Peristiwa Sakit dan Meninggalnya Petugas Pemilu 2019 sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB)

Yogyakarta, 8 Mei 2019—Fisipol UGM mengadakan konferensi pers mengenai hasil riset mengenai kejadian sakit dan meninggalnya petugas pemilu 2019. Riset ini merupakan salah satu riset lintas disiplin yang melibatkan Fisipol, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK), dan Fakultas Psikologi UGM.

Bertempat di Digilib Café, konferensi pers yang dihadiri oleh kurang lebih 21 media ini dibuka dengan pernyataan Erwan Agus Purwanto, Dekan Fisipol UGM, yang mengatakan bahwa kejadian ini merupakan Kejadian Luar Biasa (KLB). “Keputusan untuk menjadikan peristiwa ini sebagai KLB adalah supaya peristiwa serupa tidak akan terjadi lagi pada pemilu berikutnya,” ungkapnya.

Pernyataan tersebut disetujui oleh Ova Emilia, Dekan FKKMK UGM, yang kemudian mengatakan bahwa fakultasnya bersedia untuk bekerja sama dan memberi dukungan dalam kegiatan penelitian dan kajian terkait sakit dan meninggalnya petugas pemilu 2019. Dari sisi medis, yang dapat dilakukan adalah membantu penelusuran penyebab sakit dan meninggalnya para petugas pemilu. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara otopsi fisik, otopsi verbal, dan wawancara terhadap near-miss people (orang yang mengalami kesakitan yang sama namun tidak sampai meninggal).

Namun perlu diingat bahwa tindakan otopsi tidak dapat selalu dilakukan. “Tindakan otopsi fisik hanya akan dilakukan apabila memang diperlukan, misalnya saat masih ditemukan kejanggalan atau ketidakjelasan dari upaya penelusuran penyebab,” ungkap Ova. Peristiwa ini dianggap sebagai KLB karena tidak seharusnya orang meninggal akibat bertugas sebagai petugas di TPS. Secara medis, kematian yang disebabkan karena kelelahan memang mungkin terjadi, namun hal tersebut tidak lantas menjadikan pekerjaan sebagai petugas pemilu 2019 menjadi pekerjaan yang beresiko terhadap kematian. Menurut data dari KPU pada tanggal 4 Mei menyebutkan bahwa jumlah petugas pemilu 2019 yang meninggal mencapai 440 orang, sementara, petugas yang sakit mencapai 3.788 orang.

“Selain itu, jumlah orang yang meninggal jauh lebih tinggi pada pemilu tahun ini, dibandingkan dengan jumlah dari pemilu sebelumnya, maka dari itu peristiwa ini layak disebut sebagai KLB,” imbuh Riris Andono Ahmad, salah satu perwakilan lain dari FKKMK UGM. Sama halnya dengan Fisipol dan FKKMK UGM, Faturochman, Dekan Psikologi UGM juga sepakat bahwa peristiwa ini memang merupakan KLB. Akan tetapi, dirinya mengatakan bahwa dari Fakultas Psikologi sendiri lebih memfokuskan pada analisis beban kerja para petugas pemilu 2019.

“Perancangan beban kerja dan perhitungan antara beban kerja dan tenaga kerja yang tersedia menjadi hal yang perlu dikaji dalam hal ini,” jelasnya. Selain itu, Faturochman juga menekankan pada pentingnya kesejahteraan kerja para petugas. “Nah yang kemudian menjadi pertanyaan adalah, apakah pemerintah kita sudah benar-benar memperhatikan kesejahteraan mereka para petugas?” ujarnya.

Sebenarnya, kasus sakit dan meninggalnya petugas pemilu ini bukan merupakan kasus pertama. “Pada pemilu sebelumnya, terdapat sekitar 100an petugas pemilu yang meninggal,” ungkap Riris. Yang kemudian menjadikan kasus ini menjadi hal yang cukup panas adalah karena kejadian ini digoreng oleh kedua kubu pasangan calon. Selain itu, kasus ini juga dibumbui dengan pengkaitan tuduhan kecurangan yang dilakukan di TPS.

Sebelum konferensi pers ini diselenggarakan, masing-masing perwakilan dari ketiga fakultas yang terlibat sudah terlebih dahulu mengadakan diskusi pada Rabu, 8 Mei 2019 dan membentuk Kelompok Kerja Kajian Mortalitas Petugas Pemilu 2019. Riset ini berfokus pada identifikasi faktor resiko yang menyebabkan kesakitan dan kematian petugas pemilu dengan memperhatikan sebaran kematian dan situasi sosial-politik lokal.

Dalam pengkajian tersebut, Ova mengatakan bahwa ada faktor dan resiko tertentu yang dapat menyebabkan kesakitan dan kematian, seperti misalnya faktor usia atau penyakit-penyakit tertentu yang tidak pernah diketahui sebelumnya oleh para petugas pemilu. “Nantinya, output dari riset ini akan berupa rekomendasi kebijakan yang rencananya dikomunikasikan dengan pemangku kepentingan untuk kemungkinannya bisa diujicoba pada Pilkada 2020,” jelas Abdul Gaffar. Apabila uji coba tersebut dinyatakan berhasil, hal tersebut akan digunakan sebagai penguat rekomendasi perbaikan sistem pemilu di tingkat nasional.

Selain itu, Kelompok Kerja Kajian Mortalitas Petugas Pemilu 2019 juga berharap supaya kedepannya penelitian dapat dilakukan dengan lebih mendalam, dengan melibatkan disiplin ilmu lain dari universitas-universitas di seluruh Indonesia, terutama di daerah yang menunjukkan angka kejadian cukup tinggi. (/Jkln)