Yogyakarta, 12 Juni 2024─Dalam upaya meningkatkan kolaborasi dalam penanganan kesehatan jiwa, Studio Magister MKP mengadakan Publicness Forum #2. Publicness Forum kali ini mengambil tema “Kolaborasi Pemerintah, NGO, dan Masyarakat Mewujudkan Kesehatan Jiwa yang Inklusif dan Berkelanjutan”. Acara ini membuka panel diskusi yang dihadiri oleh narasumber dari berbagai stakeholder, khususnya pemerintah dan NGO yang memiliki kontribusi penting perihal kesehatan jiwa seperti Karel Tuhehay, Kepala Departemen Kesehatan Jiwa dan Disabilitas Yayasan SATUNAMA Yogyakarta; Prahesworo Anantia Hadinoto, Divisi Eksternal KPSI Simpul Yogyakarta; Lusina Siwi Lastriningsih, SKM., M.Kes., Fungsional Analis Kebijakan Muda Biro Bina Mental Spiritual Setda DIY; Novita Ira Widari, S.Sos., Kepala Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras DIY; Endang Pamungkasiwi, SKM., M.Kes., Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan DIY; Drs. Suhirman, Wakil Kepala Disdikpora DIY.
Acara ini juga menjadi manifestasi dari upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) ke-17 tentang kemitraan untuk mencapai tujuan, melalui kerjasama dengan berbagai pihak. Dalam forum ini dibahas berbagai hal mulai dari peran masing-masing stakeholder saat ini dan berbagai tantangan yang dihadapi.
Lusina Siwi Lastriningsih, SKM., M.Kes., mengatakan bahwa pemerintah telah berusaha mensinergikan unsur-unsur yang terkait dengan perihal kesehatan jiwa melalui Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM). Namun, terdapat tantangan yang cukup pelik karena belum ada kesepahaman bersama dan tenaga birokrasi yang berganti-ganti dalam menangani kesehatan jiwa. “Kesulitan untuk bersinergi antar OPD karena mereka merasa tidak memiliki peran dalam penanganan kesehatan mental, belum ada kesepahaman bersama, ditambah orang yang ada di setiap OPD berganti-ganti jadi harus memulai dari awal ketika ada pergantian,” ungkapnya.
Selain tantangan tersebut, Endang Pamungkasiwi, SKM., Novita Ira Widari, S.Sos., dan Drs. Suhirman, juga menyampaikan tantangan terkait dengan keterbatasan pemerintah. Tantangan tersebut diantaranya adalah kurangnya SDM, kurangnya anggaran, banyaknya Orang Dengan Disabilitas Psikologi (ODDP) yang berasal dari luar DIY, kurangnya fasilitas, dan lain sebagainya. Hal ini menumbuhkan urgensi kolaborasi dalam pelayanan kesehatan jiwa.
Karel Tuhehay menyampaikan pentingnya kolaborasi untuk saling mengisi kekosongan dalam upaya pelayanan kesehatan jiwa. Selain itu ia juga berpesan bahwa ada tugas bersama yang harus dilakukan kedepannya, yakni upaya advokasi untuk menunjukkan urgensi perihal kesehatan jiwa. “Kita NGO dan pemerintah harus bisa mengadvokasi supaya kesehatan mental menjadi isu yang sama seperti penyakit lainnya karena itu menjadi hambatan untuk penyediaan anggaran dan fasilitas,” tutupnya.
Pernyataan tersebut mendukung upaya TPB ke-10, yakni perihal berkurangnya kesenjangan. (/wn)