
Yogyakarta, 28 Februari 2025—Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara resmi disahkan oleh pemerintah. RUU yang sempat menuai kontroversi karena memberikan kewenangan pengelolaan tambang bagi kampus. Walaupun klausul tersebut telah dibatalkan, pemerintah tetap memberikan jalur bagi kampus untuk turut andil dalam pertambangan. Dalam serial “Bloody Nikel” episode 3 (Republik Rente), WatchDoc Indonesia menceritakan gambaran pemain besar di dunia tambang, khususnya nikel. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol), Universitas Gadjah Mada berkesempatan menggelar launching dan diskusi film “Republik Rente” bersama WatchDoc, LBH Yogyakarta, akademisi UGM, dan warga Wadas pada Kamis (20/2).
Industri pertambangan menjadi salah satu tulang punggung ekonomi yang dikelola oleh negara. Merujuk pada ambisi pemerintah untuk mewujudkan Net Zero Emission, produksi tambah nikel semakin ditingkatkan. Sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar, Indonesia memiliki potensi luar biasa dalam mengembangkan teknologi energi baru terbarukan (EBT). Sebagaimana tertulis dalam konstitusi, “Bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara..” maka pemerintah memegang peran utama untuk membagi kekuasaan atas sumber daya nikel Indonesia.
Episode “Republik Rente” menceritakan bagaimana pengelolaan pertambangan selama ini bersifat destruktif bagi alam dan integritas bangsa. Jelas bahwa proses pengerukan sumber daya mineral perlu dilakukan secara bertanggung jawab. Mulai dari perencanaan, eksekusi, hingga pasca proses tambang. Baik dari segi alam maupun sosial ekonomi. Salah satu bagian episode mengangkat kasus suap dan gratifikasi pertambangan di Maluku Utara. Tidak sedikit kasus-kasus serupa yang mengisyaratkan bahwa pengelolaan tambang acuh terhadap alam dan mengakomodasi budaya koruptif.
Sutradara Republik Rente, Muhammad Sridipo menjelaskan bahwa film ini merupakan bentuk perlawanan terhadap gagasan hilirisasi pemerintah. Komitmen dekarbonisasi tidak sejalan dengan implementasi terhadap kebijakan tambang yang dilakukan. Bahwa selama ini praktik korup dan monopoli tambang masih dilanggengkan. “Kami berusaha berikan gambaran seperti apa situasi pertambangan dari politik ekonomi dan sosial di masyarakat. Bahwa, kita lihat pemilu pun tidak merubah kondisi hilirisasi kita,” tutur Sridipo.
Kasus pertambangan nikel di Halmahera dan Morowali menyebabkan sejumlah kawasan warga dan lahan pertanian terendam banjir. Bahkan dalam perencanaan tata kelola ruang dan wilayah, proyek nikel berpotensi mengeksploitasi kawasan lindung, Watowato, Halmahera Timur. Padahal kawasan tersebut juga merupakan sumber mata air bagi masyarakat. Selain itu, persoalan militerisasi yang semakin berdampak terhadap gerakan-gerakan perlawanan masyarakat juga menjadi persoalan.
Menilik persoalan UU Minerba, kampus diharapkan bisa mengambil sikap untuk tetap menjaga integritas dan berpihak pada masyarakat. Meskipun pertambangan menjadi penopang ekonomi nasional yang juga menjadi kebutuhan dasar masyarakat, tetap harus ada fungsi check and balance dalam pengelolaannya. Akademik menjadi salah satu institusi yang memiliki kredibilitas tinggi untuk mengangkat soal daya rusak pertambangan. Karenanya, kampus perlu menjaga integritas tersebut agar tidak ikut terseret sebagai pemain buruk di pertambangan.
Produksi episode “Republik Rente” merupakan hasil kerja sama antar organisasi yang tergabung dalam #BersihkanIndonesia, yakni Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YBLHI), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Greenpeace Indonesia, WatchDoc, Transparency International Indonesia (TII), Trend Asia, dan Fraksi Rakyat Indonesia. Gelar diskusi bersama ini menjadi bentuk komitmen Fisipol UGM untuk mengkritik pengelolaan tambang yang bersifat destruktif bagi alam dan masyarakat. (/tsy)