Analisis bibliometric merupakan sebuah metode kuantitatif untuk menganalisis data bibliografi yang ada di artikel/jurnal. Analisis ini biasanya digunakan untuk menyelidiki referensi artikel ilmiah yang dikutip dalam sebuah jurnal, pemetaan bidang ilmiah sebuah jurnal, dan untuk mengelompokkan artikel ilmiah yang sesuai dengan suatu bidang penelitian. Metode ini bisa digunakan di bidang sosiologi, humanities, komunikasi, marketing, dan rumpun sosial lain. Pendekatan yang digunakan dalam analisis bibliometric adalah pendekatan citation analysis untuk melihat 1 artikel yang dikutip oleh 1 artikel lain, dan pendekatan co-citation analysis untuk menemukan 2 artikel atau lebih yang dikutip oleh 1 artikel.
Berita
Bertempat di Gedung BA 205 Fisipol UGM, Career Development Center (CDC) kembali menggelar Fisipol Talk pada 17 November lalu. Dengan mengangkat tema “Tips and Tricks How to Get a Scholarship”, acara ini menghadirkan Suzana Eddyono, S.Sos., M.Si., M.A sebagai pembicara.
Di tahun 1995, Suzana menyelesaikan pendidikan sarjananya di Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSDK) UGM. Kemudian melalui beasiswa Bank Dunia, Suzana melanjutkan pendidikan masternya di universitas yang sama, namun ia memilih untuk mengambil Jurusan Sosiologi. Tidak puas dengan itu, Suzana kembali mengambil pendidikan master di Methods of Social Research, University of Kent, Canterbury, United Kingdom (UK) dengan Beasiswa Chevening.
Anda pecinta film dan buku Indonesia? Bila ya, anda tentu pernah mendengar karya-karya film berjudul ‘Hide and Sleep’, ‘Shelter’, ‘Ritual’, ‘Mencari Hilal’ hingga ‘Mobil Bekas dan Kisah-kisah dalam Putaran.’ Yang terakhir baru saja ditampilkan di program A Window on Asian Cinema di Busan International Film Festival, Korea Selatan dan juga masuk dalam nominasi Kim Jiseok Award. Lelaki di balik film-film Indonesia yang berprestasi di kancah internasional tersebut adalah Ismail Basbeth, seorang sutradara yang mulai bersentuhan dengan dunia film sejak 2006 silam.
Ingat kejadian saat taksi bluebird menyerang taksi online? Ini adalah salah satu momentum yang cukup viral di kalangan masyarakat. KFC (Kentucky Fried Chicken) memanfaatkan momentum tersebut menjadi sebuah kampanye untuk brand perusahaannya. Hal ini berawal dari salah satu akun di media sosial Path memposting cerita tentang keinginan seorang sopir taksi bluebird untuk merayakan ulang tahun anaknya.
KFC menganggap postingan ini adalah momentum yang baik untuk diangakat menjadi sebuah cerita kampanye brand. Mengingat perseteruan taksi bluebird dan taksi online adalah titik momentum yang membuat cerita tersebut menjadi menarik. Oleh karena itu, KFC mengabulkan keinginan sopir tersebut untuk merayakan ulang tahun anaknya sekaligus mengangkatnya menjadi sebuah cerita dalam kampanye brandnya.
Robert Gilpin merupakan nama yang tidak asing dalam Ilmu Hubungan Internasional. Gilpin tersohor sebagai ilmuwan dalam bidang ekonomi politik internasional yang telah menelurkan berbagai karya akademis. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah sebuah buku berjudul “War and Change in World Politics” yang ditulis pada tahun 1981. Pada Kamis (16/11), Klub Membaca Suryakanta, mencoba mendiskusikan isi buku tersebut. Bertempat di BA 503 Fisipol UGM, pemantik diskusi adalah Naomi Resti yang merupakan asisten peneliti dari Institute of International Studies (IIS) UGM.
Apakah anda pengguna aktif media sosial? Pastinya, di era yang serba digital ini orang-orang mulai berbondong-bondong membuat akun media sosial. Apalagi bagi generasi milenial yang notabene lebih akrab dengan dunia digital, media sosial menjadi salah satu kebutuhan penting.
