POLGOV FISIPOL UGM Soroti Gerakan Warga dan Akses Air Bersih di Indonesia dalam Buku Terbaru

Yogyakarta, 16 Juli 2024─Pulau Jawa diprediksi akan mengalami kekurangan air yang parah pada tahun 2030. Prediksi yang mengkhawatirkan ini adalah akibat dari perubahan iklim yang menyebabkan cuaca tidak menentu. Di sisi lain, hak atas air merupakan Hak Asasi Manusia. Akan tetapi, tuntutan pertumbuhan ekonomi sering kali mengutamakan proyek infrastruktur fisik daripada ketersediaan air bersih. Atas nama peningkatan pendapatan ekonomi lokal, banyak proyek pembangunan telah merampas hak atas air warga.

Menjawab kekhawatiran ini, Research Centre for Politics and Government (POLGOV) FISIPOL UGM, bekerja sama dengan 16 dosen dan peneliti muda dari berbagai kampus di Indonesia, menerbitkan buku terbaru bertajuk “Macetnya Air Kami: Gerakan Warga dan Akses Air Bersih di Indonesia”. Buku yang ditulis oleh Amalinda Savirani, Amrita Nugraheni Saraswaty, Arga Pribadi Imawan, Luky Sandra Amalia, Wijanto Hadipuro, serta penulis lainnya ini, mencoba menggali tantangan dan keberhasilan gerakan warga dalam mempertahankan hak dasar mereka atas air.

Buku ini menyoroti keberhasilan dan kegagalan perjuangan warga dalam mempertahankan hak dasar mereka. Buku ini menggali kondisi kelangkaan air di berbagai wilayah di Indonesia dan memotret gerakan sosial yang muncul sebagai respons. Beberapa gerakan ini berhasil, sementara yang lain tidak. Buku ini bertujuan untuk menganalisis kelentingan warga dalam merebut hak dasar mereka serta memahami faktor-faktor yang menyebabkan keberhasilan dan kegagalan.

Para penulis mencoba memberikan pemeriksaan komprehensif terhadap krisis air, menekankan pentingnya air yang dapat diakses oleh semua orang. Mereka berpendapat bahwa melindungi ekosistem dan memastikan air bersih untuk komunitas harus menjadi prioritas dalam perencanaan dan proyek pembangunan kota. Buku ini juga membahas peran pemerintah lokal dan organisasi komunitas dalam mengatasi kelangkaan air dan mempromosikan praktik pengelolaan air yang berkelanjutan.

Salah satu pesan utama dari buku ini adalah perlunya pendekatan yang seimbang terhadap pembangunan yang tidak mengorbankan ketersediaan air bersih. Para penulis menyerukan kebijakan yang mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi dengan perlindungan sumber daya alam dan hak-hak warga. Mereka menyoroti studi kasus yang berhasil di mana komunitas telah berhasil memobilisasi untuk mengamankan hak atas air mereka, menawarkan pelajaran berharga bagi wilayah lain yang menghadapi tantangan serupa.

Buku ini juga membahas implikasi yang lebih luas dari kelangkaan air terhadap kesehatan masyarakat, stabilitas ekonomi, dan kohesi sosial. Buku ini menekankan keterkaitan akses air dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) lainnya, seperti perlindungan ekosistem dan penciptaan kota yang berkelanjutan.

Sebagai kesimpulan, semoga keberadaan buku ini dapat menginspirasi penelitian dan tindakan lebih lanjut untuk mengatasi isu perihal ketersediaan air bersih yang mendesak ini.

Buku “Macetnya Air Kami: Gerakan Warga dan Akses Air Bersih di Indonesia” dapat dibeli melalui tautan berikut.