Exposure Talk #2: Berbagi Pengalaman Student Exchange Ke Singapore

Yogyakarta, 29 April 2020—Global Engagement Office (GEO) Fisipol UGM kembali lagi dengan Exposure Talk #2 pada Rabu (29/4). Exposure Talk #2 yang digelar melalui platform Whatsapp Group ini mengangkat judul Big City in a Small Island: Singapore yang dibawakan oleh Joshua Agustinus Panggabean atau Josh. Josh adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi UGM 2017 yang pernah berkesempatan melakukan program student exchange ke Singapura, tepatnya di National University of Singapore (NUS) pada tahun 2019. Diskusi dimulai pada pukul 11.00 WIB dengan dimoderatori oleh Cerlang Wilfrid, staff Media & Event GEO.

Sebelum masuk ke sesi diskusi, Josh memperkenalkan diri dan menceritakan tentang pengalamannya melakukan program pertukaran pelajar. Pada Agustus 2019, saat semester ganjil 2019/2020, Josh mengikuti program exchange ke National University of Singapore melalui program Temasek Foundation International Leadership Enrichment and Regional Networking Programme (TFI LEaRN) 2019. “Seperti namanya, program ini disponsori oleh Temasek Foundation, yaitu organisasi non-profit Singapura di bawah Temasek Holdings milik pemerintah Singapur,” ungkap Josh.

Sebagai pengantar, moderator menanyakan apa saja yang ingin diketahui audiens mengenai studi di Singapore dari narasumber. Autusiasme audiens terlihat dari banyaknya pertanyaan menarik yang dilontarkan, Cerlang pun mempersilakan Josh untuk memulai diskusinya.  Josh memulai diskusi dengan menjelaskan proses pendaftaran/application process program yang diikuti. Menurutnya, application itu ada 2 tahap, tahap OIA dan NUS. OIA atau Office of International Affairs adalah kantor internasional di kampus atau badan yang kita hubungi jika mengikuti student exchange atau yang berhubungan dengan lembaga luar negeri. Josh menerangkan bahwa di OIA terdapat tautan mengenai program pertukaran pelajar yang dapat diakses mahasiswa. Josh juga menunjukkan daftar required documents yang dirujuk melalui website OIA. Setelah proses submission berkas tersebut, kita akan mendapat letter of nomination. “Dua hal yang harus disorot juga adalah kadang jumlah pendaftar memengaruhi proses seleksi. Kadang ada seleksi FGD/interview, kadang juga langsung disaring dari dokumen yang dikirim. Tentunya ini semua tergantung kebijakan kantor universitas kalian masing-masing ya,” ungkapnya.

Selanjutnya adalah tahap NUS, tahap yang dilalui ketika sudah lolos seleksi universitas dan mewakili untuk seleksi NUS. Selah pihak NUS menghubungi, ada dua sub tahap yang harus dilakukan. Yaitu, pendaftaran beasiswa TFI LEaRN dan pendaftaran seleksi NUS, keduanya dilakukan secara daring. “Beberapa hari setelah pihak TFI LEaRN hubungin kita, kantor internasionalnya NUS juga ngehubungin kita terkait pendaftaran sebagai mahasiswa NUS dan terkait Student Pass (visa pelajar Singapur),” ungkap Josh.

Setelah mengetahui proses pendaftaran, hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah settling in yang terbagi menjadi beberapa hal: housing, registration, dan socializing. Pada tahap housing atau tempat tinggal, pihak Housing NUS akan menghubungi untuk memberi penawaran terhadap pilihan dorm/asrama selama tinggal. Kita dapat memilih sesuai kriteria dan pertimbangan. Ketika sudah menyelesaikan urusan dorm, akan ada registrasi lanjutan berupa pengumpulan foto dan beberapa dokumen terkait visa. Untuk socializing, menurut narasumber, mungkin akan sedikit sulit memosisikan diri karena rata-rata berasal dari universitas ternama, seperti Harvard, Oxford, dan lainnya. Josh menyarankan untuk percaya diri terhadap kemampuan Bahasa Inggris kita karena biasanya mereka akan akomodatif dan tentunya friendly. Namun, secara budaya kurang lebih sama dan lama-lama akan terbiasa dengan accent mereka. “Mungkin yang perlu diperhatikan yaitu orang-orang budayanya beda, misal orang akan ga seramah pas kita di Indonesia, atau orang ga akan sepeduli atau sesensitif itu, jadi coba aja seadaptif mungkin karena budaya sosialisasi di Indonesia (atau univ di Jogja) bisa beda sama lingkungan kita di sana,” ujarnya.

Secara singkat, Josh melanjutkan bahasan ke living cost dan living in Singapore. Sebelumnya, Josh menceritakan kehidupan akademis di sana. Ia terdaftar di FASS (Faculty of Arts and Social Science). Ia sangat takjub dengan budaya belajar di sana yang sangat intens dan efisien. Mereka benar-benar kuliah untuk belajar, bukan hanya titel atau asal kuliah. Menurutnya, mereka tahu apa yang mereka lakukan dan benar-benar full of calculations. Terkait sistem pendidikannya, kurang lebih sama dengan universitas di Indonesia. Satu hal yang berbeda dan penting untuk diketahui adalah sistem bell curve mereka.

Sebelum mengakhiri, Josh menerangkan bahwa kita harus tahu motivasi utama kita untuk apa dan bisa memetakan prioritas dengan mempertimbangkan kemampuan. Kita juga perlu menyusun jadwal kasaran atau to-do list yang akan dilakukan agar tidak kehilangan arah. “Ini esensial karena nanti bakal banyak hal di luar ekspektasi yang kalian bisa ga sadarin sebelumnya, jadi penting buat kembali ke jalan awal yang udah kalian niatin,” ungkapnya.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai student exchange ke Singapore, moderator membuka sesi QnA atau Questions and Answer dalam beberapa termin. Diskusi berjalan lancar dan sangat hidup dengan pertanyaan-pertanyaan audiens. Josh menjawabnya dengan runtut dan gamblang. Akhirnya, acara ini berakhir pada pukul 12.15 WIB. (/Wfr)