Yogyakarta, 8 September 2020‒ “Pemerintah menganggarkan sejumlah dana publik untuk menyewa jasa influencer,” jelas Lola Easter Kaban, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam diskusi MAP Corner Fisipol UGM kemarin (8-9). Lola memaparkan temuan ICW atas data anggaran belanja pemerintah yang bersumber dari sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Banyak orang menggunakan istilah influencer atau buzzer untuk menyebut individu atau kelompok yang dapat memengaruhi opini publik, terutama melalui media sosial. Terkadang, influencer dengan jumlah pengikut (followers) yang besar menerima bayaran untuk mengiklankan produk atau layanan tertentu. Rupanya, mereka juga dimanfaatkan pemerintah Indonesia.