Sambut International Women’s Day, Dema Fisipol UGM Angkat Isu Ruang Aman dan Inklusif

Yogyakarta, 5 Maret 2025 – Dalam rangka memperingati International Women’s Day (IWD), Dewan Mahasiswa (Dema) Fisipol UGM membuka Forum Selasar Fisipol. Forum kali ini mengambil tajuk “Menuju Ruang Aman dan Inklusif untuk Semua Perempuan”. Tema ini dipilih untuk membedah bersama urgensi menghilangkan kekerasan dan diskriminasi di ruang-ruang publik. Acara ini menghadirkan berbagai narasumber mulai dari civitas akademika fisipol, aktivis IWD, hingga LSM. 

Rini Rindawati, anggota Women Disability Crisis Center – SAPDA menyampaikan bahwa masih sering terjadi diskriminasi terhadap kelompok disabilitas terutama perempuan. Bahkan ia mengungkapkan bahwa masih muncul stigma-stigma masyarakat yang melihat disabilitas itu sebagai bentuk kutukan atau karma. “Masih ada juga disabilitas yang mendapat stigma bahwa kekurangannya adalah kutukan atau karma dari orang tuanya,” ungkapnya.

Rini juga menyebut bahwa diskriminasi semacam ini tidak hanya terjadi di kehidupan sosial saja, tetapi juga dalam konteks fasilitas. Ia terus mendorong agar pengembangan fasilitas umum diarahkan untuk membuat disabilitas itu nyaman. Ia juga yakin bahwa mengembangkan fasilitas ramah disabilitas itu kemudian juga bermanfaat bagi banyak kelompok termasuk lansia.

Jesse, aktivis IWD melihat masih terdapat banyak kasus kekerasan seksual di ruang publik. Banyak perjuangan yang sudah dilakukan, tetapi belum menunjukkan perubahan ideal yang diharapkan. Ia menyadari bahwa memang tidak mudah merubah budaya (patriarki) yang terus menerus dibangun, dibutuhkan banyak upaya yang kolektif dan masif. “Mungkin ini budaya yang terus menerus dibangun dan tidak bisa dirubah dalam satu malam,” tuturnya.

Menanggapi urgensi fasilitas ramah lingkungan dan banyaknya kasus kekerasan seksual, Arie, FCC Fisipol UGM juga melihat bahwa meskipun belum sempurna, Fisipol terus mengembangkan dan mengoptimalkan fasilitas ramah disabilitas. Selain itu, FCC juga terus berupaya untuk menangani kasus kekerasan seksual yang berkaitan dengan civitas akademika fisipol baik yang terjadi di luar kampus maupun di dalam kampus.

Sebagai pembicara terakhir, Milda Longgeita Pinem, Dosen Departemen PSdK melihat banyaknya kasus yang sudah diceritakan dan penciptaan ruang aman serta inklusif memerlukan perjalanan refleksi yang panjang. Ia mengajak kita semua untuk lebih memaknai ruang di luar konteks fisik, tetapi juga dalam konteks eksistensial. Ia menyampaikan bahwa ruang akan terus mereproduksi relasi kuasa dan memisahkan mereka yang berkuasa serta yang marjinal. “Ruang itu tidak pernah netral, kita perlu mentransformasi paradigma, kita perlu tidak menormalkan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan-kekerasan yang ada,” pesannya.