Seri 3 Kuliah Kewirausahaan Sosial: Membangun Bisnis Berkelanjutan dengan Menyebarkan Manfaat

Yogyakarta, 28 Februari 2020—“Jika sejak awal berdiri, orientasi kami dalam membangun bisnis ini adalah meraup keuntungan sebanyak-banyaknya, Ruangguru tidak akan bertahan sampai sekarang,” kata Adamas Belva Syah Devara, Co-Founder Ruangguru, dalam acara bertajuk Seri 3 Kuliah Kewirausahaan Sosial: Sebar Ilmu ke Semua Penjuru, Jumat lalu. Hingga 2020, jumlah pengguna startup pendidikan terbesar di Indonesia yang digawangi Belva tersebut telah mencapai 15 juta siswa.

Acara tersebut diselenggarakan atas inisiatif Departemen Politik & Pemerintahan Fisipol UGM dan didukung oleh Pusat Inovasi & Kajian Akademik UGM. Sejak pukul 13.00, deretan kursi di Auditorium Mandiri Lantai 4 Fisipol UGM, tempat penyelenggaraan acara, dipenuhi para hadirin. Selain Belva, hadir pula dalam acara tersebut Founder Bahaso, Tyovan Ari Widagdo. Ari mulai mengembangkan platform tempat orang bisa belajar bahasa asing secara online tersebut pada tahun 2015. Kepada hadirin, Belva dan Ari bercerita soal pengalaman mereka membangun bisnis yang biasa dikenal banyak orang sebagai sociopreneur atau kewirausahaan sosial.

“Prinsip utama kewirausahaan sosial adalah menyebarkan manfaat seluas-luasnya dengan biaya seminimal mungkin, karena dengan itu, bisnis justru bisa sustain,” kata Belva. Belva menyatakan, tujuan awal didirikannya Ruangguru pada tahun 2014 adalah untuk meningkatkan pemerataan pendidikan Indonesia. Hal tersebut, menurut Belva, dapat dicapai lewat pemanfaatan teknologi digital. Pada titik tersebut, yang memegang peranan penting adalah anak muda. “Saat ini, perusahaan atau startup besar selalu berbasis teknologi digital yang notabene nyaris hanya dikuasai oleh anak muda,” ungkap Belva.

Kepada hadirin, Belva mengatakan bahwa saat ini Indonesia masih tergolong tertinggal di bidang pendidikan. “Profesor saya dari Harvard mengatakan bahwa untuk mengejar ketertinggalan tersebut dari negara-negara maju, Indonesia butuh waktu 128 tahun,” ungkap Belva. Dilansir Deutsche Welle, saat ini, Indonesia menempati peringkat kelima negara dengan kualitas pendidikan terbaik di ASEAN setelah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand. Angka tersebut tentu tak tergolong buruk. Hanya saja, perlu kita ingat bahwa negara di ASEAN hanya berjumlah sepuluh.

“Padahal, pendidikan adalah kunci untuk hidup yang lebih baik,” tambah Belva. Sementara itu, kepada hadirin, Ari menjelaskan tentang pentingnya penguasaan bahasa asing di era modern bagi masyarakat Indonesia. Menurut Ari, pendidikan formal selama ini hanya mengajarkan bahasa asing untuk pencapaian akademis. Mata pelajaran bahasa Inggris di sekolah, misalnya, hanya menuntut para siswa memperoleh nilai tinggi.

Di sisi lain, Ari menyatakan bahwa waktu 12 tahun untuk mempelajari bahasa asing dari SD hingga SMA tergolong terlalu lama. “Bahasa Inggris tidak dipelajari sebagai alat komunikasi. Maka dari itu, banyak orang masih ikut les setelah lulus SMA,” tambahnya. Adapun kepada hadirin, Ari menyatakan bahwa Bahaso bertujuan memberi ruang bagi siapapun untuk mempelajari bahasa asing secara mandiri dan tanpa tekanan sosial. “Di Bahaso, orang bisa belajar di manapun dan kapanpun ia mau. Mereka bisa belajar di dalam kamar tanpa takut dan malu jika salah,” kata Ari.

Bagi Ari, penguasaan bahasa asing berpengaruh penting pada kemajuan suatu masyarakat, bahkan negara. Dengan menguasai bahasa asing, orang akan mampu bertahan dan punya nilai jual di tengah persaingan ekonomi global. “Dalam sebuah negara, penguasaan bahasa asing yang baik oleh masyarakatnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 38%,” jelas Ari. Bagi Belva dan Ari, Ruangguru dan Bahaso tak semata perusahaan dengan perhitungan untung-rugi yang begitu detail. Lebih jauh, keduanya sama-sama bertujuan untuk mengingkatkan pendidikan dan SDM masyarakat Indonesia. (/Snr)