Tindak Lanjut Hasil Review United Nations Convention Against Corruption: Pentingnya Nilai Integritas dalam Partai Politik

Yogyakarta, 22 Oktober 2019—Integritas sebagai sebuah nilai sangat penting untuk dipraktikan menjadi sebuah sistem dalam partai politik di Indonesia, menurut Sujanarko, Direktur Pembinaan Jaringan Kerjasama Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) Komisi Pemberantasan Korupsi.

Hal tersebut disampaikan Sujanarko dalam diskusi KPK bersama Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM yang bertajuk “Peran Pemerintah dan KPK Dalam Tindak Lanjut Hasil Review United Nations Convention Against Corruption” ruang sidang Dekanat, gedung BB Lantai 2 Fisipol UGM Selasa lalu.

“Perubahan sistem dan nilai dalam partai politik kita itu sangat penting, dan menjadi salah satu dari beberapa rekomendasi PBB dalam UNCAC yang menarik namun sayang belum terlaksana” ujar Sujanarko. Menurutnya nilai integritas masih sangat sulit untuk dimasukan dan menjadi sebuah sistem yang berjalan dalam partai politik, pasalnya masih banyak partai politik yang hirarkis dan hanya mengikuti arahan ketua partai.

KPK lewat Sistem Integritas Partai Politik atau SIPP sudah berupaya untuk memenuhi rekomendasi tersebut dan sudah ada beberapa partai politik yang mengadopsinya. Mayoritas partai politik yang sudah mengaplikasikannya merupakan partai politik yang masih belia, sedangkan partai politik yang sudah lama cenderung mengalami kesulitan dalam pengimplementasian.

Selain integritas partai politik, rekomendasi dari UNCAC juga membahas terkait revisi Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam rekomendasi UNCAC, pasal 12 B UU KPK terkait gratifikasi dinilai tidak diperlukan karena sudah tercantum dalam pasal 5. UNCAC adalah konvensi internasional yang mengatur terkait upaya dan instrumen dalam pemberantasan korupsi yang diadopsi pada tahun 2003 dan berlaku sejak tahun 2005. Indonesia menjadi jadi negara yang paling pertama di review oleh PBB setelah ratifikasi UNCAC.

Menurut Sujanarko, tujuan utama dari UNCAC bukanlah menangkap koruptor semata namun kesejahteraan publik lewat pemberantasan korupsi. Pasalnya korupsi merupakan salah satu hambatan dalam mencapai kesejahteraan dalam pembangunan sebuah bangsa. Konvensi ini juga mencoba untuk mengubah paradigma dari yang awalnya berfokus pada penangkapan pelaku menjadi fokus pada pengembalian aset-aset milik negara yang dikorupsi. Selain itu juga ia mempermudah kerjasama internasional, terutama terkait dengan tukar menukar terpidana korupsi dan kasus korupsi transnasional.

UNCAC memiliki empat pilar utama dalam pemberantasan korupsi yaitu pencegahan dan kriminalisasi korupsi, kerjasama internasional dan pengembalian aset. Dengan bersandar dengan empat pilar tersebut, UNCAC diharapkan akan menjadi basis instrumen pencegahan dan pemberantasan kejahatan korupsi di tingkat internasional.

Diskusi yang terlaksana dimulai dengan pemaparan materi oleh Sujanarko, dan kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dengan peserta. Diskusi ini dihadiri oleh Dekan Fisipol, Prof. Dr. Erwan Agus Purwanto dan beberapa Wakil Dekan beserta dosen-dosen Fisipol yang memiliki riset terkait dengan korupsi dan politik di Indonesia. (/AAF)