Twit Isu Negatif Meningkat Drastis Pascapemilu 2019

Yogyakarta, 29 April 2019Research Centre for Politics and Government (PolGov) Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) UGM kembali melakukan rilis riset analisis big data terkait Pemilu 2019. Data-data riset yang dipublikasi merupakan hasil kerja sama penelitian antara Laboratorium Big Data Analytics dan Yayasan TIFA.

Rilis analisis yang bertempat di Digilib Café ini merupakan rilis kelima yang khusus berfokus pada penyebaran isu negatif melalui jejaring sosial Twitter. Dari data penelitian yang dilakukan sejak 12-22 April 2019, sebanyak 15.486 twit terkait isu negatif yang menyasar Paslon 01, Paslon 02, dan KPU berhasil diidentifikasi.

Sebelumnya, riset sudah terlebih dahulu dilakukan terkait percakapan isu negatif Pemilu 2019, baik di ranah online maupun offline. “Riset tersebut berfokus pada wilayah Jawa Barat dan Maluku yang dianggap sebagai provinsi dengan tingkat rawan pemilu tinggi menurut kriteria Banwaslu,” ujar Abdul Gaffar Karim selaku pembahas dalam konferensi pers kali ini.

Riset pemetaan percakapan isu negatif ini dibagi menjadi tiga fase, yaitu sebelum, saat, dan setelah pemilu. Dari ketiga fase tersebut, sebaran isu negatif ditemukan paling banyak pada fase setelah pemilu.

Riset menemukan bahwa terdapat 1.743 twit isu negatif yang ditemukan sebelum pemilu. Angka tersebut sempat menurun pada saat hari pemungutan suara, yakni 709 twit. Akan tetapi, setelah pemilu justru twit isu negatif meningkat drastis menjadi 13.030 twit. “Sayangnya, tidak semua twit yang diperoleh dapat diidentifikasi lokasinya. Namun, dari data lokasi yang berhasil diidentifikasi, twit isu negatif paling banyak berasal dari Jawa Barat dan Jakarta,” ujar Wegik Prasetyo, peneliti PolGov.

Selain data persentase dan jumlah twit, riset ini juga dapat menunjukkan perubahan target sasaran dari ujaran isu negatif warganet selama periode yang telah ditentukan. Pada fase sebelum dan saat pemilu, target dari isu negatif adalah kedua paslon.

Perubahan kemudian terjadi secara drastis pada fase setelah pemilu, dimana KPU menjadi target utama dari isu negatif dengan total 8.498 twit atau setara dengan 54,9% dari keseluruhan twit terkait isu negatif.

Pada fase setelah pemilu, terjadi peningkatan frekuensi sekitar 70 kali lipat terhadap KPU. Angka tersebut terbilang cukup drastis apabila dibandingkan dengan frekuensi terhadap kedua paslon yang hanya mengalami kenaikan sekitar 3 kali lipat.

Riset ini juga berhasil memperoleh data terkait kata atau isu negatif populer yang ditujukan ke kedua paslon dan KPU pada tiga fase pemilu. “Pada fase sebelum pemilu, isu identitas menjadi isu yang mendominasi terkait isu negatif yang ditujukan ke kedua paslon. Sedangkan isu negatif yang ditujukan ke KPU berkaitan dengan isu surat suara tercoblos, perhitungan cepat, atau peretasan situs resmi KPU,” ujar Wegik.

Pada fase hari pemungutan suara, fokus dari isu negatif masih hampir sama dengan fase sebelumnya, yaitu terkait dengan isu identitas, respon diam Paslon 01, dan perhitungan cepat KPU. Hingga fase setelah pemilu, isu identitas masih menjadi kata kunci dominan dalam twit isu negatif yang ditujukan untuk Paslon 01. Sedangkan twit yang ditujukan ke Paslon 02 memunculkan isu baru, yaitu hasil perhitungan cepat palsu.

Kata kunci baru juga muncul dalam twit isu negatif yang ditujukan ke KPU. “Isu mengenai kecurangan dan KPU tersandera menjadi dua isu atau kata kunci yang mendominasi pada fase setelah pemilu,” ujar Wegik. Di penghujung konferensi pers, muncul pertanyaan mengenai penggunaan atau pengelolaan data terkait di masa mendatang. “Hingga saat ini, data yang diperoleh akan lebih digunakan sebagai data pendukung untuk melengkapi pembahasan isu-isu lain yang masih relevan,” jelas Gaffar.

Namun meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa sebagian data-data tersebut nantinya juga akan digunakan sebagai alat advokasi atau rekomendasi untuk para pemangku kebijakan. Riset dan rilis ini sendiri memiliki tujuan utama diseminasi riset untuk memberi edukasi politik terhadap publik sehingga penelitian yang dilakukan tidak hanya berhenti di ruang akademik, namun juga dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Konferensi pers yang dihadiri sekitar 16 jurnalis ini berlangsung cukup singkat, dimulai dari pemaparan latar belakang dan penemuan riset, hingga ke sesi pertanyaan. Meskipun demikian bagi pihak yang merasa ingin melakukan analisis mandiri terkait materi riset dan press release, kedua file tersebut dapat diakses melalui https://ugm.id/IsuNegatifPemilu2019. (/Jkln)