Buku dengan judul “Kebijakan Publik dalam Pusaran Perubahan Ideologi dari Kuasa Negara Ke Dominasi Pasar?” ini merupakan kumpulan tulisan yang dipantik dari diskusi-diskusi rutin yang selama ini telah dilakukan. Terdiri dari 16 bab, buku ini tidak hanya ditulis oleh dosen saja, namun juga mahasiswa, baik yang aktif di MAP Corner mau pun umum. Total penulis dalam buku dengan tebal 321 halaman ada sebanyak 17 orang. Pada diskusi bedah buku yang kali ini dimoderatori oleh, Wahyudi Kumorotomo, Guru besar FISIPOL UGM dengan pemantik Max Lane dari Institue of Southeast Asia Studies Singapore; Erwan Agus Purwanto, Dekan FISIPOL UGM; dan Benny Hari Juliawan, Dosen dari Universitas Sanata Dharma.
Berita
Bhima memulai dengan menjelaskan konsep revolusi industri 4.0 secara keseluruhan. “Wacana revolusi industri 4.0 menjadi booming setelah digaungkan dalam World Economic Forum di Davos,” ungkap Bhima. Revolusi industri 4.0 oleh Bhima dipandang sebagai proses transisi resource based economy ke knowledge based economy. Knowledge based economy dalam industri 4.0 ditandai dengan karakteristik penggunaan digital berupa Artificial Intelegence ( AI), Virtual Reality (AI), dan Analisis Big Data. “Terdapat lima fokus utama dalam penguatan sektor utama revolusi industri 4.0, yaitu bidang makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, elektornik, dan kimia menurut data dari kementrian perindustrian,” ungkap Bhima. Dari kelima fokus tersebut, proses digitalisasi dengan menggunakan Cyber Physical System, AI, VR, dan analisis Big Data dalam proses produksi, konsumsi, dan distribusi dan marketing menggunakan fitur- fitur tersebut.
“Jaman terus berubah, meningkatnya arus teknologi dan informasi membuat adanya kemudahan dan kemurahan dalam bermedia sosial, sehingga berinteraksi pun tentu menjadi mudah. Disinilah platform komunikasi positif, seperti Arus Informasi Santri (AIS) ada sebagai penghubung para santri dalam berkomunikasi dan menebar informasi positif,” ungkap Minardi. Arus Informasi Nusantara (AIS) merupakan platform komunikasi santri se-nusantara. “AIS ini merupakan implementasi dari refrensi ibadah ala asswasa, dengan menyebarkan kebaikan dan mengkampanyekan perilaku positif sebanyak-banyaknya,” tambah Minardi. AIS sendiri telah berhasil menjaring hampir di seluruh wilayah Indonesia. Menggunakan group Whatsapp dan pembuatan media instagram dan facebook diharapkan AIS dapat menghapus stereotip wajah santri yang tidak melek informasi.
Sejak disahkan dalam rapat pleno Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 12 Februari 2018 silam, UU MD3 membawa gejolak pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, tidak terkecuali di jagat dunia maya. Dalam berbagai lini media sosial, perbincangan mengenai UU MD3 tersebut menjadi salah satu topik terhangat di kalangan warga net. Suara pun terpecah menjadi dua, ada yang mendukung, namun banyak pula yang menentang karena dianggap membuat lembaga legislatif menjadi tidak tersentuh.
Berdasarkan fenomena di atas, Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM mengadakan penelitian tentang “Sentimen terhadap Isu UU MD3 di Twitter dan Portal Berita Daring.” Penelitian ini bertujuan untuk melihat reaksi dan opini masyarakat Indonesia terhadap polemik UU MD3 di jagat dunia maya.
Ellyaty Priyanka, mahasiswa FISIPOL UGM dari Departemen Ilmu Hubungan Internasional 2015, berhasil menjadi pemenang program Write to China 2018 yang diselenggarakan Kedutaan Besar Tiongkok di Indonesia dan Foreign Policy Commmunity of Indonesia (FPCI) setiap tahunnya. Ia berhasil keluar sebagai pemenang dari 900 mahasiswa yang mendaftarkan esainya dan seleksi wawancara yang mengeliminasi 35 orang menjadi 20 pemenang. Para pemenang kemudian berhak mengikuti pertukaran pemuda di beberapa kota di Tiongkok dari tanggal 14-20 April 2018 dan seminggu kemudian di Indonesia dari tanggal 21-28 April 2018 yang dibiayai sepenuhnya oleh panitia penyelenggara.
