Sesi Siaran Langsung CDC FISIPOL UGM: Mengelola Relasi di Tengah Pandemi

Yogyakarta, 29 April 2020—Career Development Center atau CDC FISIPOL UGM mengangkat topik relasi secara daring dalam sesi siaran langsung melalui akun resmi Instagramnya, @cdcfisipolugm. Sesi siaran langsung yang bertajuk “Managing Relationships During Pandemic” ini diisi oleh salah satu psikolog CDC, Dina Wahida, M.Psi.

Siaran langsung dimulai sejak pukul 13.00 WIB, namun penyampaian materi baru dilakukan pukul 13.16 WIB. Dalam rentang waktu menunggu peserta yang lain hadir, Dina menyapa para peserta yang sudah bergabung dalam sesi siaran langsung sambil terus mengajak peserta berbincang. Dina juga meminta saran peserta terkait dengan topik dan jam pelaksanaan untuk sesi siaran langsung psiko-edukasi yang akan dilaksanakan hari Kamis minggu depan.

Dina memulai pemaparan materi dengan menanyakan apa yang terlintas di pikiran peserta jika mendengar kata relasi. Relasi, pada dasarnya, memiliki berbagai macam makna, tidak sebatas hanya pada hubungan romansa dengan pasangan. Relasi juga dapat dimaknai sebagai hubungan dengan atasan atau bawahan, dengan teman, dan dengan keluarga.

Sebelum berbicara mengenai relasi, ada baiknya individu memperhatikan diri sendiri terlebih dahulu. Sebab, di dalam suatu hubungan, terdapat unsur-unsur yang tertanam dalam diri sendiri, seperti kemampuan adaptasi, bagaimana cara pandang terhadap diri sendiri, dan kemampuan sosial dalam konteks bersosialisasi. Individu juga tidak harus menuntut segala sesuatu untuk sempurna, lebih baik jika menerima apa adanya. Dengan membiasakan diri untuk menerima apa adanya, individu akan lebih merasa puas dengan relasi, tidak akan ada perasaan kecewa berlebih. Dengan menerima apa adanya pula, seseorang dapat merasa lebih meaningful.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam menjalin relasi yang baik. Pertama, berikan apresiasi dan afeksi pada satu sama lain. Di masa pandemi seperti ini, apresiasi dan afeksi dapat diberikan secara daring langsung ke orang yang bersangkutan, dengan cara mengirim pesan atau video yang menggambarkan perasaan. Dengan memberikan apresiasi dan afeksi, sikap saling peduli dan perhatian dapat terjalin, hingga akhirnya akan muncul rasa nyaman dan ketergantungan.

Relasi dapat menjadi lebih erat dengan adanya rasa nyaman dan ketergantungan. Ketergantungan yang produktif dan merasa membutuhkan satu sama lain merupakan hal yang baik. Namun, jika terlalu bergantung sehingga tidak bisa mandiri sendiri-sendiri, maka ada yang perlu dievaluasi. Tidak ada batasan dalam pemberian afeksi dan apresiasi, hanya saja jangan dilakukan dengan berlebihan hingga membuat risih. Agar penyampaian afeksi dan apresiasi dapat lebih cair, bisa dengan menggunakan humor seperti meme atau video-video lucu.

Kedua, melakukan komunikasi yang positif. Dalam konteks poin pertama, komunikasi yang positif dapat dilakukan dengan memberikan afeksi dan apresiasi ke orang lain meskipun individu belum mendapatkan afeksi dan apresiasi dari orang tersebut. Secara alamiah, hal tersebut nantinya akan menjadi suatu timbal balik dalam relasi. Selain itu, komunikasi positif juga dapat dilakukan dengan memberikan pujian yang ikhlas, jujur, dan tidak berlebihan. Untuk membangun komunikasi positif juga harus dihindari tindakan saling menyalahkan dalam relasi, serta berkompromi satu sama lain mengenai hal-hal yang disetujui dan tidak.

Poin ketiga adalah buat komitmen untuk membangun relasi. Komitmen dapat dibangun jika dalam relasi terdapat rasa percaya, rasa saling mengandalkan, dan rasa kesetiaan. Keempat, relasi yang baik dapat dijalin melalui quality time bersama. Tentu saja, di masa pandemi yang mengharuskan untuk self-quarantine ini, quality time dilakukan secara daring melalui video call atau berbalas pesan. Dalam kebanyakan kasus, melakukan video call merupakan metode yang paling efektif karena dapat mengetahui kondisi dan situasi dari si lawan bicara. Selain itu, quality time juga dapat dilaukan dengan berbagi kisah lucu atau mewujudkan spiritual well-being dan share-value.

Poin yang tidak kalah pentingnya dalam menjalin relasi adalah mengelola konflik. Adanya konflik dalam suatu relasi justru menunjukkan hubungan yang baik, sebab berarti individu yang terlibat sudah dekat secara emosi—dapat dilihat dengan kemampuan individu mengekspresikan emosinya. Sehingga, keberadaan konflik dalam relasi perlu dilihat sebagai peluang dan tantangan agar terbentuk resiliensi konflik dalam relasi. Manajemen emosi ini juga harus dibarengi dengan manajemen stres, insecurity, dan overthinking, terutama di situasi pandemi seperti ini. Manajemen stres, insecurity, dan overthinking membantu individu dalam relasi untuk beradaptasi satu sama lain. Tidak lupa, memilih platform yang tepat juga penting dalam manajemen dan penyelesaian konflik. Di akhir penjelasan, Dina juga menyisipkan dua cara membatasi overthinking, yaitu dengan metode analogi keranjang dan analisis mana hal-hal penting dan tidak penting.

Dina menjelaskan materi sambil menjawab pertanyaan dari para peserta. Sehingga, diskusi yang dilakukan pada sesi siaran langsung ini bersifat dua arah meskipun terbatas melalui kolom komentar. Di akhir sesi siaran langsung, Dina juga membacakan dan menjawab pertanyaan serta tanggapan yang sudah dikirimkan oleh beberapa pengikut akun CDC terkait topik pengelolaan relasi sehari sebelum pelaksanaan sesi siaran langsung. Dina juga kembali mengingatkan peserta bahwa mulai minggu depan akan ada siaran langsung psiko-edukasi bersama psikolog CDC setiap hari Kamis. Sesi siaran langsung resmi diakhiri pukul 14.00 WIB. (/hfz)