
Yogyakarta, 21 Februari 2025─Proses menempuh pendidikan tinggi memang tidak mudah. Berbagai problematika atau tantangan dari segi finansial hingga kesehatan mental kerap dihadapi oleh mahasiswa, termasuk mahasiswa doktoral atau PhD. Merespons isu tersebut, The Conversation Indonesia menggelar webinar bertajuk “Jalan Terjal Doktoral: Dari Kesulitan Finansial Hingga Tekanan Mental” bersama para akademisi dan kandidat doktor. Acara tersebut mengundang Pratiwi Utami, PhD (Dosen Departemen Ilmu Komunikasi UGM) dan Herman Yosef Paryono (Kandidat Doktor Organizational Behaviour University of Groningen) selaku pembicara webinar.
Para calon doktor harus menanggung beban yang berat seperti besarnya biaya pendidikan daripada pendapatan, tekanan dari pembimbing/promotor, risiko riset gagal, tekanan publikasi di jurnal ilmiah, hingga peran ganda mengurus keluarga. Pratiwi Utami, menyandang gelar PhD melalui beasiswa pendanaan dari Monash University yaitu Monash International Tuition Scholarship (MITS) sembari menjalani peran gandanya sebagai ibu. Pihaknya mengakui bahwa tantangan pembiayaan kuliah S3 dalam negeri lebih besar sehingga banyak calon doktor yang menyambi bekerja. Berfleksi dari pengalaman dan pengamatannya, Pratiwi merekomendasikan adanya skema pembiayaan dari universitas atau reserach funding yang dapat dimanfaatkan secara fleksibel untuk menutup biaya konferensi, field work, proof reading, hingga daycare anak.
Selain itu, Pratiwi ingat betul bagaimana tantangan yang dihadapi dalam menjalani tanggung jawab akademik dan domestik sehingga proses belajar menjadi hal yang sangat melekat dengan pengalaman doktoralnya. Penting bagi seorang calon mahasiswa yang hendak menempuh pendidikan S3 untuk pandai-pandai mengatur ekspektasi. Karena pendidikan doktoral merupakan riset individu, maka setiap penelitian akan memiliki topik dan tantangan yang berbeda. Maka, sangat mungkin merasa tidak punya orang yang bisa mengerti kita, karena riset yang berbeda, pengalaman berbeda, dan kondisi keluarga yang beda. Oleh karena itu, penerimaan terhadap tantangan-tangan itu juga penting. Mengingat, studi S3 menjadi sebuah privilege karena pengalaman mengulik isu atau topik secara mendalam selama 4 tahun sehingga ada proses pendalaman ilmu dan kemampuan.
“Jadi pertama itu tadi mengatur ekspektasi, kedua penerimaan terhadap tantangan tersebut, dan menjalani proses belajar yang berharga du tengah tantangan itu tadi,” pesan Pratiwi dalam acara tersebut.
Acara ini bertujuan untuk mendorong terbentuknya sistem yang lebih baik untuk mahasiswa S3 melalui pengalaman refleksi sekaligus rekomendasi yang diceritakan oleh para pembicara. Acara ini menjadi upaya terciptanya pendidikan berkualitas yang memudahkan peran ganda ibu-mahasiswa dalam mengarungi perjalanan akademis yang penuh tantangan. (/noor)