Digitalk#39 Session 2 Talk 7 : Risks, Rights and Rules-The European Approach to Data Regulation

Yogyakarta, 30 April 2020—Rangkaian Digitalk#39 yang diselenggarakan oleh Center for Digital Society (CFDS) ditutup dengan serial talk ke 7 bertajuk Risks, Rights and Rules-The European Approach to Data Regulation”. Pada sesi ini, CFDS menghadirkan seorang ahli ilmu komunikas dan media dari Berlin, Jerman sebagai speaker diskusi, yaitu Ingo Dachwitz. Selain sebagai seorang ahli ilmu komunikasi, Ingo Dachwitz juga bekerja menjadi seorang reporter sekaligus redaktur di netzpolitik.org, yaitu suatu blog yang biasa membahas topik-topik mengenai technology politics dan digital rights.

Serial talk ke 7 yang diselenggarakan oleh CFDS dirilis melalui platform youtube pada channel CFDS UGM dengan durasi sekitar 40 menit. Pada sesi ini, Ingo Dachwitz mengawali penjelasannya dengan pengenalan singkat mengenai the European approach to the personal data economy. Dalam hal ini, Ingo menjelaskan mengenai perlindungan data pribadi yang ada di eropa, yang dikenal dengan istilah General Data Protection Regulation (GDPR). Peraturan ini merupakan bentuk hukum yang cukup besar dimana di dalamnya memuat 99 artikel dengan ratusan paragraf yang disertai dengan 173 bacaan hukum. GDPR sendiri telah menetapkan standarisasi untuk regulasi data pribadi dimana hal tersebut menjadi titik acuan atau referensi dari berbagai regulasi di negara lain yaitu dari India hingga ke Amerika Serikat.

Berbicara mengenai GDPR, ingo menjelaskan hukum tersebut ke dalam tiga konsep pembahasan yaitu rights, rules, and risks. Dalam penjelasannya, ia juga menerangkan dua tujuan berbeda dari GDPR yaitu terkait perlindungan data pribadi dan yang kedua terkait pertimbangan ekonomi. Terkait perlindungan data pribadi, hal tersebut dicirikan sebagai hak fundamental yang selanjutnya melindungi hak-hak lain juga. Selain itu, berkaitan dengan pertimbangan ekonomi, GDPR merupakan bentuk hukum obyektif ekonomi. Hal tersebut merupakan bagian penting dari proyek UE untuk menciptakan eropa sebagai pasar digital tunggal.

Pada akhir pembicaraannya, Ingo memaparkan beberapa kesimpulan. Pertama, GDPR merupakan suatu kompromi politik. Dalam hal ini, terdapat lobi besar yang terjadi dimana perlindungan data umum sebenarnya merupakan suatu bentuk kompromi. Kedua, GDPR tidak melarang penggunaan data pribadi secara umum, tetapi menegakkan rezim aturan, hak, dan pengawasan. Selain itu, GDPR  merupakan bentuk pendekatan neoliberal terhadap data ekonomi: tidak ada garis merah atau visi positif tentang bagaimana (tidak) menggunakan data pribadi, tetapi sangat terbuka untuk pilihan individu. Dengan demikian, GDPR belum memenuhi apa yang dijanjikannya. Dalam hal ini, GDPR masih membutuhkan adopsi dan penegakan hukum yang tepat daripada solusi tetap untuk data ekonomi dan pribadi, GDPR harus dilihat sebagai suatu poin awal. (/Mdn)