Yogyakarta, 9 Agustus 2024–Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Fisipol UGM melalui Collaborative Hub for Politics and Policy on Sustainability (CoPPS) menyelenggarakan Bulaksumur Roundtable Forum pertama dengan tajuk “Mengelola Dilema Desentralisasi dan Sustainability” pada Jum’at (9/8) di Balai Senat UGM. Forum ini menghadirkan akademisi, pemerintah, serta pelaku bisnis untuk berdialog mengenai isu sustainability serta mengevaluasi praktik otonomi daerah dan politik lokal. Lebih lanjut, forum ini juga diharapkan dapat menghasilkan rumusan rekomendasi kebijakan dan langkah strategis untuk mendorong terwujudnya arah baru desentralisasi yang mengarah pada kolaborasi multipihak.
Abdul Gaffar Karim, Ketua DPP UGM sekaligus chairperson BRF, menjelaskan bahwa Indonesia memiliki banyak mimpi. Tiga diantaranya yaitu mimpi untuk mendorong kesejahteraan melalui pertumbuhan ekonomi, mimpi untuk menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik, dan mimpi untuk desentralisasi yang lebih baik.
“Tetapi, yang sering kita lupakan adalah bahwa tidak semua tujuan ini sifatnya searah. Desentralisasi bisa menjadi dilema bagi penjagaan lingkungan hidup dan begitu pula sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi melalui industri ekstraktif juga mengancam terciptanya lingkungan hidup yang baik dan begitu pula sebaliknya,” ungkapnya.
Ahli Politik Lingkungan Hidup UGM, Purwo Santoso, mengaku bahwa gagasan sustainability memang sukar dipadukan dengan penerapan desentralisasi. Sustainability menuntut adanya standar dan keterpaduan antar-daerah sehingga pemerintah pusat cenderung memberlakukan kebijakan desentralisasi yang seragam atau desentralisasi simetris pada daerah-daerah yang beragam. Kebijakan negara tentang desentralisasi, oleh Direktur Politik Dalam Negeri Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Syarmadani, juga dianggap masih pasang surut. “Terkadang benar-benar desentralisasi, tetapi kadang justru mengarah pada sentralisasi,” tukasnya.
Ahli Politik Lokal UGM, Haryanto, menilai penerapan desentralisasi yang sedemikian rupa justru menciptakan kesenjangan antar-daerah. “Daerah-daerah seharusnya diperlakukan sesuai dengan kondisi objektif daerah tersebut. Selain itu, hal ini juga mengarah pada menurunnya rasa percaya antar-pemerintah dan juga antara masyarakat dan pemerintah,” ucap Haryanto.
Hadir pula dalam forum tersebut, yaitu Deputi Pengendalian Pembangunan Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), Thomas Umbu Pati Tena Bolodadi yang berbicara soal pemerintahan dan pembangunan di IKN. “Belajar dari praktik pemerintahan saat ini, yang terjadi adalah kontestasi antar-lembaga pemerintahan,”, tukas Thomas. Mengatasi hal tersebut, OIKN yang merupakan pemerintah daerah setingkat provinsi dengan kedudukan setara dengan kementerian, memiliki kewenangan penuh terkait pembangunan IKN. Namun, Thomas tetap memastikan bahwa aspek akuntabilitas tetap terjaga. Thomas juga menambahkan bahwa pembangunan IKN telah mengadopsi elemen-elemen pembangunan seperti green dan sustainable.
Dari sektor swasta, Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi, menekankan pada kolaborasi pemerintah dan industri untuk menghadapi perkembangan teknologi dan transformasi digital yang terbukti telah mengubah cara masyarakat hidup sehari-hari. Berkaitan dengan hal tersebut, Neneng memandang bahwa pemerintah masih kalah cepat dalam menyusun kebijakan yang relevan. “Untuk memaksimalkan potensi teknologi, pemerintah dan sektor industri perlu lebih gesit dan selalu mengikuti perkembangan teknologi terkini,” ujar Neneng. Dirinya merekomendasikan pemerintah dan industri untuk belajar bersama-sama melalui joint continuous learning.
Lebih lanjut, penerapan sustainability kini bukan lagi sebuah pilihan, tetapi sudah menjadi keharusan bagi sektor bisnis. Sebagaimana disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Bidang Lingkungan Hidup Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Silverius Oscar Unggul, tidak diterapkannya sustainability akan membuat Indonesia kehilangan pasar dan investasi. “Dua hal ini menjadi tekanan yang luar biasa bagi bisnis. Dengan tekanan ini, pemerintah daerah harus bisa menyesuaikan,” tegasnya. (/tt)