Upayakan Kikis Problema Marginalisasi, Fisipol UGM Selenggarakan Forum Inklusi Yogyakarta

Yogyakarta, 27 Agustus 2024─Tim Kajian Inklusi Sosial dan Kewargaan di Fisipol UGM bekerja sama dengan ‘Aisyiyah, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DI Yogyakarta, Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia, dan Pusat Rehabilitasi (PR) Yakkum selenggarakan Forum Inklusi Yogyakarta pada Selasa (27/8) di Ruang Auditorium Fisipol UGM. Forum ini mengumpulkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk organisasi masyarakat sipil, peneliti, dan anggota komunitas, untuk membahas pentingnya kewargaan setara dan pembangunan inklusif sebagai prasyarat terwujudnya masyarakat inklusif di Indonesia.

Terselenggaranya acara ini dilatarbelakangi oleh masih adanya tantangan yang signifikan dalam kaitannya dengan kewargaan setara dan pembangunan inklusif bagi kelompok marginal. Kebijakan diskriminatif di tingkat nasional dan lokal sering kali memperpetuasi marginalisasi, sementara sistem sosial, budaya, dan ekonomi lebih lanjut mempengaruhi bagaimana kelompok-kelompok ini diperlakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Jalinan kompleks antara proses politik dan sistem sosial di berbagai daerah memperdalam masalah marginalisasi di Indonesia. Sayangnya, produksi pengetahuan mengenai isu-isu ini belum cukup peka terhadap kompleksitas marginalisasi. Kesenjangan ini menunjukkan perlunya pendekatan berbasis bukti untuk mengatasi marginalisasi, di mana pengalaman hidup individu yang termarginalkan terhubung dengan kerja lapangan, data, dan pembuatan kebijakan.

Forum Inklusi Yogyakarta dirancang untuk menjawab tantangan-tantangan ini, yakni untuk menciptakan platform berdialog dan berkolaborasi. Salah satu tujuan utama forum ini adalah untuk mendiseminasikan temuan penelitian yang dilakukan oleh tim Fisipol UGM mengenai isu Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (GEDSI), proses pembuatan kebijakan eksklusif, dan sikap publik terhadap kelompok-kelompok marginal di Bantul dan Yogyakarta. Diseminasi ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang tantangan yang dihadapi oleh kelompok-kelompok ini.

Selain itu, forum ini memfasilitasi diskusi untuk memetakan respons kolektif terhadap isu-isu GEDSI di Bantul dan Yogyakarta. Peserta didorong untuk mengajukan rekomendasi kebijakan yang akan disampaikan kepada pemerintah daerah, memastikan bahwa suara komunitas marginal didengar dalam proses pengambilan keputusan.

Sebagai kesimpulan, Forum Inklusi Yogyakarta menjadi langkah signifikan menuju pengatasi kompleksitas marginalisasi di Indonesia. Dengan memfasilitasi dialog, berbagi pengetahuan, dan mengadvokasi kebijakan berbasis bukti, forum ini bertujuan untuk berkontribusi pada terwujudnya masyarakat inklusif di mana semua individu, tanpa memandang latar belakang mereka, dapat berkembang.