Waspada Malpraktik di Penundaan Pilkada 2020, Bawaslu dan KPU RI : Pandemi Bukan Alasan Adanya Electoral Malpractice

Yogyakarta, 23 April 2020—Pilkada 2020 yang mengalami penundaan akibat wabah COVID-19, dibahas secara mendalam pada serial diskusi bertajuk “Perlukah Mewaspadai Malpraktik dalam Penundaan Pilkada 2020?” yang diadakan oleh mahasiswa program Magister Departemen Politik  Pemerintahan Konsentrasi Tata Kelola Pemilu yang dipandu oleh Abdul Gaffar Karim, Koordinator Konsorsium Pendidikan Tata Kelola Pemilu Indonesia sekaligus dosen Departemen Politik Pemerintahan Fisipol UGM.

Diskusi yang bekerjasama dengan BAWASLU dan KPU RI, dibuka oleh Erwan Agus Purwanto selaku Dekan Fisipol UGM, “Adanya wabah covid-19 menimbulkan pertanyaan apakah menunda Pilkada menjadi realistis karena energi dikerahkan untuk menanggulangi wabah virus. Namun saya sepakat, jangan sampai upaya menanggulangi wabah menjadi alasan untuk tidak menjaga praktik demokrasi tidak berjalan baik. Jangan sampai pandemi dipakai sebagai dalil electoral malpractice, “ ujar Erwan dalam pembukaannya.

Pembicara pertama, Arief budiman, selaku ketua KPU RI  menjabarkan ada dua kecenderungan malpraktik  yakni sengaja dan tidak sengaja. “KPU berusaha akan memilih opsi-opsi yang disediakan Makamah Konsitusi sebaik-naiknya karena dalam hal merevisi peraturan UU, KPU tidak terlibat sehingga banyak pasal yang harus disesuaikan mulai dari teknis hingga substansi, “ ujar Arief.

Ketidaksengajaan malpraktik pun terlihat salah satunya pada penentuan Daerah Pemilihan, “Penentuan Daerah Pemilihan (Dapil) dulu hanya dilakukan oleh DPR RI saja, tapi kemarin sudah sampai tingkat DPRD provinsi untuk penentuannya. Namun pada praktiknya banyak ditemukan pembuatan dapil yang belum memakai prinsip pemilihan dapil, entah ini sengaja atau tidak,” ujar Arief.

“KPU sebetulnya berusaha masuk ke ruang-ruang yang kosong, namun dalam beberapa hal KPU sering juga kalah, maka implementasinya tidak seperti yang diharapkan. Ada beberapa ruang kosong yang KPU berusaha atur karena pada dasarnya KPU diberi kewenangan tapi agak rumit dalam implementasinya termasuk putusan Makamah Konsitusi. Harus kita antisipasi revisi UU yang lebih transparan melibatkan banyak pihak,” ujar Arief.

“Butuh pengawasan pelaksaan Pilkada di masa pandemi,  ada yang mengusulkan kampanye melalui digital, pemungutan suara lewat e-voting, dan banyak masukan yang sedang dipelajari oleh KPU mulai dari pelaksanaan, penerapan dan kosekuensinya,” ujar Arief.

Selanjutnya, Abhan selaku ketua Bawaslu RI menjabarkan data pelanggaran Pemilu 2019 silam. “Dalam proses pidana, tidak semua pelanggaran bisa masuk pengadilan, ada yang ditangan Bawaslu pusat ada yang juga di daerah. Sebagian besar pelanggaran terdapat pada waktu pencalonan, syarat dukungan, dana kampanye, syarat calon mantan napi, korupsi dan narkoba serta sengketa pemilu,” ujar Abhan.

Abhan menyampaikan, Perpu penundaan pelaksanaan Pilkada bisa keluar di bulan April. Namun dugaan malpraktik terbesar manakala Pilkada di Desember 2020 dilaksanakan terdapat pada soal  daftar pemilih. Selain itu, terdapat potensi abuse of power bagi  petahana dimana di  daerah potensi petahana ketika pandemi berlangsung, sulit untuk membedakan kegiatan kemanusiaan atau kampaye yang kebetulan diadakan oleh petahana.

“Sudah banyak laporan dari daerah yang membagikan sembako yang lambangnya tidak menggunakan lambang pemerintah daerah, tapi ada gambar bupati atau wakil bupati,  walikota dan wakil walikota  yang mendapat rekomendasi dari partai masing-masing” ujar Abhan.

“Potensi vote buying dan money politics dalam kondisi pandemi yang membuat ekonomi terpuruk, memungkinkan potensi vote buying akan terjadi. Kemudian, persoalan kampanye dan logistik apakah bisa selesai tepat waktu? karena hal ini menyangkut pihak lain seperti perusahaan pencetak, ketersediaan  suplai, serta distribusi yang harus tepat waktu,” ujar Abhan.

Selanjutnya, Arief menjelaskan perihal urusan angggaran yang menjadi hal penting. “Kalau ditunda ke 2021 harus dilakukan addendum agar anggaran yang sudah disusun di Pilkada 2020 tetap diperbolehkan penggunaannya di 2021. Walaupun Kemendagri dan Kemenkeu punya tata cara yang sudah baku tentang anggaran untuk 2021. Prinsip kami sebagai  KPU, Pilkada harus tetap bisa dilakukan,”ujar Arief.

Diakhir, Arief menekankan pentingnya mencegah malpraktik dalam Pilkada. “Tugas besar kita bersama adalah melakukan pendidikan politik tentang malpraktik, KPU selalu berupaya agar Pemilu maupun Pilkada menghasilkan progress politik agar bisa memperkuat regulasi, sumber daya hingga tata cara.  (/Afn)