Online Scriptwriting Class with Kinekom

Yogyakarta, 5 Agustus 2020—Badan Semi Otonom Kine Komunikasi UGM kembali hadir dengan mengadakan kelas “Online Scriptwriting Class: Skenario Film Pendek” pada Rabu (5/8). Luhki Hewanayogi, Film Director yang merupakan alumni Ilmu Komunikasi UGM, menjadi pembicara dalam diskusi kali ini. Acara berlangsung pada pukul 14.00-16.00 WIB via Google Meet. Damar Rizky Nuranda, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2018, memandu jalannya diskusi sebagai moderator.

Pada awal pemaparan, Luhki membagikan perjalanannya dalam menyusun naskah skenario hingga membuat film pendek. Di antara film pendek yang telah berhasil diproduksi adalah On Friday Noon, HAR, dan Don’t Play Alone. Film-film tersebut pun mampu meraih penghargaan di berbagai negara dan di putar di beberapa festival film. Mengutip pepatah dari Alfred Hitchcock, “to make a great film, you need three things; a great script, a great script, and a great script,” Luhki menekankan bahwa naskah itu sangat penting. Naskah dalam film dapat diartikan sebagai gambaran bagaimana cerita tersebut akan berjalan. “Jadi, kadang-kadang beberapa kesalahan waktu bikin film adalah berpikiran bahwa naskah itu tidak penting, script itu penting sekali,” tutur Luhki.

Terkait dengan ide, sebenarnya ide diperoleh sesederhana apa yang ada di kepala kita, yaitu sesuatu yang ingin disampaikan kepada penonton. Dalam prosesnya, tentu saja ada titik tertentu dimana kita dapat menemukan ide. Misalnya, mengobrol dengan teman untuk mengembangkan bahasan sekaligus melakukan riset. Struktur dalam cerita sendiri selalu dimulai dari kejadian yang menarik, lalu dikembangkan. Luhki menilai bahwa menulis naskah sama dengan bercerita dan bercerita sama dengan melakukan perjalanan, hanya saja terdapat tahapan-tahapan khusus yang dibuat naskah. “Intinya kalau mau menulis naskah tentukan dulu ceritanya,” ujar Luhki.

Dalam film, baik fiksi maupun dokumenter, struktur selalu memilki komposisi awal, tengah, dan akhir. Komposisi awal dimulai dengan pengenalan tokoh dan pengenalan konflik. Kemudian di tengah terdapat eskalasi konflik dan bagaimana pemeran mengatasi konflik. Pada akhir cerita terjadi klimaks sekaligus penyelesaian konflik. Namun, konflik tidak harus teratasi, tetapi ada sesuatu yang selesai. Selain struktur, dalam naskah juga perlu menjelaskan plot awal, tengah, dan akhir yang menggambarkan hubungan sebab-akibat. Secara garis besar, naskah pada intinya menggambarkan “In a (SETTING) a (PROTAGONIST) has a (PROBLEM) (caused by an ANTAGONIST) and (faces CONFLICT) as (s)he tries to (achieve a GOAL).”

Selanjutnya, pada pemaparan terakhir, Luhki menjelaskan cara membuat script dan menerangkan perbedaan antara script, sinopsis, logline, dan treatment. Script adalah bentuk tertulis sebuah karya film yang memiliki kaidah-kaidah penulisan tersendiri. Sinopsis adalah gambaran sebuah cerita dari awal hingga akhir, tidak perlu menceritakan semua kejadian, cukup highlight peristiwa-peristiwa penting dari awal mula, pertengahan, hingga akhir. Logline adalah satu kalimat utama yang menggambarkan keseluruhan gagasan yang memiliki tokoh, tujuan, konflik, dan akhir. Sedangkan treatment adalah gambaran sebuah cerita dari awal hingga akhir, sedetil mungkin sehingga pembaca bisa tahu alur cerita mulai dari awal hingga akhir, dan kejadian-kejadian apa saja yang terjadi pada tokoh-tokoh di dalam cerita.

Mengenai aturan teknis penulisan naskah, font yang digunakan adalah Courier ukuran 12 dengan spasi tunggal. Aturan baku dalam penulisan naskah tersebut sudah diformulasikan. Dengan memegang aturan tersebut, dapat diperkirakan jika satu halaman dalam naskah sama dengan durasi satu menit. (/Wfr)