Fisipol UGM Galakkan Gerakan Inklusi Sosial Bersama The Asian Foundation

Yogyakarta, 15 September 2018-Australian Goverment dan The Asia Foundation melalui Program Peduli bekerja sama dengan Fisipol UGM mengadakan Diskusi Publik bertajuk Inklusi Sosial: Jembatan Menuju Indonesia Setara Semartabat pada Sabtu (15/09) di Selasar Barat Fisipol UGM. Diskusi Publik ini bertujuan untuk memaparkan sejauh mana Program Peduli yang merupakan program yang diinisiasi oleh pemerintah dibawah Kementrian Koordinator bidang Pembangunan Manusia Kebudayaan (KEMENKO PMK). Program Peduli dirancang untuk menjangkau kelompok-kelompok yang selama ini terpinggirkan, tidak terjangkau oleh program bantuan sosial pemerintah. Selain itu, diskusi ini diharapkan dapat meningkatkan semangat inklusi sosial bagi masyarakat terutama generasi muda.Diskusi ini dihadiri oleh Erman Rahman selaku Direktur The Asia Foundation, Rebecca dari Kedutaan Besar Australia, Sonny Harmadi selaku Deputi Bidang Koordinasi Kebudayaan dan Pembangunan Kemenko PMK RI, Nyoman Shuida selaku Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Masyarakat, Desa dan Kawasan Kemenko PMK RI, Dr. Erwan Agus Purwanto selaku Dekan Fisipol UGM dan puluhan mahasiswa.Dalam sambutannya, Erman Rahman mengungkapkan bahwa terdapat 3 hal penting yang perlu diperbaiki dalam mengatasai masyarakat marginal, untuk itulah Program Peduli dirancang. “Program Peduli dirancang untuk memperbaiki 3 hal, diantaranya penerimaan sosial dari warga masyarakatsekitar, akses pada layanan dasar (pendidikan, kesehatan, status kependudukan), bagaimana adanya kebijakan pemerintah yang dapat dimiliki oleh kelompok-kelompok marginal,” papar Erman.

Beberapa rangkaian diskusi tersebut adalah Narasi Inklusi dan Dialog yang dipandu oleh Abdul Gaffar Karim Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan, Penampilan dari komunitas dampingan Peduli, Angkringan Peduli – Makan siang dan interaksi dan Diskusi paralel pendalaman isu dengan membentuk Forum Group Discussion. Sesi Narasi Inklus dan Dialog menghadirkan empat narasumber dengan latar belakang yang berbeda, diantaranya Agamawan, Pemerintahan, Aktivis dan Mahasiswa. Mereka berdialog dan mendiskusikan bagaimana sebaiknya mereka bersikap sesuai dengan latar belakang masing – masing. Sedangkan, penampilan dari komunitas dampingan Pedulu diisi oleh perwakilan dari organisasi yang mendampingi setiap kelompok untuk memaparkan progres kegiatan yang telah dijalankan.

Program Peduli menjangkau sejumlah kelompok masyarakat marjinal diantaranya; a. Masyarakat adat dan lokal terpencil yang terganting pada sumber daya alam, b. Korban diskriminasi, intoleransi dan kekerasan berbasis agama dan kepercayaan, c. Korban pelanggaran berat HAM masa lalu, d. Orang dengan disabilitas, e. Anak dan Remaja Rentan yang dibagi menjadi anak yang menjalani masa pidana penjara, anak yang menjadi korban eksploitasi seksual, anak buruh migran, f. Transpuan (Waria) yang kemudian disebut dengan Pilar. Terdapat 9 Mitra Payung yang mendampingi sejumlah kelompok tersebut. Mitra payung yang mendampingi adalah organisasi yang memang bekerja diisu tersebut.

Acara makan siangpun dikemas dengan cara yang sangat menarik. Para peserta diminta mengambil makan siang pada  gerobak-gerobak angkringan yang telah disediakan panitia di San Siro. Bukan gerobak angkringan biasa, melainkan para peserta bisa mengobrol santai dengan para pegiat perjuangan inklusi sosial. Obrolan akrab, canda, hingga diskusi mendalam dialami para peserta bersama dengan pejuang-pejuang inklusi. Konsep makan siang seperti ini memang diatur oleh panitia untuk meminimalisir jarak kita dengan isu-isu inklusi sosial. Lebih-lebih karena isu-isu inklusi sering kali terpinggirkan dan dijauhi, seperti misalnya isu pelanggaran HAM, anak dan perempuan, transgender, dan kekerasan beragama.

Konsep acara ini membuat peserta semakin bersemangat untuk mengikuti diskusi-diskusi selanjutntya. Semangat yang sama juga dirasakan oleh para panitia yang memberikan kejutan dengan melakukan flash-mob di tengah-tengah acara makan siang. Flash-mob yang mengangkat tema kebersamaan dalam inklusi sosial ini lantas diikuti oleh para peserta diskusi dengan penuh semangat pula. Nampak dalam flash-mob ini bahwa semangat kebersamaan dan perjuangan membela kelompok marjinal dilakukan bersama-sama.

Pada sesi forum group discussion, peserta dibagi menjadi 9 kelompok sesuai dengan jumlah mitra payung dan fokus kelompok marjinal atau pilar yang didampingi oleh Program Peduli. Menurut, Sheila Kartika, Program Owner Program Peduli forum group discussion ini dibuat sesuai dengan pilar yang ada di Program Peduli. Ia pun menjelaskan alasan mengapa Program Peduli fokus terhadap kelompok marginal tersebut.

“Kelompok tersebut dibuat sesuai dengan pilar – pilar yang ada di Program Peduli. Beberapa kelompok tersebut dipilih oleh Program Peduli untuk dipandu karena mereka dianggap populasi tertinggi sebagai masyarakat marginal dan paling rentan dalam menghadapi stigma atau eksklusi di masyarakat serta diskriminasi,” tutur Sheila

Menurutnya, hal paling mendasar yang menyulitkan kelompok marginal adalah sulitnya mendapatkan akses status kependudukan yang kemudian menyulitkan mereka dalam beraktivitas. Itulah mengapa Program Peduli membantu mereka dalam mendapatkan status kependudukan.

Aurora Abel, salah satu peserta diskusi mengungkapkan bahwa Ia berharap dengan adanya diskusi ini dapat meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kelompok marginal. Menurutnya, salah satu kelompok marginal paling dekat disekitar masyarakat adalah orang dengan disabilitas. Ia merasa mereka belum mendapat pehatian di khalayak umum, kebutuhan khusus mereka tidak dipenuhi di ruang publik.

“Aku sangat berharap orang – orang semakin peduli dengan mereka yang terpinggirkan ini, terutama yang dekat dengan kita sehari – hari adalah orang dengan disabilitas. Mereka tidak memiliki akses penuh terhadap fasilitas publik, contohnya saja di kampus ini. Fasilitas di kampus ini menurutku, belum ramah dengan orang – orang yang menyandang disabilitas,” tutur Abel. (/pnm)