Mengurai Dampak Covid-19 terhadap Agenda Pelayanan Publik

Yogyakarta, 16 Juni 2020—Magister Administrasi Publik FISIPOL UGM mengadakan webinar bertajuk “Berdamai dengan Covid-19:Agenda Kebijakan dan Pelayanan Publik di Era New Normal”. Diskusi yang berlangsung selama hampir empat jam tersebut dihadiri oleh berbagai aktor kebijakan, baik dari ranah pemerintah maupun akademisi. Diantaranya yaitu Diah Natalisa, Deputi Bidang Pelayanan Publik Kemenpan-RB, Bima Haria, Ketua BKN, Adi Suryanto, Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI, Dedy Yon Supriyono, Walikota Tegal, dan Ida Bagus Rai Mantra, Walikota Denpasar, serta Wahyudi Kumorotomo, dari MAP FISIPOL UGM. Dilangsungkan melalui Webex Meeting dan Live Streaming Youtube, diskusi pagi itu diikuti oleh lebih dari 200 peserta yang berasal dari berbagai profesi dan daerah di Indonesia.

Dalam kesempatan tersebut, kedua walikota berbagi cerita mengenai penanganan dan pengelolaan kebijakan khususnya pelayanan publik dalam situasi Pandemi Covid-19 di daerah masing-masing. Ida Bagus sebagai Walikota Denpasar menyampaikan bahwa pihaknya telah menyiapkan website resmi yaitu Denpasar Cyber Monitor (Damamaya) sebagai pusat data, informasi dan koordinasi mitigasi Covid-19 lintas ODP. “Kami juga telah menerapkan kebijakan social distancing dan protokol kesehatan di tempat-tempat pelayanan publik,” imbuhnya. Sedangkan dalam bentuk lain, Pemerintah Daerah Denpasar mewujudkan sinergisitas antara pemerintah, swasta, masyarakat dan desa adat melalui program “JAGABAYA”, yaitu “Jaga Diri, Jaga Sesama, dan Jaga Usaha”. Dalam hal penanganan Covid-19 ini, mereka berupaya mewujudkan terciptanya kombinasi antara kesadaran bottm up atau kesadaran masyarakat lokal dengan peningkatan tes dan tracking guna memastikan tidak adanya kluster baru dalam pelayanan publik, khususnya ASN.

Berbeda halnya dengan pemaparan Dedy Yon Supriyono, Walikota Tegal. Ia menyampaikan bahwa Kota Tegal telah melakukan lockdown lokal sebelum PSBB diputuskan oleh pemerintah pusat. Dalam upaya tersebut, mereka memilih melakukan isolasi wilayah dengan menutup akses masuk ke Kota Tegal menggunakan beton. Menurutnya, hal ini mampu mendisiplinkan dan juga meminimalisir konflik antar warga. Selain menangani dalam bidang kesehatan, Pemkot Tegal juga berupaya untuk menggerakkan ekonomi masyarakat melalui berbagai program. “Semua pelayanan di akses dengan mobile phone. Kita proses, kemudian kita antar ke rumah masing-masing menggunakan ojek online, dan angkutan umum lainnya” tuturnya. Berbagai upaya tersebut diharapkan dapat membantu menggerakkan ekonomi yang selama ini lesu dengan tetap mengindahkan protokol kesehatan.

Menanggapi pemaparan dua kepala daerah tersebut, Diah Natalisa sebagai Deputi Bidang Pelayanan Publik Kemenpan-RB menyampaikan beberapa hal. Yaitu, bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi khususnya dalam pelayanan publik masih menjadi visi presiden. Untuk menghasilkan pelayanan publik yang prima, diperlukan sistem pemerintahan yang fleksibel serta di dukung oleh resep tata kelola dan SDM aparatur yang berkualitas. “Birokrasi akan berlari semakin cepat ketika orientasinya pada hasil dan kinerja pelayanan yang efektif, efisien dan ekonomis, serta didukung dengan budaya birokrasi yang berintegritas tinggi,” jelas Diah. Dalam menwujudkan hal tersebut, Kemenpan-RB berupaya memegang tiga prinsip dalam pelayanan publik yang meliputi, kepastian pelayanan, kejelasan informasi pelayanan, dan responsivitas pelayanan. Diah juga menuturkan bahwa pelayanan publik harus dapat dirasakan oleh lapisan masyarakat khususnya kelompok rentan. Hal tersebut dilihat sebagai bukti kehadiran negara dan juga menjaga kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

Diah juga mengungkapkan bahwa untuk menciptakan pelayanan publik yang sesuai gengan harapan masyarakat, pelayan publik perlu melihat Gap Model Service Quality, atau kesenjangan dalam kualitas pelayanan. “Hal ini menjadi sumber ketidakpuasan masyarakat akibat dari adanya kesenjangan antara harapan masyarakat dengan kinerja pelayanan,” lanjutnya. Untuk meminimalisir kesenjangan tersebut, Diah menyampaikan beberapa hal penting. Dimulai dengan knowledge, atau memahami apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan dan keinginan masyarakat terhadap pelayanan publik. Kemudian policy gap, yaitu menetapkan proses layanan dan standard pelayanan yang tepat. Selain itu, pelayan publik juga harus memastikan kinerja dan standar yang didasarkan pada kebutuhan masyarakat. Dan yang terakhir yaitu communication gap, sehingga perlunya menutup kesenjangan celah anatara komunikasi internal dan eksternal dengan memastikan komitmen komunikasi yang realitis dan dapat dipahami dengan benar oleh masyarakat.

Menutup pamaparannya, Diah menyampaikan lima hal penting yang perlu diperhatikan setiap instansi dalam menjamin kelancaran pelayanan publik. Pertama, melakukan penyederhanaan proses bisnis dan SOP pelayanan. Kedua, menggunakan media informasi untuk penyampaian standard pelayanan baru melalui media publikasi. Ketiga, membuka komunikasi yang bersifat online sebagai wadah konsultasi dan pengaduan. Keempat, memastikan kualitas output dari produk layanan baik online maupun offline tetap sesuai standard pelayanan yang sudah ditetapkan. Kelima, tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Dalam akhir diskusi, Tri Widodo mewakili Adi Suryanto, Kepala LAN RI menyampaikan mengenai pentingnya memanfaatkan kondisi Pandemi Covid-19 ini sebagai momentum emas untuk melakukan transformasi manajemen pemerintahan secara holistik dan komprehensif. “Dengan transformasi ini, maka proses transisi menuju birokrasi ‘new normal’ akan dapat berjalan lebih baik dan membentuk sosok baru birokrasi yang modern, lincah, serta lebih melayani,” pungkasnya. (/Ann)