Membahas New Normal bersama CfDS dalam Difussion #27

Yogyakarta, 19 Juni 2020—Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM turut membahas fase new normal lewat Digital Future Discussion #27 Jumat (19/6) lalu. Diskusi bertajuk New Normal tersebut dilangsungkan melalui Zoom Meeting pukul 15.00 hingga 16.30. Dalam kesempatan ini, CfDS menghadirkan dua pembicara yaitu Mira Ardhya Pramastri  dan Samuel Giovanno Johannes yang keduanya merupakan research assistant CfDS, serta Aldo Rafi sebagai moderator.

Topik pertama dibawakan oleh Mira Ardhya yaitu Going Cashless in the New Normal: Challenges for Indonesia’s SMEs. Mira menyoroti turunnya PDB Indonesia serta berbagai keluhan dari pihak yang terdampak secara ekonomi. Di sisi lain, kasus Covid-19 sendiri masih terus meningkat. New Normal sendiri memungkinkan beberapa aktifitas termasuk kegiatan ekonomi kembali normal selama pandemi, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Usaha-usaha yang sebelumnya dibatasi selama PSBB atau semi-lockdown bisa dilangsungkan kembali selama fase kenormalan baru ini. Mira menyatakan praktik digital dan cashless  atau sistem pembayaran non tunai dapat menjadi solusi, dengan mendorong beberapa usaha menuju digital dan cashless. Cara ini bahkan dapat menjadi permanen jika konsumen nyaman dengan bentuk transaksi tersebut.

Praktik cashless yang kerap dipraktikkan melalui e-commerce sendiri dianggap lebih mudah dan lebih higienis dibandingkan transaksi tunai. Di samping itu, terdapat beberapa hambatan dalam penerapannya. Salah satunya adalah kesenjangan digital, seperti lokasi yang membatasi akses, kemampuan literasi figital yang kurang, dan keterbatasan kepemilikan perangkat elektronik. Hambatan lain yaitu adanya biaya tambahan saat mengisi saldo platform yang digunakan untuk bertransaksi, yang memberatkan beberapa pengguna. Alasan kepercayaan juga menjadi hambatan, karena banyak masyarakat yang masih skeptis keamanan belanja online.

UMKM sendiri memiliki beberapa pilihan, seperti menyediakan pilihan cash on delivery, atau tetap menerapkan penbayaran secara online dengan risiko kehilangan minat. Mira mengharapkan partisipasi pemerintah dalam hal ini. “Pembuat kebijakan dapat menyusun strategi agar memudahkan transisi masyarakat menuju cashless, jika itu dianggap alternatif,” tutur Mira menutup sesinya.

Sesi diskusi selanjutnya dibawakan oleh Samuel Giovanno Johannes dengan tema The Possibility of E-Learning Methods In Replacing Face To Face Learning Methods In New Phase of The Pandemic. Pelaksanaan pembelajaran daring yang berlangsung saat ini dinilai belum maksimal. Salah satu yang menjadi hambatan adalah belum meratanya akses internet di Indonesia. Dari sisi teknis, akses internet rumah tangga di Indonesia masih tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Untuk memaksimalkan pembelajaran daring, menurut Samuel, pemerintah Indonesia diharapkan dapat menyusun strateginya melalui berbagai dimensi. Beberapa di antaranya adalah dimensi teknologi, pedagogi, manajemen, desain interface, sumber daya yang mendukung, serta melalukan evaluasi. Instruksi pembelajaran daring juga  perlu diselaraskan dengan kebutuhan masing-masing lingkungan belajar. Dalam menutup sesinya, Samuel menyampaikan, “E-Learning bukan sekadar kuliah konvensional yang divirtualkan. Infrastruktur dan desain kurikulum dapat dimaksimalkan kembali dalam praktiknya”.

Di akhir diskusi, peserta kemudian dapat mengajukan pertanyaan langsung pada pembicara dalam sesi tanya jawab. Rekaman Difussion #27 juga dapat disaksikan kembali melalui kanal YouTube CfDS UGM. Kedepannya, CfDS akan secara rutin mengadakan diskusi secara daring melalui berbagai program yang dimiliki. (/tr)