Yogyakarta, 29 Oktober 2024─Untuk membedah visi-misi calon kepala daerah se-DIY, Bulaksumur Roudbtable Forum (BRF) The Clinics membuka ruang diskusi interaktif yang mempertemukan berbagai pihak mulai dari kandidat, akademisi, dan masyarakat sipil. Bulaksumur Roundtable Forum (BRF) adalah acara diskusi akademik yang dilakukan secara berkala, dengan fokus pada tema pembangunan berkelanjutan. Dalam putaran kali ini, BRF akan melakukan klinik bedah program pada calon bupati-wakil bupati dan walikota-wakil walikota seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta.
Forum ini dilaksanakan selama dua hari pada 29-30 Oktober 2024 di Auditorium Mandiri Fisipol. Pada hari pertama, forum bertajuk The Clinics “Sustainability Through Local Election” menghadirkan tiga sesi diantaranya Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Sleman. Sebagai pengantar sesi pertama, terdapat pemaparan riset yang telah disusun oleh Election Corner dan DPP FISIPOL UGM. Berdasarkan riset tersebut Kabupaten Gunungkidul masih menghadapi sejumlah masalah pembangunan berkelanjutan. Mulai dari permaslahaan agraria dari ketidakjelasan kepemilikan lahan, isu kematian dan sumber daya manusia yang menjadikannya kabupaten dengan angka stunting tertinggi di DIY, serta fasilitas atau layanan kesehatan yang kurang memadai.
Permasalahan tersebut perlu dielaborasikan dengan pendekatan manusia dan lingkungan. Menurut penanggap ahli, Andreas Budi Widiyanta, S.SOs, M.A., ketika kita membicarakan mengenai kelestarian maka persoalan pertama tidak boleh melepaskan perihal manusia dan lingkungan. Bukan mengenai ekonomi atau infrastruktur, karena kedua hal tersebut hanya menjadi bagian kecil dan turunan relasi kedua dari dimensi organisme hidup. Hal ini perlu menjadi catatan dalam pembentukan visi-misi yang mengedepankan keberlanjutan (sustainability) yang memperhatikan skala prioritas denga orientasi utama pada manusia.
Drs. Wakijan dari Tim Pemenangan Paslon Nomor Urut 2 Sutrisna Wibawa dan Sumanto, menjelaskan bahwa concern dari program paslon tersebut mengupayakan kebermanfaatan dari Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) untuk masyarakat. Dalam konteks ini, Kabupaten Gunungkidul dengan KBAK yang terhitung lebih dari 75 ribu hektar memiliki potensi sekaligus tantangan dalam pemanfaatannya. Gunungkidul yang kerap mengalami krisis air bersih ini berbanding dengan jurmlah karst yang harusnya membawa manfaat sebagai kantong penyimpan air dan penyerapan karbon. Oleh karena itu, pemanfaatan karst harus sejalan dengan prinsip konservasi tidak hanya prinsip kesejahteraan masyarakat.
“Yang menjadi utama kalau mengukur manfaat harus berdasarkan sains agar tidak menimbulkan krisis, kerawanan bencana, dan lain sebagainya. Kalau KBAK terus ditagih kebermanfaatannya secara ekonomi bagi warga maka akan eksploitatif,” ujar Andreas menanggapi hal tersebut.
Dengan demikian, acara ini menjadi momentum penting bagi para kandidat untuk memperkenalkan rencana kebijakan yang inovatif, termasuk upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan, responsif, dan berbasis partisipasi publik. Melalui diskusi ini, masyarakat dapat menilai bagaimana calon pemimpin mereka merumuskan strategi untuk mencapai visi dan misi yang dicanangkan sehingga tercipta kesejahteraan yang berkelanjutan. (/noor)