Talk 1 Digitalk#39: Menguak Pemanfaatan Data yang Mengancam Privasi

Yogyakarta, 22 April 2020—Center for Digital Society (CfDS) selenggarakan Digitalk#39 yang terdiri atas dua sesi besar. Sesi pertama mengangkat topik nilai politik dan komersial data yang dimulai semenjak tanggal 21 April 2020 hingga 23 April 2020. Sesi pertama dimulai dengan Talk 1 bertajuk “The Data I Called: Data Collection of State and Business” yang diisi oleh Katharina Nocun, seorang penulis dan aktivis privasi dari Jerman.

Dalam Talk 1, Katharina memaparkan isi bukunya yang berjudul The Data That I Summoned. Buku ini menceritakan tentang eksperimennya dalam menguak bagaimana perusahaan-perusahaan besar menyimpan dan memanfaatkan data konsumen. Katharina mengaku bahwa eksperimen ini merupakan pengalaman yang cukup menakutkan karena membuatnya mengenal diri  sendiri lebih jauh hanya bersumber dari data.

Pertama-tama Katharina menjelaskan tentang delapan jaminan hak atas perlindungan data yang dimuat dalam General Data Protection Regulation oleh Uni Eropa. Hak-hak tersebut terdiri dari hak atas informasi, hak atas akses, hak atas perbaikan data, hak atas penghapusan, hak untuk melarang pemrosesan data, hak atas portabilitas data, hak untuk menolak, dan hak menghindari  penggunaan data untuk penentuan keputusan secara otomatis.  Selain regulasi tersebut, setiap orang di Jerman berhak untuk meminta akses atas datanya kepada perusahaan-perusahaan tertentu.

Ketertarikannya muncul ketika suatu hari Katharina meminta datanya dari penggunaan kartu anggota di supermarket. Setelah meminta untuk yang kedua kali, ternyata data yang tersimpan sangatlah lengkap, mulai dari produk yang dibeli, harga, pajak, jumlah pengeluaran, hingga keterangan lokasi supermarket. Selain itu, terdapat kasus di Amerika di mana sebuah apotek berhasil mendeteksi pelanggan yang sedang hamil lebih dulu daripada keluarganya sendiri hanya dengan melihat data produk make up yang dibeli. Oleh karena itu, penting untuk peduli pada pemanfaatan data karena memungkinkan pihak lain bisa lebih mengetahui tentang diri kita daripada orang terdekat kita. Perusahaan-perusahaan bisa mengkombinasikan data kita dengan data lainnya yang sudah terkumpul untuk mendapatkan informasi seputar kehidupan personal kita.

Sayangnya, pemanfaatan data ini memang sulit untuk dihindarkan, terutama apabila kita melakukan transaksi di perusahaan-perusahaan besar yang berbasis daring, misalnya Amazon. Katharina mencoba meminta datanya selama empat belas bulan berselancar di Amazon. Tidak hanya produk-produk yang dibeli, semua rekam jejak Khatarina tersimpan dan bisa digunakan untuk melacak di mana saja dirinya membuka situs Amazon, kapan dirinya sering berbelanja, seberapa sering mengunjungi keluarga, destinasi berlibur, bahkan berapa lama browser Katharina memuat situs Amazon.

Selain Amazon, Katharina juga melakukan eksperimen pada salah satu perusahaan streaming ternama, yaitu Netflix. Hasilnya, ternyata Netflix tidak hanya menyimpan data film yang ditonton atau dicari, tetapi juga termasuk informasi detik dan menit ke berapa dalam suatu film dilewatkan, dipercepat, dan diulangi. Katharina sendiri mengaku bahwa Ia sering melewatkan adegan sadis dan sering menonton ulang akhir cerita yang romantis. Menurutnya, hal ini cukup berbahaya karena bisa menjadi sumber untuk mengidentifikasi informasi personalnya, misalnya terkait mood dan kepribadian.

Katharina menggambarkan bahwa semua orang seolah-olah menjadi telanjang ketika datanya dimiliki pihak lain. Hal ini berbahaya apabila disalahgunakan, misalnya untuk kepentingan politik atau kelompok radikal. Hanya berkaca dari riwayat pembelian atau data lainnya, seseorang bisa dicurigai atau seolah diidentifikasi kepentingannya. Padahal, mesin hanya melihat data yang terekam, tidak peduli alasan dibalik itu.

Terakhir, Katharina menambahkan bahwa di era ini, ketika kita mendapatkan layanan gratis, bisa jadi itu karena kita membayar dengan data kita. Bahkan beberapa layanan membuat kita tetap membayar dan tetap menyerahkan data kita, seperti Netflix. Awalnya hal ini terdengar biasa saja, tetapi setelah Katharina menyaksikan sendiri data apa saja yang dikumpulkan, hal ini menjadi lebih mengerikan.

“Padahal, semua orang memiliki sesuatu yang disembunyikan, yaitu privasi. Kita semua membutuhkan sebuah ruang untuk diri kita sendiri,” imbuh Katharina. Oleh karena itu, penting untuk memahami apa saja data kita yang diinginkan oleh perusahaan dan mempertimbangkan seberapa penting layanan yang ditawarkan sebelum menyerahkan data kita. (/Raf)