
Yogyakarta, 14 Maret 2025—Pendidikan merupakan salah satu elemen penting dalam kehidupan masyarakat. Selain pendidikan formal, keberadaan sektor non-formal menjadi bagian penting dari pengembangan kemampuan seseorang. Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol), Universitas Gadjah Mada menggelar kuliah tamu seputar komparasi pendidikan non formal di Romania dan Indonesia bersama pakar West University of Timisoara pada Jumat (14/3).
Dr. Atalia Oniliu, Dosen West University of Timisoara menyampaikan, upaya rekognisi pendidikan non-formal di Eropa telah dimulai sejak tahun 2001. Masyarakat menyadari bahwa keberadaan pendidikan non-formal bukan sekedar pelengkap pendidikan formal, namun juga membantu mengasah kompetensi diri dan karakter. “Kami melihat pendidikan formal ini penting. Berperan untuk mengenalkan pendidikan karakter, budaya dan soft-skills yang tidak didapatkan di pendidikan formal,” ungkap Atalia.
Melalui kerja sama antara Komisi Eropa dengan Dewan Pendidikan Non-Formal Eropa, terciptalah International Standard Classification of Education (ISCE). Regulasi ini memberikan sejumlah klasifikasi dan persyaratan bagi pendidikan non-formal. Meskipun bukan sebuah kewajiban, namun ISCE ditetapkan agar pendidikan non-formal dapat direkognisi sesuai kategorinya. Langkah ini dapat membantu meningkatkan kesadaran pentingnya pendidikan non-formal pada masyarakat Romania, sekaligus mendapatkan pengakuan atas pendidikan tersebut dalam jenjang karir.
“Kami menekankan bahwa pendidikan non-formal merupakan bagian dari long-life learning dan mengasah soft skills. Maka harus dipastikan, meskipun tidak berijazah seperti pendidikan formal, tetap ada jenjang dan rekognisi khusus,” terang Atalia. Terdapat dua tujuan utama pemerintah Romania dalam ISCE. Pertama, untuk memberikan pembelajaran yang tidak didapatkan di pendidikan formal. Kedua, untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan mewujudkan inklusivitas sosial.
Pendidikan non-formal di Romania umumnya mencakup banyak bidang, mulai dari pembelajaran bahasa, bootcamp training, bimbingan belajar, pendidikan kebudayaan, dan lain-lain. Pemerintah memastikan bahwa pendidikan non-formal dapat mencakup masyarakat segala usia. Model pembelajaran juga tentu lebih fleksibel dan disesuaikan dengan pembelajar. “Pada dasarnya pendidikan non-formal disediakan sebagai kompensasi dari limitasi pendidikan formal, jadi perlu diketahui bahwa proses belajar itu tidak terbatas pada sektor formal saja,” tambah Atalia.
Hampir sama dengan Romania, Indonesia memiliki berbagai pendidikan non-formal yang telah dikenal masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, pendidikan non-formal dimaknai sebagai “Jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang ..”. Disampaikan Dr. Muhammad Supraja, Dosen Sosiologi UGM melalui risetnya berjudul “Melawan Diskriminasi Terhadap Pendidikan Alternatif Berbasis Komunitas”, keberadaan pendidikan non-formal telah membantu memberikan pendidikan pada masyarakat yang tinggal di daerah dengan aksesibilitas rendah.
“Masyarakat di pedalaman, sub-urban, sulit mengakses sekolah-sekolah negeri. Bukan hanya soal letak dan jaraknya jauh, namun biaya yang dikeluarkan untuk membiayai sekolah juga tidak murah,” tutur Supraja. Biaya akomodatif seperti seragam sekolah, buku pelajaran, bahkan biaya karyawisata seringkali menjadi kendala untuk mengakses pendidikan formal. Namun kesadaran pendidikan di kalangan komunitas masyarakat ternyata mampu menghasilkan layanan pendidikan non-formal, sebagaimana latar belakang didirikannya Sanggar Anak Alam (SALAM) di Yogyakarta dan Qoryah Thaybah di Salatiga.
“Keluarga dari ekonomi menengah ke bawah nyatanya sangat terbantu dengan keberadaan pendidikan non-formal berbasis komunitas masyarakat ini. Sayangnya, sektor ini masih belum mendapat rekognisi dan perhatian dari pemerintah,” kata Supraja. Dalam kasus di Indonesia, diperlukan perhatian khusus untuk mewujudkan kecerdasan dalam kehidupan bangsa. Pendidikan tidak bisa dipandang sekedar dalam lingkup formal saja, melainkan juga dukungan pendidikan non-formal dan informal sebagai bagian dari proses belajar sepanjang hayat. Kuliah tamu oleh Departemen Sosiologi ini diselenggarakan oleh Fisipol UGM sebagai bentuk komitmen terhadap Sustainable Development Goals (SDGs) ke-4, yakni pendidikan berkualitas. (/tsy)