
Yogyakarta, 5 Maret 2025 – Setelah melewati pesta demokrasi selama satu tahun terakhir, Indonesia mengalami pergerakan politik yang sangat dinamis. Bersamaan dengan hal itu, Election Corner Fisipol UGM merilis hasil riset terbaru berjudul “Peta Koalisi Pemenang Pilkada Serentak 2024 di Indonesia”. Riset ini mengungkap dinamika politik yang terjadi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024, yang digelar di seluruh Indonesia. Temuan utama riset ini menyoroti tren minimnya kompetisi elektoral karena adanya dominasi koalisi besar.
Acara rilis peta koalisi pemenang pilkada tersebut dibuka dengan pemaparan Akhmad Fadilah Santoso, selaku peneliti utama, yang menekankan esensi atau tujuan penelitian untuk menganalisis dinamika politik yang berkaitan dengan implikasi koalisi pemenang nasional terhadap demokrasi lokal di daerah. Berdasarkan data hasil pemilihan dari 545 daerah, sebanyak lebih dari 75% daerah memiliki pemenang yang dapat diprediksi sejak awal. Koalisi pemenang didominasi oleh dua bentuk utama yaitu minimally winning coalition (koalisi dengan dukungan minimal untuk menang) dan surplus majority coalition (koalisi dengan dukungan mayoritas berlebih). Hal ini mengindikasikan fenomena uncontested election karena dominasi koalisi besar yang dapat berdampak pada demokrasi elektoral dan akuntabilitas kepemimpinan di daerah.
“Surplus majority dan minimal winning coalition sangat mendominasi di semua pulau. Jadi hampir sebagian besar pemenang pilkada di Indonesia itu bisa sudah bisa diketahui sejak tahap pra-pemilihan,” ungkap Fadil dalam pemaparannya.
Minimnya persaingan politik juga diindikasi karena adanya penyalahgunaan ASN dan APH yang melemahkan akuntabilitas kepemimpinan. Dalam acara tersebut, Alfath Indonesia (Dosen DPP UGM) dan Tri Noviana (Manager Program Yayasan LKiS) turut memperkaya diskusi dengan melihat faktor biaya vote buying yang semakin mahal. Hal ini turut mempengaruhi uncontested election karena menjadi upaya mengamankan kemenangan dengan mengeluarkan biaya politik yang lebih murah karena kandidat hanyalah boneka.
“Fenomena uncontested election marak terjadi ketika segala sesuatu terkait dengan pemilu telah selesai sebelum hari H acara. Ini dianggap upaya mengamankan pemenangan dengan biaya politik yang lebih murah, karena buat apa saya capek-capek bertarung ketika semuanya bisa selesai di awal,” jelas Alfath menanggapi hasil riset.
Melalui riset ini diharapkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya partisipasi politik dan memilih pemimpin yang berkualitas meningkat. Dengan adanya acara rilis peta koalisi tersebut, Election Corner Fisipol UGM turut mengupayakan ketercapaian SDGs 16 terkait perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh. (/noor)