda Youth Studies Centre (YouSure) Fisipol UGM yang menghadirkan Isna Nur Fajria dari Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) UGM serta Ferdi Arifin dari IMAOS ID sebagai pembicara (26/06). IMAOS ID adalah sebuah media yang memberikan referensi terkait pengasuhan anak dan manajemen keuangan keluarga dengan sumber-sumber ilmiah, seperti buku atau jurnal. Kedua pembicara membahas hubungan keluarga di tengah pandemi, terutama bagi pasangan yang baru menikah.

Pandemi Covid-19 mengharuskan masyarakat melakukan pembatasan fisik dan menghabiskan waktu di rumah. Kecenderungan terlalu lama di rumah ini ternyata bisa berdampak bagi diri sendiri dan orang-orang di sekitar, terutama keluarga. Rasa bosan dan kondisi yang tidak nyaman selama berbulan-bulan bisa memicu konflik atau hubungan tidak sehat.

Isna, yang akan memasuki semester sembilan perkuliahan, telah melangsungkan pernikahan pada bulan Januari. Sebagai pasangan baru, Isna bersama suaminya mengaku bahwa Covid-19 ini berdampak bagi hubungan mereka. Selain dari segi ekonomi dan pekerjaan, keduanya juga pernah merasa bosan karena terus menerus bertemu orang yang sama dan tidak banyak berinteraksi dengan yang lain. Setelah dikomunikasikan, mereka kemudian saling memberi jarak. Mufid, sang suami, pergi ke masjid sementara Isna tetap di rumah selama beberapa jam. Isna mengaku hal ini cukup efektif untuk mengembalikan mood dari rasa bosan.

Berkaitan dengan hal tersebut, Ferdi selaku pembicara kedua menyebutkan bahwa rasa bosan dalam keluarga memang bisa berdampak buruk. Rasa bosan mudah menyulut emosi, terlebih di tengah situasi yang tidak nyaman, misalnya ketika pekerjaan sedang terganggu. Hal ini dapat berujung pada konflik atau hubungan yang tidak sehat dalam keluarga. Sehingga, menghargai jarak dan waktu untuk sendiri memang penting.

Selain itu, permasalahan lainnya adalah pembagian peran sebagai akibat kentalnya budaya patriarki di Indonesia. Suami yang tidak biasa mengerjakan pekerjaan domestik biasanya tidak langsung tergerak untuk membantu istri. Menurut Ferdi, istri bisa jadi lebih mudah tersinggung ketika melihat suami di rumah sepanjang hari tetapi tidak membantu melakukan pekerjaan rumah tangga.

Oleh karena itu, solusi utama permasalahan tersebut adalah meningkatkan kualitas komunikasi pasangan. Suami istri diharapkan saling terbuka, mengekspresikan diri dan memberi dukungan. Menurut Ferdi, tantangan utama pasangan muda atau pasangan baru adalah ego masing-masing. Ketika komunikasi berjalan lancar dan pasangan saling memahami bahwa keduanya menghadapi situasi yang sulit, maka hubungan bisa tetap terjaga dengan baik.

“Setiap keluarga memiliki resepnya sendiri agar bisa harmonis. Banyak pendekatan dalam mengelola keluarga, sehingga tidak bisa memaksakan satu cara untuk menyelesaikan masalah setiap keluarga,” kata Ferdi. Maka, pandemi ini justru bisa dimanfaatkan untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersama dan mengenal satu sama lain. Dengan memahami karakteristik pasangan lebih jauh, akan lebih mudah mencari solusi atas permasalahan yang terjadi.

Hal tersebut juga didukung oleh Isna dan suami. Isna mengaku keduanya bisa lebih mengenal satu sama lain melalui aktivitas yang dilakukan bersama selama pandemi, misalnya berdonasi, berbisnis, memasak, dan membuat konten Youtube. Isna dan suami juga merasa lebih mudah terbuka dan jujur terhadap perasaan masing-masing, misalnya ketika merasa lelah, membutuhkan bantuan, dan sebagainya. Mereka juga saling membantu untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Meskipun banyak menghabiskan waktu di rumah, membagi waktu me-time dan family-time tetap diperlukan. Proses komunikasi yang baik juga perlu ditingkatkan, mengingat keluarga bukan hanya tentang ego satu orang saja. Hal tersebut diharapkan mampu menghindarkan tekanan dan konflik keluarga sekaligus menghargai privasi satu sama lain. (/Raf)