Digitalk #40: Mengenal Perbedaan Startup dan Corporation Sebelum Apply Kerja

Yogyakarta, 12 Mei 2020 – Center for Digital Society atau CfDS Fisipol UGM menyelenggarakan program Digitalk #40 dengan berkolaborasi bersama CODEX pada Selasa (12/5). Tema yang diangkat pada kesempatan kali ini adalah “Digital Talent Preparation 101” yang dibawakan oleh Hiroko Amanda, Chief of Employer Branding dari CODEX powered by Telkom Indonesia. Melalui platform Zoom Meeting Room dan fitur siaran live Youtube, diskusi dimulai pukul 15.00 WIB dengan dimoderatori oleh Firya Qurratu’ain, Partnership Associate CfDS.

CODEX merupakan tim khusus yang dibentuk di bawah divisi Digital Services dari Telkom Indonesia yang bertugas me-manage Digital Talent Cycle. Dalam wewenangnya dari proses rekruitmen, CODEX membuka peluang bagi talenta-talenta yang ahli di bidang digital untuk bergabung di Telkom Indonesia. Menanggapi pandangan kaum muda yang banyak tertarik pada dunia kerja start-up, pembicara mencoba mengulik lebih dalam mengenai kesenangan dan challenge bekerja di start-up. Jika dibandingkan dengan corporation pada umumnya, bekerja di start-up memiliki fleksibilitas dalam waktu bekerja maupun tempat bekerja, selain itu kita juga dapat trial and error lebih leluasa, serta mengenakan fashion yang santai dan fleksibel.

Startup dan corporation merupakan dua hal yang bertentangan dan cukup penuh pertimbangan saat kita memilih dunia kerja. Startup adalah perusahaan yang biasanya berada pada tahap awal pengembangannya terbentuk dari 1-3 orang yang berfokus memanfaatkan permintaan pasar yang dirasakan dengan mengembangkan produk, layanan, atau platform. Sedangkan corporation merupakan perusahaan yang lebih besar, lebih stabil, dan menghasilkan laba yang memiliki dampak sosial dan ekonomi tertentu.

Hiroko menerangkan bahwa keduanya memiliki karakteristik yang sangat berbeda. Pada startup, kita mengambil risiko besar tetapi capaian juga tinggi, lebih dari sekedar pekerjaan karena kita harus bersaing setiap hari, bahkan diketahui hanya 20% startup yang berhasil, terbentuk tim kecil satu tim satu spot, organisasi yang flat, dan selalu harus berinovasi. Sedangkan di corporation lebih menekankan pada provit atas risiko, job regular berdasarkan role masing-masing, sebuah tim yang besar, mengerjakan sesuatu yang sama sesuai bidangnya, dan mengumpulkan dana yang sangat besar.

“Saran saya jangan pernah ikuti orang lain, mungkin orang lain bisa sukses di bidangnya dia, tapi belum tentu teman-teman akan sukses di bidangnya dia juga, kondisikan apa yang teman-teman cocok dan suka yang company berikan itu matches,” ungkap Hiroko.

Sebelum apply antara startup atau corporation, kita juga harus mengetahui culture dari masing-masing yang sesuai dengan kita. Kalau di startup kerjanya harus cepat karena perubahan juga cepat, harus adaptif terhadap segala sesuatu perubahan, harus lebih pro aktif, sering nanya, sering cari tau sendiri, harus percaya diri memberi ide/pendapat, serta harus ready dan sigap membantu tim yang lain. Di startup sering terjadi perubahan posisi krn change manajemen yang cepat, akan memiliki kesempatan untuk eksperimen, sangat terbuka untuk trial and error, dan biasanya tidak memiliki leader yg selalu ada, kita dituntut mandiri tanpa adanya supervisor. Berbeda ketika di corporation, kita akan punya manager yang selalu dekat dengan kita untuk ikut campur, tidak ada trial and error, dan expert fokus pada satu hal, waktu kerjanya sudah pasti, lebih mementingkan kompensasi daripada passion, gajinya jelas, tunjangan jelas, bahkan biasanya dapat bonus yang belum tentu didapatkan dari startup. ”Startup lebih memberikan afeksi dan lingkungan kerja yang nyaman untuk menggantikan hal-hal yg berbau materi,” ujar Hiroko.

Pada era teknologi 4.0, diprediksi bahwa 10 tahun ke depan banyak pekerjaan yang akan tergantikan dengan robot. Apabila kondisi tersebut terjadi, sebagai manusia kita akan berusaha beradaptasi dengan kondisi tersebut dengan cara mempelajari skill-skill yang robot tidak bisa lakukan. “Yang pertama unpredictable physical activities dimana mesin hanya bisa mengerjakan pekerjaan yang tetap dengan durasi waktu tertentu, sedangkan ada pekerjaaan yang gak bisa di-predict, contohnya developer, desaign yang butuh kreatifitas, butuh inovasi yang hanya otak manusia yang bisa melakukan. Kemudian interacting with stakeholders, robot kan gak bisa ngomong jadi pekerjaan yang membutuhkan skill komunikasi, sosial, dan emosional akan lebih bnyak dicari. Yang terakhire managing and developing people, pekerjaan yang berhubungan dengan leadership yang akan banyak dicari,” terang Hiroko.

Maka dari itu, softskill akan sangat dibutuhkan di dunia kerja daripada hardskill. Berdasarkan The World Economic Forum, softskill yang paling dicari oleh company di masa depan adalah complex problem solving, emotional intelligence, critical thinking, judgement and decision making, leadership, service orientation, ceativity, negotiation, people management, dan cognitive flexibility. Setelah pemaparan materi, diskusi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Diskusi berakhir pada pukul 17.00 WIB. (/Wfr)