Keterwakilan Perempuan Rendah, Megashift Kritisi Isu Intoleransi Gender di Parlemen

Yogyakarta, 15 Januari, 2024 – Tahun 2024 menjadi titik krusial dalam perjalanan demokrasi Indonesia, di mana peran perempuan dalam dunia politik semakin disorot. Meski sudah ada kebijakan yang menjamin keterwakilan perempuan, tetapi tantangan yang dihadapi perempuan dalam politik masih besar. Ghea Anissah Trinanda seorang peneliti Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM dalam tulisannya yang berjudul “Dinamika Representasi Politik Perempuan dalam Menghadapi Tantangan Intoleransi Gender” mengungkap bahwa intoleransi gender dan dominasi laki-laki dalam pengambilan keputusan politik masih menjadi masalah yang harus diatasi.

Hal tersebut ditunjukkan pada keterwakilan perempuan di parlemen Indonesia pada tahun 2020 hanya mencapai 20,3%. Angka ini jauh tertinggal dibandingkan negara-negara dengan keterwakilan perempuan di atas 50%, seperti Rwanda dan Bolivia. Ketimpangan tersebut menunjukkan adanya ketidakadilan dalam distribusi kekuasaan politik yang berujung pada kebijakan yang kurang sensitif terhadap kebutuhan dan hak-hak perempuan. Padahal, kebijakan yang inklusif dan adil tidak akan terwujud tanpa adanya representasi perempuan yang lebih kuat dalam politik.

Oleh karena itu, partisipasi politik harus mampu menyelaraskan ketimpangan antara perempuan dan laki-laki. Di mana partisipasi politik perempuan dan laki-laki harus ditentukan oleh kualitas dan kapabilitas seseorang untuk menghadirkan suatu rakyat dalam parlemen, sehingga menguatkan demokrasi dan mampu menghidupkan good governance di Indonesia.Atikel ini sejalan dengan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) poin ke-5, yang menargetkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

Selengkapnya pembahasan mengenai representasi perempuan dalam menghadapi tantangannya intoleransi gender pada dunia politik di Indonesia dapat dibaca dan akses melalui tautam berikut: https://megashift.fisipol.ugm.ac.id/2024/01/15/dinamika-representasi-politik-perempuan-dalam-menghadapi-tantangan-intoleransi-gender/