Yogyakarta, 19 Juli 2024─Dalam upaya untuk mencairkan ketegangan antara praktik dan konsep rehabilitasi sosial, Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM menggelar The 4th Graduate Symposium bertajuk “Pengembangan Peta Jalan Rehabilitasi Sosial di Indonesia: Inklusivitas, Keberlanjutan, dan Kemandirian Sosial”. Simposium ini bertujuan untuk merumuskan strategi dan langkah konkret dalam meningkatkan inklusivitas, keberlanjutan, serta kemandirian sosial dalam program rehabilitasi sosial di Indonesia. Acara yang dilakukan secara hybrid ini menghadirkan Dr. Salahuddin selaku Sesditjen Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI sebagai pembicara utama yang membahas mengenai peta jalan rehabilitasi sosial.
Membuka diskusi, Salahuddin menyampaikan mengenai pentingnya pengembangan peta jalan rehabilitasi sosial. Peta jalan rehabilitasi mencakup tiga aspek penting di tengah transisi kepemimpinan Indonesia periode 2025-2029, yaitu aspek inklusivitas, keberlanjutan, dan kemandirian sosial. “Peta jalan rehabilitasi sosial mencakup tiga aspek yang menjadi konsep fundamental untuk penyesuaian model dan intervensi serta memastikan pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia berjalan dengan baik,” ujarnya.
Dalam pengembangan peta jalan rehabilitasi sosial ini, Salahuddin juga menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antar aktor mulai dari pemerintah, LSM, hingga masyarakat itu sendiri. Salahuddin juga tak lupa menyampaikan pentingnya peran akademisi. “Peta ini agar tidak sesat di jalan membutuhkan kontribusi pemikiran akademisi untuk ikut memotret seberapa baik upaya yang sudah dilakukan sampai saat ini dalam mendorong peningkatan kesejahteraan sosial,” ungkap Salahuddin. Ia juga menambahkan pentingnya konsep dan teori yang kuat untuk beradaptasi dengan perubahan sosial yang dinamis.
Namun, Salahuddin menggambarkan realitas di lapangan yang menunjukkan berbagai tantangan untuk mencapai pelayanan optimal. Tantangan pertama yang dihadapi seperti minimnya koordinasi lintas aktor. “Minimnya koordinasi antar aktor seperti pemerintah, industri, LSM, dan masyarakat akan menyebabkan perbedaan persepsi yang akhirnya memunculkan ketegangan-ketegangan,” tuturnya.
Tantangan selanjutnya adalah keterbatasan sumber daya manusia dan fasilitas. “Keterbatasan sumber daya manusia yang profesional dan fasilitas yang mumpuni menghambat adaptasi multi pelayanan,” tambahnya. Selain itu ia juga menambahkan bahwa kurangnya keberlanjutan untuk menjamin kehidupan penerima manfaat dalam jangka panjang menjadi tantangan yang sulit untuk diselesaikan.
Sebagai penutup, Salahuddin menekankan peran kolaboratif dan peningkatan sumber daya untuk terus mengembangkan peta jalan rehabilitasi sosial termasuk program rehabilitasi seperti Atensi. “Peta jalan rehabilitasi sosial akan memberikan arah terwujudnya pelayanan rehabilitasi sosial yang prima, mudah diakses, dan akuntabel,” tutup Salahuddin.
Penyelenggaraan Simposium PSdK ini menjadi manifestasi dan komitmen bersama untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan poin 3 tentang kehidupan sehat dan sejahtera dan poin 10 tentang berkurangnya kesenjangan.