Webinar IGPA MAP Fisipol: Otonomi Daerah dan Berkembangnya Politik Dinasti di Indonesia

Yogyakarta, 6 Agustus 2020—Institute of Governance and Public Affairs di bawah Magister Administrasi Publik, Fisipol UGM mengadakan webinar bertajuk “Otonomi Daerah dan Berkembangnya Politik Dinasti di Indonesia” melalui platform Zoom Meeting. Selain untuk membahas politik dinasti dan kaitannya dengan otonomi daerah yang akhir-akhir ini tengah ramai diperbincangkan masyarakat, dalam webinar ini juga diadakan peluncuran buku Koki Otonomi yang ditulis oleh salah satu pembicara, yaitu Prof. Djohermansyah Djohan, MA—Guru Besar IPDN.

Selain itu, webinar ini juga dihadiri oleh tiga pembicara lainnya, yaitu Prof. Dr. Agus Pramusinto, MDA—Ketua KASN dan Guru Besar MAP Fisipol, Dr. J. Kristiandi—Peneliti Senior CSIS Jakarta, dan Dr. Siti Nur Azizah Ma’ruf—Calon Wali Kota Tangerang Selatan. Dekan Fisipol UGM, Prof. Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si, juga ikut hadir untuk memberikan sambutan dan membuka webinar ini.

Munculnya politik dinasti dapat disebabkan oleh beberapa faktor, jelas Prof. Djo. Faktor tersebut tentu muncul atas pertimbangan positif seperti kerabat lebih bisa dipercaya, loyal, dan tidak mungkin berkhianat, serta memiliki solidaritas yang kuat dalam membantu klan keluarga. Namun, dalam praktiknya, ada beberapa hal negatif yang terjadi dari politik dinasti di era otonomi daerah ini, mulai dari demokrasi jadi dibajak oleh segelintir elit, pimpinan pemerintah daerah tidak kompeten dan cakap, hingga tata kelola pemerintah daerah cenderung buruk. Sayangnya, lemahnya institusional partai politik dan ketidakadaan aturan main menyebabkan politik dinasti terus berkembang bahkan dengan angka yang cukup besar. Prof. Djo menyampaikan materi ini berdasarkan pengalaman yang pernah ia jalani dan lihat di lapangan langsung. Sebagai penutup materinya, Prof. Djo juga memaparkan beberapa upaya yang dapat dilakukan serta urgensinya untuk membendung praktik negatif dalam politik dinasti.

Berdasarkan pemaparan dari pembicara selanjutnya, Prof. Agus, ternyata politik dinasti juga memiliki dampak bagi aparatur sipil negara. Namun sebelum masuk ke pembahasan mengenai dampak tersebut, Prof. Agus menjelaskan perbedaan dari terminologi dinasti politik dan politik dinasti—yang ternyata tidak banyak diketahui memiliki arti yang berbeda, serta sisi positif dan negatif dari kedua hal tersebut.

Bagi aparatur sipil negara sendiri atau ASN, munculnya politik dinasti cenderung berdampak negatif, sebab ada kemungkinan untuk menggunakan fasilitas negara dalam kampanye. Selain itu, Prof. Agus juga menyampaikan bahwa akan terjadi mobilisasi ASN dalam proses dukung-mendukung yang kemudian memunculkan pelanggaran netralitas ASN. Lebih lanjut, setelah pilkada, dapat terjadi politik balas budi dan balas dendam. Ini kemudian menyebabkan sistem merit dalam rekrutmen dan promosi ASN terganggu. Sebab, dibandingkan mempertimbangkan kompetensi, kualifikasi, dan kinerja, keberadaan politik dinasti akan lebih mendasarkan pada afiliasi politik dan kekerabatan sebagai pertimbangan. Sebagai penjelas dari materi yang disampaikan, Prof. Agus memaparkan data-data yang berkaitan dengan kasus-kasus politik dinasti, serta menutup sesinya dengan upaya-upaya yang mesti dilakukan.

Siti, pembicara selanjutnya, juga menyetujui apa yang sudah disampaikan oleh kedua pembicara sebelumnya, khususnya Prof. Djo. Dalam pemaparannya yang menyampaikan hasil bedah buku Koki Otonomi—buku yang ditulis oleh Prof. Djo, ia menyetujui banyak poin yang dituliskan oleh Prof. Djo dalam buku tersebut. Tidak hanya itu, moderator webinar ini—Prayoga Permana, Ph.D candidate—juga memberikan kesempatan untuk Siti menceritakan pengalaman dan motivasinya sampai akhirnya mencalonkan diri sebagai calon Wali Kota Tangerang Selatan.

Apa yang sudah disampaikan oleh ketiga pembicara sebelumnya kemudian dipertegas oleh pembicara terakhir, Kris. Ia menanggapi cerita dari Siti, bahwa seseorang tidak seharusnya kehilangan hak politiknya karena memiliki hubungan kekerabatan dengan pejabat publik. Untuk itu, yang terpenting adalah adanya transparansi, bahkan sejak proses rekrutmen. Publik juga sebaiknya diberikan kesempatan untuk menilai. Tidak hanya itu, institusi yang kuat, kemampuan manajerial, dan kompetensi moral juga menjadi hal penting yang harus selalu dipertimbangkan, tegas Kris.

Setelah seluruh pembicara memaparkan materinya dan sesi tanya jawab selesai, moderator pun mempersilakan Prof. Djo untuk menyampaikan sedikit mengenai buku Koki Otonomi yang ia tulis. Barulah setelahnya, buku Koki Otonomi secara resmi diluncurkan. Bagi yang tidak sempat bergabung dalam webinar ini, dapat menyaksikan tayangan ulangnya di kanal Youtube MAP Fisipol UGM. (/hfz)