‘Kepemimpinan Perempuan Mampu Menciptakan Organisasi yang Lebih Sehat’

Yogyakarta, 18 April 2022─Departemen Sosiologi Fisipol UGM bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk DIY menyelenggarakan Seri Kedua Kuliah Umum Kepemimpinan Perempuan dan Transformasi Sosial pada Senin (18/4). Kegiatan yang berlangsung secara daring melalui Zoom ini mengangkat topik bahasan “Kepemimpinan Perempuan di Sektor Publik dan Privat”. Adapun kesempatan ini menghadirkan pembicara Safira Rosa Machrusah selaku Duta Besar Indonesia untuk Aljazair dan Elvira Lianita selaku Director External Affairs PT HM Sampoerna Tbk.

Dalam pemaparannya, Elvira mengungkapkan bahwa kesetaraan gender baik di Indonesia maupun global masih belum berimbang. Sejumlah riset menunjukkan keterwakilan perempuan pada level manajemen di sektor swasta masih belum terpenuhi bahkan sangat minim. Berdasarkan riset World Economic Forum, Indonesia sendiri masih berada di peringkat 101 dari 156 negara untuk kesetaraan gender.

“Artinya secara umum saat ini keperanan perempuan memang harus didorong, dan di pemerintahan saat ini saya lihat sudah ada perubahan sehingga pemerintah meletakkan program pengembangan perempuan menjadi salah satu prioritas dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional tahun 2020-2024,” ungkap Elvira.

Lebih lanjut, kepemimpinan perempuan baik di sektor swasta maupun publik sangat penting bagi kesejahteraan bangsa. Didukung riset oleh lembaga McKinsey tahun 2018-2021, mengatakan bahwa kepemimpinan perempuan mampu menciptakan organisasi yang lebih sehat, egaliter, serta menghasilkan keputusan yang komprehensif dan inklusif karena melihat dari berbagai aspek.

“Ini lah mengapa keputusan perempuan untuk makin berperan baik di sektor publik maupun swasta sangat dipertimbangkan, karena bukan saja sebuah langkah yang tepat tetapi secara riset juga membuktikan pencapaian yang akan dihasilkan akan jauh lebih baik jika keberadaan perempuan lebih setara dalam pengambilan keputusan,” ucap Elvira.

Berkaitan dengan itu, Safira juga mengungkapkan bahwa dalam hal membangun relasi, pemimpin perempuan secara konsisten dinilai lebih tinggi daripada rekan prianya. “Menjadi terampil dalam membangun hubungan di dalam rumah, perempuan juga sangat mungkin berhasil dalam membangun hubungan di luar,” tutur Safira.

Ketimpangan gender atas perempuan ini disebabkan adanya stereotip gender, di mana perempuan sering dianggap tidak memiliki kapasitas atau kemampuan yang sama dengan laki-laki. Selain itu, perempuan yang memiliki peran ibu bekerja dan mengurus rumah tangga dinilai tidak strategis karena dianggap terlalu rentan posisinya di dalam sebuah perusahaan. Oleh karenanya, sebagai perempuan dituntut untuk bisa membagi waktu antara peran ibu dan peran profesional, tentu juga harus didukung oleh lingkungan kerja untuk menciptakan lingkungan yang ramah terhadap peranan perempuan. (/WP)