Digitalk CfDS Ajak Sebar Konten Positif Mengenai Indonesia

Yogyakarta, 25 Oktober 2019—Dalam acara Digitalk Jumat kemarin, Center for Digital Society (CfDS) berusaha mengajak generasi milenial untuk mulai memproduksi dan menyebarkan konten positif mengenai Indonesia di media sosial.

Bertajuk “Building gen Z’ Optimism through Positive Content”, acara yang berlangsung di Auditorium Mandiri Fisipol UGM ini berhasil meraup ratusan peserta. Pembicaranya adalah sosok yang sudah banyak meraih penghargaan di bidang produksi konten media sosial sekaligus merupakan founder dari Good News from Indonesia (GNFI), Akhyari Hananto.

“Gimana kemudian kita bisa jadi netizen atau generasi milenial yang ikut menyebarkan hal positif dan cinta tanah air yang terkadang tidak bisa kita temui di kanal media lain,” kata Fedryno Geza selaku moderator. Akhyari bercerita asal mula ide mengenai GNFI berawal ketika dia hidup di Inggris pada tahun 2010 dan mendapati bahwa bahwa penduduk Inggris yang tidak banyak mengetahui tentang Indonesia.

“Kalau pun mereka tahu Indonesia, biasanya apa yang mereka tahu identik dengan hal negatif, entah itu tsunami atau warga Indonesia yang sering bertengkar. Nah dari sini, saya berusaha untuk membangun reputasi Indonesia baik di luar negeri mau pun dalam negeri karena di keduanya sama-sama negatif,” kata Akhyari. Menurut Akhyari, ruang publik informasi yang ditemui oleh generasi milenial sehari-hari ddominasi oleh hal-hal negatif yang tidak bermanfaat.

“Kebanyakan generasi milenial lebih paham keseharian artis dibanding urusan devisa atau turis di Indonesia,” kata Akhyari. Padahal, terdapat 165 juta anak muda di Indonesia yang seharusnya bisa menjadi potensi bagi Indonesia. Jumlah ini bahkan lebih banyak dari jumlah keseluruhan penduduk di negara tetangga seperti Malaysia, Singapore, dan Brunei Darussalam.

“Anak muda ini menjadi bibit majunya Jepang, Korea Selatan, dan China di awal-awal tahun kejayaan mereka,” kata Akhyari. Selain anak mudanya, Indonesia juga memiliki potensi sebagai digital power house. Akhyari mengatakan jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai 151 juta orang dan dinyatakan sangat aktif dalam penggunaannya.

Hal ini bisa menjadi sebuah potensi kekuataan ekonomi baru dengan jumlah startup unicorn di Indonesia saat ini ada 6 buah. Singapore hanya memiliki 3 unicorn, sedangkan Vietnam dan Filipina masing-masing 1 unicorn. Dunia digital yang berkembang pesat juga mendukung ekosistem ecommerce untuk berkembang dan meningkat.

“Dari tahun 2015 sampai 2025, omset ecommerce di Filipina, Thailand, Malaysia, Singapore, dan Vietnam akan naik sebesar 11 kali lipat. Sedangkan Indonesia akan naik sebesar 27 kali lipat,” jelas Akhyari. Akhyari mengatakan sektor digital mungkin akan menjadi lokomotif kemajuan Indonesia di masa depan.

Potensi selanjutnya yang dipaparkan oleh Akhyari adalah warga Indonesia sangatlah baik dan ramah. Indonesia sempat dinobatkan sebagai negara paling dermawan nomor 1 di dunia tahun 2018 dan menjadi negara paling dalam di Asia di tahun yang sama. “Pernah ada sebuah riset yang menanyakan apakah anak muda mau kerja sebagai relawan sosial tanpa dibayar dan Indonesia menjadi negara nomor 1 dengan anak muda terbanyak yang menyatakan bahwa mereka mau,” ucap Akhyari.

Menurut Akhyari, saat ini kita masuk pada The Asian Century atau abadnya Asia. Asia dianggap memiliki banyak pencapaian mulai dari bandara-bandara terbaik, maskapai-maskapai terbaik, elektronik, hingga para cendikiawannya. Bahkan 5 negara yang diramalkan akan menjadi ekonomi terbesar tahun 2030 didominasi oleh negara di Asia, yakni China, India, US, Jepang, dan Indonesia.

Tetapi sayangnya, semua keoptimisan untuk kemajuan Indonesia dapat terhambat karena banyak masyarakat yang masih pesimis. “Pada tahun 2010 saya mengadakan survey kepada 4000 orang di Yogyakarta tentang bagaimana memandang Indonesia di masa depan apakah pesimis atau optimis. Jawabannya 83% merasa pesimis Indonesia bisa menjadi negara maju dan mengejar ketertinggalan dengan negara maju lainnya,” kata Akhyari.

Kepesimisan ini, menurut Akhyari, merupakan sesuatu yang sangat membahayakan. Rasa pesimis ini dipicu karena masyarakat tidak mendapatkan berita mengenai hal-hal baik tentang Indonesia. Ruang publik informasi yang saat ini dikuasai media sosial didominasi oleh berita negatif, sehingga reputasi Indonesia baik di luar maupun dalam negeri sama-sama tidak baik.

Sekarang merupakan momentum untuk menyebarkan hal baik dan berdampak bagi khalayak luas. “Semakin banyak berita buruk yang kamu konsumsi maka pola pikirmu akan semakin negatif. Visi misi akan menjadi visi misi jangka pendek. Kamu akan tidak bekerja keras dan tidak berinovasi karena terlalu banyak menyerap hal negatif dan tidak bermanfaat,” kata Akhyari.

Akhyari mengajak generasi milenial untuk menciptakan konten yang positif dan bermanfaat di media sosial. Menurutnya, banyak sekali potensi yang bisa digali melalui media sosial. “Kita harus mulai melakukan sesuatu yang berbeda mulai dari sekarang karena bangsa ini membutuhkan kita,” kata Akhyari. (/hsn).