ICSD 2019 Resmi Berakhir, Perubahan Perlu Segera Diwujudkan

Yogyakarta, 19 Juli 2019—Rangkaian Biennial International Conference Of International Consortium For Social Development (ICSD) ke-21 bertajuk “Strengthening Social Development to Achieve the Sustainable Development Goals (SDGs)” yang dilaksanakan selama empat hari, telah mencapai puncaknya dan ditutup secara resmi oleh Manohar Pawar selaku Presiden ICSD di Balai Senat, Gedung Pusat UGM.

Pada rangkaian ICSD, berbagai ide dan narasi dibawakan oleh 250 presenter dari 28 negara. Di hari pertama yakni Selasa 16 Juli, konferensi menyorot rapor merah pencapaian SDGs Indonesia yang dibawakan oleh keynote speaker Vivi Yulaswati selaku Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Vivi menyampaikan bahwa secara umum masyarakat miskin dan rentan di Indonesia berjumlah 53,3 juta orang. Data menyebutkan bahwa orang rentan akan cenderung kembali menjadi orang rentan dengan kemungkinan risiko disebabkan oleh penyakit, kehilangan pekerjaan, inflasi harga makanan, bencana alam, dan krisis ekonomi. Selain itu, kemiskinan kronik terus menerus dialami oleh 9,4 juta orang di Indonesia. Perlu dilakukannya penguatan infrastruktur ekonomi dengan bantuan dari lembaga donor untuk menanggulangi masalah tersebut.

Di hari kedua, Rabu 17 Juli, James Wiliams Herbert dari Arizona State University  membawakan tantangan sociopreneur dalam mewujudkan keadilan sosial SDGs. “Peran sociopreneur sangatlah besar dikarenakan pendekatan yang digunakan bersifat praktis, inovatif, dan berkelanjutan dalam memberikan manfaat bagi masyarakat dan didedikasikan untuk perbaikan sosial dengan menyasar pada kelompok terpinggirkan dan miskin,” terang James.

Menurut James, aktivitas sociopreneur dapat memberikan transformasi sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan pengembangan usaha. Aktivitas ini mengatasi praktik-praktik pengentasan masalah sosial yang tradisional karena telah melintasi batasan disiplin praktik yang kaku. Meskipun globalisasi telah berhasil memperpendek upaya desiminasi informasi melalui teknologi demi menciptakan dunia tanpa batas, di sisi lain globalisasi tetap menyisakan permasalahan. Oleh karena itu masih dibutuhkan jaminan terhadap perlindungan manusia.

Pada hari ketiga, Kamis 18 Juli 2019,  Annamaria Campanini, Presiden The International Association of Schools of Social Work (IASSW) membagi gagasannya mengenai  Pengarusutamaan Pendekatan Ekologi dalam Pembangunan Sosial. Menurut Campanini, peningkatan jumlah kerusakan lingkungan sudah semestinya menjadi diskusi dan keprihatinan bersama, sebab hal ini berkaitan dengan struktur, cara hidup dan nilai yang dipegang oleh masyarakat.

Campanini mengutarakan bahwa pembangunan sosial mengakui adanya hak asasi manusia yang dibutuhkan untuk hidup bersama disamping adanya tanggung jawab kolektif. Sebagai upaya komperhensif maka diperlukan pula penelitian partisipasi yang tidak hanya melibatkan ahli pembanguan sosial namun juga penyedia layanan sosial dan anggota komunitas. Dengan demikian praktik pembangunan sosial semestinya menggunakan strategi interdisipliner dan multilevel.

Senada dengan yang disampaikan oleh Campanini, Sudarno Sumarto selaku anggota Tim Nasional TNP2K, mengatakan dalam rangka penghormatan terhadap hak asasi manusia diperlukan investasi dalam kebijakan perlindungan sosial. Investasi tersebut berupa jaminan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat.

Pada hari terakhir dan puncak penutupan Jumat, 19 Juli 2019, Sigit Reliantoro selaku  Sekretaris Direktorat Jenderal Direktorat Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan menyampaikan bahwa pemerintah melalui Proper (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan) telah mendorong perusahaan untuk berperan aktif dalam upaya pencapaian keadilan sosial. Banyak perusahaan yang sudah melaksanakan program-program komitmen tanggung jawab sosial lingkunganya. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Pada puncak penutupan Jumat Sore, Manohar Pawar berharap bahwa paper konferensi yang kaya akan pengetahuan tidak berhenti sampai pada presentasi, namun dapat dibukukan dan diterbitkan sebagai hasil konkrit dan sarana pengetahuan ke seluruh dunia. Pawar juga mengapresiasi UGM dan semua pihak yang telah berkerja keras. “Momentum konferensi merupakan simbol dari jari-jemari yang berbeda-beda namun tetap satu tujuan yakni come together to be equal and able to lift something,” tutupnnya. (/Afn)