DigiTalk#38: Bersama-sama Mencegah Magis dan Menjaga Keamanan Data Pribadi di Era Digital

Yogyakarta, 12 Maret 2020 – Center for Digital Society (CfDS) UGM menggandeng Gojek, Komisi I DPR, dan Kementerian Kominfo RI dalam acara Digitalk#38 pada hari Kamis (12/03). DigiTalk kali ini membahas topik pencegahan manipulasi psikologis dan kejahatan-kejahatan di dunia digital lainnya yang bermunculan seiring maraknya layanan digital di Indonesia.

Adityo Hidayat selaku Adjunct Researcher CfDS menjelaskan bahwa manipulasi psikologis (Magis) adalah penipuan dengan teknik rekayasa sosial di era digital yang memanfaatkan sisi psikologis pengguna layanan. Kunci utama dari Magis sendiri adalah tercapainya kondisi emosional sehingga pengguna menjadi terdorong untuk melakukan sesuatu atau tertipu. Salah satu wujud Magis adalah pencurian data pribadi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Sebagai salah satu perusahaan layanan digital, Gojek mempertegas komitmen untuk menjaga keamanan seluruh mitra dan pengguna dari penipuan dan penyalahgunaan data pribadi melalui tiga pilar, yaitu edukasi, teknologi, dan proteksi. Pilar edukasi berupa penyelenggaraan acara dan seminar terkait literasi digital di beberapa kota. Pilar teknologi diwujudkan dalam fitur-fitur canggih yang ada di aplikasi, yaitu berupa number masking (nomor acak), intervention chat, tombol darurat yang terhubung dengan customer care, bagikan perjalanan, dan deteksi penipuan. Sementara itu, Gojek juga melakukan berbagai program dan jaminan asuransi sebagai wujud pilar proteksi.

Senior Manajer Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah Gojek, Ardhanti Nurwidya, juga menambahkan bahwa upaya Gojek tersebut tidak akan berhasil tanpa dukungan para pengguna. Pengguna diharapkan selalu waspada dan tidak membagikan One Time Password (OTP) kepada siapa pun di luar aplikasi Gojek.

Upaya meningkatkan keamanan data pribadi ini tentu juga memerlukan dukungan dari pemerintah. Menurut Meutiya Hafid, Ketua Komisi I DPR yang turut hadir dalam diskusi tersebut, saat ini pemerintah sedang mempersiapkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi untuk menjamin keamanan bagi masyarakat dalam memanfaatkan berbagai layanan digital.

Selain itu, aspek lain yang perlu ditingkatkan adalah literasi digital masyarakat. Seminar edukatif seperti Digitalk ini diharapkan dapat menambah kewaspadaan dan wawasan masyarakat dalam menggunakan layanan digital. “Teknologi berkembang sangat cepat, sehingga forum-forum seperti ini menjadi sangat penting. Teman-teman mahasiswa diharapkan mampu menjadi agen untuk menyebarluaskan pemahaman literasi digital kepada orang-orang di sekitar kita, misalnya keluarga”, kata Meutiya.

Slamet Santoso selaku Direktur Pemberdayaan Informatika Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kemkominfo RI juga menekankan kembali pentingnya literasi digital di tengah masyarakat Indonesia. Menurut data APJII tahun 2019, terdapat 171,17 juta penduduk di Indonesia aktif mengakses internet. Angka yang cukup tinggi ini perlu diimbangi dengan kemampuan untuk mengakses serta mengolah internet dan layanan digital dengan baik. Masyarakat dianjurkan untuk tidak menyebarkan informasi atau data pribadi, misalnya di media sosial. Perlu diingat bahwa segala aktivitas di dunia digital tidak akan bisa dihapus dan selalu meninggalkan jejak.

Upaya-upaya tersebut tentu tidak akan berhasil apabila hanya menjadi tanggung jawab satu pihak saja. Untuk itu, dibutuhkan kolaborasi dan kerja sama dari masyarakat, industri teknologi, akademisi, dan pemerintah untuk menciptakan ekosistem digital yang aman dan nyaman di Indonesia. (/Adn)