Pentingnya Keamanan Siber dalam Dunia Ekonomi

Kamis (23/8), Centre for Digital Society (CfDS) FISIPOL menyelenggarakan agenda rutin mereka yaitu DIFUSSION. Agenda ini dilangsungkan di Digilib Cafe dan dimulai pada pukul 15.00 dan dibuka oleh Mbak Lia selaku Research Manager CfDS. DIFUSSION sendiri merupakan agenda diskusi rutin CfDS dan pada hari itu mengangkat tema “Keamanan Siber”. Sekitar 25 peserta hadir dalam acara ini dan turut berpartisipasi dalam setiap sesi diskusi.

DIFUSSION kali ini dibagi menjadi tiga sesi, dimana dalam sesi tersebut, tiga pembicara yang berbeda akan menyampaikan hasil riset mereka masing-masing namun tetap dalam tema besar Keamanan Siber. Pada masing-masing sesi, peserta akan disuguhi dengan video pembuka yang membahas garis besar dari topik yang akan dibicarakan. Selain itu, peserta juga dipersilakan untuk mengajukan pertanyaan dan komentar saat masing-masing pembicara selesai memaparkan materi pokok mereka.

Sesi pertama adalah diskusi mengenai kaitan perang dagang dan keamanan data. Sesi ini disampaikan oleh Arumdriya Murwani—Research Assistant CfDS—yang membawakan materi dengan judul “Dampak Perang Dagang AS-Tiongkok terhadap Isu Perlindungan Data”. Pada sesi ini, Arum menjelaskan bahwa isu kejahatan dan keamanan siber sangatlah dekat kaitannya dengan Perang Dagang yang baru-baru ini digelorakan. Sebagai contoh, Arum memberi contoh bahwa saat ini Tiongkok mulai bertumbuh pesat dibidang produksi gawai dan menyaingi pasar Amerika Serikat. Kaitannya dengan keamanan siber adalah adanya kekhawatiran bahwa gawai yang dipasarkan dapat menjadi salah satu alat spionase. Seperti yang kita ketahui, Tiongkok sendiri saat ini mulai merajai pasar gawai internasional yang mengunggulkan harga bersahabat namun dengan kualitas yang tidak kalah hebat. Dari sini kemudian muncul kekhawatiran bahwa kedudukan Tiongkok di pasar gawai tidak hanya menguntungkannya dalam hal ekonomi, namun juga dapat memberikan keuntungan informasi yang didapat dari hasil spionase.

Sesi diskusi kedua kemudian disampaikan oleh Ellyaty Priyanka, Research Assistant CfDS. Dalam sesi ini, Elly membawakan topik bahasan yang berjudul “Tantangan dalam Melembagakan Keamanan Siber di ASEAN”. Elly mengawali diskusinya dengan memaparkan urgensi pengamanan siber di ASEAN. Elly mengatakan bahwa selain risiko kerawanan yang sangat kompleks, adanya spillover effect ini juga menjadi urgensi bagi ASEAN untuk segera melakukan pengamanan siberSedangkan yang menjadi tantangan saat ini adalah peningkatan penggunaan ponsel dan internet. Spillover ini menjadi salah satu hal yang dikhawatirkan karena serangan ke salah satu titik dapat berdampak dan mengancam titik lain pula. Mengingat tinginya urgensi pengamanan siber di ASEAN, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah menjalin kerjasama dengan pihak swasta. Perusahaan swasta sendiri dinilai memiliki kemampuan dan sumber daya yang cukup untuk mengatasi dan melakukan mitigasi terhadap kejahatan siber. Dengan begitu, ASEAN memiliki tugas untuk meyakinkan perusahaan swasta supaya mau berinvestasi di bidang pengamanan siber untuk ASEAN.

Selesainya sesi kedua, diskusi dilanjutkan dengan pemaparan topik ketiga oleh Anggika Rahmadiani, Research Associate CfDS. Dalam sesi ini, Anggika mengangkat isu mengenai skimming saldo ATM yang baru-baru ini terjadi dan memamparkan materi yang berjudul “Bagaimana Bank Memastikan Keamanan Perbankan Digital di Indonesia?” Anggika mengatakan bahwa digitalisasi di dunia perbankan mengharuskan pemerintah Indonesia untuk membuat kebijakan terkait keamanan perbankan digital. Kasus skimming yang dialami oleh BRI dijadikan sebagai studi kasus untuk mengkaji topik ini. Anggika menjelaskan bahwa penggunaan tanda tangan digital dan dua tahap verifikasi merupakan upaya yang sudah dilakukan untuk menjaga keamanan perbankan digital. “Intinya, semakin mudah suatu transaksi dilakukan, semakin rentan pula keamanan dari transaksi tersebut,” ujarnya. Di penghujung sesi diskusi, Anggika menjelaskan bahwa dari pemerintah sendiri, sudah ada kebijakan yang dibuat di bawah otoritas OJK pada tahun 2017. Kebijakan tersebut mewajibkan seluruh bank yang memiliki layanan digital untuk membuat satu divisi khusus yang menangani masalah digital dan siber.

Pemaparan dari Anggika kemudian sekaligus menutup acara DIFUSSION pada sore hari itu. Setelah sesi diskusi ketiga selesai, Mbak Lia kembali memberi kesempatan bagi para peserta untuk mengajukan pertanyaan maupun komentar. Di penghujung acara, Mbak Lia mengatakan bahwa mereka sangat terbuka apabila masih ada peserta yang ingin bertanya secara detail ke para pembicara. Setelah dirasa bahwa tidak ada lagi peserta yang mau mengajukan pertanyaan atau komentar, acara kemudian secara resmi ditutup pada pukul 16.37 oleh Mbak Lia.