Ekonomi digital memiliki cakupan bahasan yang luas, mulai dari layanan jasa online yang sedang marak sampai dengan automatisasi tenaga kerja yang masih menjadi perdebatan. Berbagai tren tersebut, menjadi topik yang menjadi pembahasan utama di DIFUSSION (Digital Future Disucussion) ke-lima oleh Center for Digital Society (CfDS), Fakultas Ilmu Sosial dan Politik pada Rabu (9/4).
Bertempat di Digital Library ( Digilib) Café, Fisipol UGM, seri diskusi yang secara rutin diselenggarakan setiap bulannya oleh CfDS ini mengundang tiga pembicara dengan tiga topik yang berbeda. Ketiga pembicara tersebut adalah Brigitta Purnama Putri (Researcher CfDs), Darasti Zahira (Researcher CfDS), dan Gehan Ghofari (Research Associate).
Pilkada DKI Jakarta 2017 menjadi hajatan politik terakhir yang kental akan politisasi agama. Kasus Al Maidah yang menyeret Basuki Tjahja Purnama ke penjara menjadi bukti utama nuansa tersebut. Beberapa kalangan mengkhawatirkan kekeruhan politik semacam itu kembali terulang pada Pilpres 2019. Ada ketakutan agama kembali dijual secara sembarangan untuk merebut kekuasaan. Perdebatan soal boleh tidaknya masjid dijadikan tempat perbincangan politik akhir-akhir ini, mulai membuat iklim politik menjadi tidak produktif.
Senin (7/5) sore, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM secara resmi membuka acara “Fisipol Menyambut”. Acara ini merupakan program inisiasi Fisipol UGM untuk menyediakan inapan gratis bagi siswa seluruh Indonesia yang menjalani SBMPTN di Yogyakarta. Dilaksanakan di Kampus Fisipol Unit II, Sekip UGM, pihak penyelenggara menyediakan penginapan dengan kapasitas 140 orang.
Tidak hanya memberikan fasilitas inapan gratis dengan MCK yang memadai selama 2 hari, Fisipol Menyambut juga menyediakan konsumsi dan kelas motivasi bagi para peserta SBMPTN. Harapannya, dengan diadakannya kelas motivasi ini bisa memberikan rasa tenang bagi peserta yang akan menjalani SBMPTN.
Di tahun 2018 penggunaan ponsel pintar di Indonesia telah mencapai hampir 100 juta pengguna. Sedangkan, penetrasi internet sudah mencapai 143 juta orang sepanjang tahun 2017 ini. Oleh karena itu, bisnis yang melibatkan dua aspek ini menjadi peluang besar bagi masyarakat. Hal inilah yang diungkapkan oleh Dayu Dara Permata selaku Head of Go-Life dalam acara 90° Digitalk pada 3 Mei lalu. Acara yang diselenggarakan oleh Center Digital for Society (CFDS) ini mengusung tema “Go-Life: Easier Life or Lazier Life?”.
Suhu politik semakin panas, sehingga aktor-aktor politik mulai memanfaatkan acara-acara publik untuk kepentingan politik. Kegiatan rutin Car Free Day (CFD) Jakarta yang awalnya bertujuan memberi kesempatan pada warga Jakarta untuk mendapatkan udara yang lebih bersih, beberapa waktu yang lalu justru dijadikan kegiatan politik. Peristiwa di CFD menjadi bukti bahwa kegiatan publik yang positif rupanya bisa diseret ke ranah politik. Tidak heran apabila sekarang ini beberapa kalangan mencemaskan iklim politik kita. Opini yang muncul di masyarakat kini mengatakan bahwa keterlibatan civil society untuk mempertahankan iklim demokrasi yang sehat menjadi amat diperlukan.