HI CINE UGM: Melihat Pentingnya Kesehatan Mental melalui Film

Yogyakarta, 30 April 2019—Isu kesehatan mental menjadi salah satu isu yang sedang hangat dibicarakan. Mengangkat tema kesehatan mental, HI CINE mengadakan seri pemutaran film dalam Pekan Film Tematik yang diadakan selama dua hari pada 29-30 April 2019 dan dimulai pada pukul 15.00 WIB.

Film pertama diputar pada hari Senin, 29 April 2019 dan berjudul “Manchester by the Sea” karya Kenneth Lonergan. Film tersebut bercerita tentang seorang pria bernama Lee yang harus berjuang menghadapi trauma dan masa lalunya yang seringkali masih mengganggu kehidupannya.

Keadaan memaksa Lee untuk menjadi wali sah dari keponakannya yang mana hal tersebut seolah membuka luka lama tentang kematian kedua anaknya akibat kebakaran. Lee dipaksa untuk dapat menerima dan membebaskan dirinya dari luka masa lalu.

Di hari kedua pemutaran film yang bertempat di BA 101, terdapat dua film yang ditayangkan, yaitu “Puan” dan “Silver Lining Playbook”. Puan merupakan film pendek berdurasi 17 menit yang bercerita mengenai perjuangan seorang wanita bernama Puan dalam menghadapi trauma kekerasan seksual yang terjadi pada masa kecilnya. Dalam durasi yang cukup pendek, Honey Intania Yonarizki selaku sutradara film tersebut mampu mengemas cerita dan menggugah emosi dengan baik melalui permainan visual yang ditayangkan dalam filmnya.

Film ini berhasil menyentuh isu sensitif mengenai kekerasan seksual dan resiko bunuh diri yang dapat menjadi salah satu dampak dari trauma yang ditimbulkan. Penonton kemudian diajak untuk lebih peka dalam melihat isu-isu kesehatan mental serta bagaimana cara mendampingi dan mendukung mereka yang sedang berjuang dengan trauma dan masa lalu.

Dalam film Puan, Honey Intania berhasil menunjukkan pentingnya seorang teman pendukung dalam masa masa menghadapi trauma tersebut. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya sosok pria yang mampu mencegah Puan untuk mengakhiri hidupnya karena tekanan dan trauma masa lalunya. Layaknya kebanyakan film pendek pada umumnya, film Puan sengaja dibuat dengan akhir yang terkesan menggantung dan terbuka. Sang pembuat film sengaja tidak menunjukkan kelanjutan hidup si Puan dan penonton dibebaskan untuk ‘merancang’ akhir film versi mereka sendiri.

Film kedua adalah “Silver Lining Playbook” yang bercerita mengenai seorang pria bernama Pat Solatano Jr. yang harus mendekam di rumah sakit mental karena masalah penyakit bipolar. Keadaan mentalnya kemudian diperburuk dengan Nikki, istrinya yang memutuskan untuk meninggalkan Pat. Meskipun demikian, Pat memiliki prinsip bahwa keadaannya tidak akan menjadi penghambat hidupnya. Pat melihat dirinya dapat bertahan dengan cara mencari “silver lining” sebagai tujuan hidupnya.

“Exelsior” menjadi moto hidup Pat yang dalam bahasa Latin berarti “(menjadi) semakin tinggi”. Optimisme, moto hidup, serta dukungan dari orang-orang sekitar lah yang menjadikan Pat mampu bertahan dan bahkan melewati masa-masa sulitnya. Pat kemudian berkomitmen untuk dapat sembuh dari penyakitnya dan mendapatkan kembali hidupnya yang dahulu, yaitu untuk kembali menjadi guru dan bersatu dengan Nikki. Di tengah perjuangannya, Pat bertemu dengan seorang wanita bernama Tiffany yang juga sama-sama memiliki masalah.

Pat dan Tiffany kemudian terlibat dalam hubungan pertemanan yang saling membantu namun sering juga berkonflik. Layaknya film sebelumnya, Tiffany digambarkan sebagai pihak yang mendukung Pat dalam melewati masa-masa perjuangannya. Namun Tiffany sendiri juga merupakan seorang wanita dengan masalahnya sendiri. Disinilah kemudian Pat juga menjadi pihak yang mendukung Tiffany untuk melewati masalah tersebut. Hubungan pertemanan mereka menjadi unik karena di saat masing-masing dari mereka memiliki masalah, mereka justru dapat menjadi pihak yang saling mendukung satu sama lain.

Menjadikan isu kesehatan mental sebagai fokus utama, tiga film yang diputar memiliki kesamaan yang bisa dilihat, yaitu tentang bagaimana cara masing-masing karakter tersebut menerima dan berdamai dengan masa lalu kelam mereka. Selain itu, ada pesan tersirat yang ingin disampaikan dari semua film tersebut, yaitu bahwa kita sebenarnya tidak sendiri dalam menghadapi masalah. Selalu ada orang-orang di sekitar yang memang dihadirkan untuk menjadi pendamping dan pendukung dalam masa-masa sulit tersebut.

Terkait acara Pekan Film Tematik sendiri, HI CINE menjadikan acara tersebut sebagai acara rutin bulanan mereka. Setiap bulannya pada satu minggu tertentu akan ada penayangan film-film yang sesuai dengan tema besar. Untuk bulan Mei sendiri, HI CINE berencana untuk kembali mengadakan Pekan Film Tematik di minggu kedua. Informasi lebih lanjut mengenai acara tersebut dapat dilihat di akun Instagram HI CINE, yaitu hicine_ugm. (/Jkln)