Namun sayangnya, banyak pengguna media sosial yang sering menggunakan akun-akunnya untuk hal-hal negatif, seperti menyebar berita palsu, memposting konten provokatif, bahkan sampai menghujat orang lain. Dalam gelar wicara yang bertajuk “Menjadi Influencer: Berinteraksi dan Berbagi Melalui Internet” pada 16 November lalu, Rara mengungkapkan bahwa tindakan tersebut akan merusak personal branding kita. Personal branding adalah cara kita untuk “memasarkan diri” atau mengesankan diri ke orang lain melalui perilaku, sifat, maupun hal-hal yang kita lakukan. Meskipun hanya sekadar di dunia maya, Gadis bernama lengkap Rara Mispawanti ini lantang mengatakan bahwa di era seperti ini media sosial menjadi salah satu rujukan untuk melihat karakter seseorang.
Dua mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada mengikuti program Young Leaders for Indonesia (YLI) Wave 9. YLI Wave 9 adalah salah satu leadership development program paling prestisius di Indonesia yang didukung langsung oleh McKinsey & Company. Terhitung, program ini telah menelurkan delapan angkatan dengan total alumni hampir 500 orang yang sebagian besar telah berkarir dan menempati posisi strategis di berbagai sektor, baik private, publik, dan sosial. Kedua mahasiswa tersebut adalah Abdullah Faqih dari Departemen Sosiologi angkatan 2014 dan Irwan Harjanto dari Departemen Politik dan Pemerintahan angkatan 2013. Selain keduanya, terdapat tujuh mahasiswa Universitas Gadjah Mada lainnya yang juga terpilih untuk mengikuti program yang sama.
Muhammad Hasan dan Soni Triantoro adalah dua dari sekian banyak pemuda kreatif yang berhasil memanfaatkan platform online menjadi wadah karya mereka. Keduanya adalah content creator yang berhasil menjadi entrepreneur. Hasan dengan akun Instagram dan YouTube-nya (hasanjr11), sedangkan Soni dengan media online Warning Magazine dan Hipwee. Keduanya sepakat bahwa menyediakan konten yang sesuai dengan tren dan minat konsumen adalah kunci keberhasilan memenangkan perhatian 132 juta pengguna internet di Indonesia. Hal ini disampaikan dalam talkshow “Platform Online: Antara Ide Kreatif dan Monetisasi”, Rabu (15/11) yang menjadi rangkaian acara Kampung Sospol untuk memperingati Dies Natalis ke-62 Fisipol.
Menjadi benua dengan total populasi tertinggi di dunia, Asia menjadi rumah bagi masyarakat miskin terbanyak di dunia. Hal ini lantas berdampak pada kualitas kesejahteraan sosial penduduk Asia, utamanya dilihat dari variabel kesenjangan sosial yang terjadi.
Keprihatinan terhadap isu tersebut kemudian disuarakan dalam International Conference yang bertajuk ”Social Development in Asia”. Konferensi internasional yang diprakarsai oleh Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) Fisipol UGM bekerja sama dengan KAPSTRA ini merupakan bagian dari rangkaian acara Dies Natalis PSdK ke-60. Kegiatan ini utamanya menyoroti peran dari berbagai aktor seperti pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil dalam menciptakan pembangunan sosial di Asia dalam berbagai sektor seperti kesehatan, perumahan, dan jaminan sosial.
Pengajar dari Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS) UGM Samsul Maarif mengajak mahasiswa dan semua perangkat kampus untuk memerangi stigma negatif terhadap penghayat kepercayaan. Hal ini dinyatakan dalam acara Diskusi MAP Corner-Klub bertema “Agama Lokal, Negara, dan Politik Kewargaan,” Selasa (14/11) di Lobby MAP, Sekip. “Yang melegitimasi stigma bagi para penganut kepercayaan adalah kampus. Melalui pendidikan, semua kepercayaan termasuk adat disamakan menjadi animisme. Animisme digunakan untuk mengacu pada kelompok-kelompok terbelakang, orang-orang yang primitif. Lalu kita berpikir mereka berhak kita didik,” terang Samsul.