
Yogyakarta, 18 Februari 2025 – Pemilu 2024 menghadapi tantangan disinformasi yang semakin besar. Hal ini dikarenakan masifnya perkembangan platform digital baru seperti TikTok dan kehadiran teknologi Artificial Intelligence (AI) yang memungkinkan manipulasi suara dan gambar. Menghadapi tantangan tersebut, Moch Edward Trias Pahlevi, mahasiswa Doktoral Manajemen dan Kebijakan Publik, dalam tulisannya yang berjudul “Digital Leadership: Upaya Menghadapi Kampanye Politik di Era Siber” menyebutkan bahwa kunci menghadapi tantangan disinformasi digital diperlukan kepemimpinan digital yang kuat dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Terdapat lima kepemimpinan digital yang harus dimiliki KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara Pemilu. Pertama, KPU dan Bawaslu harus melibatkan kebijakan visi digital yang terintegrasi. Kedua, mendorong pemikiran yang progresif dan inovatif pada tingkat internal. Ketiga, memperkuat kemampuan digital supaya mampu mengantisipasi risiko digital seperti disinformasi. Keempat, penting untuk membangun jejaring kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Kelima, memanfaatkan big data dalam pengambilan keputusan yang lebih transparan dan akuntabel.
Melalui penerapan kepemimpinan digital ini, Indonesia dapat menghadapi tantangan disinformasi dengan lebih baik, menjaga kepercayaan publik, dan memperkuat demokrasi, sesuai dengan prinsip-prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) 16, yang menekankan pentingnya institusi yang kuat, akuntabel, dan transparan dalam mewujudkan perdamaian dan keadilan.
Selengkapnya pembahasan mengenai kepemimpinan digital untuk hadapi tantangan disinformasi sehingga mewujudkan kampanye digital Pemilu 2024 yang bersih dapat dibaca dan diakses melalui tautan berikut: https://megashift.fisipol.ugm.ac.id/2024/01/29/digital-leadership-upaya-menghadapi-kampanye-politik-di-era-siber/
Terdapat lima kepemimpinan digital yang harus dimiliki KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara Pemilu. Pertama, KPU dan Bawaslu harus melibatkan kebijakan visi digital yang terintegrasi. Kedua, mendorong pemikiran yang progresif dan inovatif pada tingkat internal. Ketiga, memperkuat kemampuan digital supaya mampu mengantisipasi risiko digital seperti disinformasi. Keempat, penting untuk membangun jejaring kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Kelima, memanfaatkan big data dalam pengambilan keputusan yang lebih transparan dan akuntabel.
Melalui penerapan kepemimpinan digital ini, Indonesia dapat menghadapi tantangan disinformasi dengan lebih baik, menjaga kepercayaan publik, dan memperkuat demokrasi, sesuai dengan prinsip-prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) 16, yang menekankan pentingnya institusi yang kuat, akuntabel, dan transparan dalam mewujudkan perdamaian dan keadilan.
Selengkapnya pembahasan mengenai kepemimpinan digital untuk hadapi tantangan disinformasi sehingga mewujudkan kampanye digital Pemilu 2024 yang bersih dapat dibaca dan diakses melalui tautan berikut: https://megashift.fisipol.ugm.ac.id/2024/01/29/digital-leadership-upaya-menghadapi-kampanye-politik-di-era-siber/