Yogyakarta, 13 September 2018- “Banyak sekolah dan kampus yang guru atau dosennya bilang Public Speaking itu penting, tapi tidak diajari, hanya disuruh-suruh,” ungkap Gideon Surya Pratama Head of Swaragama Training Center (STC) dalam acara Public Speaking and Grooming Class. Acara yang berlokasi di ruang Seminar Timur FISIPOL UGM (13/9) ini, diikuti oleh mahasiswa dan mahasiswi dari berbagai fakultas di UGM. Bahkan ada yang berasal dari universitas lain, seperti Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Acara ini merupakan kerjasama antara Career for Development Center (CDC) FISIPOL UGM, Swaragama Training Center dan Wardah untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam Public Speaking.Gideon mengatakan, Public Speaking menjadi hal yang penting karena satu dari lima kemampuan yang dibutuhkan di dunia kerja pada era industrialisasi 4.0 adalah kemampuan berkomunikasi yang baik. Hal ini dikarenakan pada era generasi milenial kemampuan manusia dalam berkomunikasi menurun. Kondisi ini sebagai akibat dari penggunaan gawai yang cukup tinggi dalam kehidupan sehari-hari. “Ketika anda menguasai Public Speaking, ketika anda bisa ngomong di depan umum, kepercayaan diri anda akan naik,” terang Gideon. Ia juga menambahkan bahwa ketika kepercayaan diri seseorang naik, maka kepercayaan orang tersebut akan hidup juga akan meningkan. Selain itu, dengan memiliki kemamuan Public Speaking, nilai dari diri seseorang juga akan naik.Bagi kebanyakan orang awam, berbicara di depan umum masih menjadi momok tersendiri. Rasa gerogi dan malu menjadi alasan mengapa banyak orang yang menghindari. Padahal menurut Gideon, untuk bisa memiliki keberanian dan kemampuan tersebut harus dimulai dengan berbicara di depan umum. “Kalau ditanya, Mas, saya pingin bisa ngomong di depan, gimana caranya? ya, ngomonglah di depan,” terangnya.
Sesi kemudian dilanjutkan oleh Treviliana yang dibuka dengan sebuah video yang berbicara tentang bagaimana IoT dapat dijadikan sebagai alat dalam kekerasan domestik. Treviliana menjelaskan adanya hubungan antara kekerasan domestic dengan IoT. Contoh yang diberikan adalah saat seseorang mulai membagikan kata sandi atau data-data personal kepada pasangannya, data tersebut dapat dijadikan alat untuk melakukan kekerasan terhadap pihak terkait oleh pasangannya di kemudian hari. “Perangkat IoT bisa disalahgunakan untuk melakukan kekerasan domestik kepada pasangannya,” ujarnya. Maka dari itu diperlukan literasi digital bagi seluruh masyarakat sebagai upaya preventif sekaligus langkah perlindungan keamanan data. Namun meskipun demikian, adapula perangkat IoT yang memang dibuat dengan tujuan yang menyentuh ranah personal. Pada tahap ini, mulai muncul argumen bahwa lama kelamaan IoT seolah menghilangkan privasi dari semua orang yang menggunakannya. Hal ini yang kemudian disebut sebagai disrupsi, dimana tidak ada kejelasan antara privat-publik yang kemudian dapat mengubah definisi dari privat-publik itu sendiri.
Yogyakarta, 13 September 2018– Seiring dengan perkembangan isu-isu di kawasan yang semakin kompleks dan membutuhkan hubungan timbal balik antar negara dalam penyelesaiannya, motivasi pembentukan kerja sama maupun organisasi di tingkat regional pun kian meningkat. Fenomena ini terjadi pula pada negara-negara di kawasan Asia dan Pasifik, dengan berbagai institusi maupun kesepakatan regional yang diinisiasikan; salah satunya adalah kerja sama Indo-Pasifik. Terminologi ‘Indo-Pasifik’ yang akhir-akhir ini diprediksi mulai menggeser relevansi ‘Asia-Pasifik’ ini pula, yang menjadi pokok bahasan dalam ‘Diskusi Panel: Peran Strategis ASEAN di Indo-Pasifik’ pada Kamis, 13 September 2018 lalu.
Diskusi tersebut turut mengundang Rektor Universitas Gadjah Mada, Prof. Ir. Panut Mulyono dan Dekan FISIPOL UGM Dr. Erwan Agus Purwanto yang keduanya membuka launching buku dengan memberikan sambutan.
Dalam sambutannya, Prof. Panut menyampaikan apresiasi dan ucapan selamat kepada empat penulis yang telah berhasil menerbitkan bukunya. Di samping itu, Ia juga menyampaikan bahwa kegiatan menulis buku bukanlah suatu hal yang mudah, tentu perlu mencari dan mengumpulkan data yang akurat untuk mendukung adanya penulisan buku.
Yogyakarta, 7 September 2018 – Asean Studies Center (ASC) FISIPOL UGM mengadakan diskusi bulanan bertajuk “Mapping The Source of Indonesia’s Refugee Obligations: Does it Exist?” di Gedung BB 208 Fisipol UGM. Diskusi tersebut menghadirkan Dio Herdiawan Tobing, S.IP, LL.M, Master of Laws in Public International Law, Leiden University sebagai pembicara, dan dipandu oleh Karina, Peneliti Asean Studi Center (ASC) Fisipol UGM.
Sumber yang menjadi fokus di diskusi ini merupakan disertasi Dio Herdiawan Tobing, S.IP, LL.M yang memetakan kewajiban pengungsi dari berbagai instrumen hukum internasional yaitu, Konvensi Anti Penyiksaan, Perjanjian Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, dan Konvensi Hak Anak, serta Kewajiban Internasional yaitu, larangan non-refoulement menurut hukum adat. Dio menjelaskan mengenai sumber utama dalam penelitiannya, permasalahan yang harus ditangani oleh negara mengenai pencari suaka dan pengungsi, sumber kewajiban negara dalam hukum international dan mengenai konvensi dan kewajiban adat.
Yogyakarta, 6 September 2018—Magang atau internship merupakan salah satu kesempatan bagi mahasiswa untuk mengenal dan merasakan dunia kerja. Sebagai upaya untuk menyiapkan hal tersebut, FISIPOL UGM melalui Career Deveopment Center (CDC) mengadakan Pembekalan Magang pada mahasiswa semester empat ke atas (6/9) di ruang BA 101. Acara yang bekerja sama dengan Niagahoster ini juga membuka rekrutmen magang on the spot bagi mahasiswa yang tertarik untuk magang di Niagahoster.
Nabila, staff CDC Fisipol menuturkan acara ini sengaja dirancang untuk memberi pembekalan kepada mahasiswa yang ingin mengambil magang baik untuk mencari pengalaman atau tugas akhir. “Pembekalan ini dilakukan untuk memberi pengetahuan pada mahasiswa terkait apa sih yang perlu disiapkan sebelum magang dan bagaimana berperilaku saat magang”. Kegiatan yang akan dilakukan sebanyak empat kali dalam tahun ini menjadi trobosan baru dari CDC Fisipol untuk mendorong mahasiswa memiliki skill dan kemampuan untuk tahu apa-apa saja yang dibutuhkan untuk masuk kedalam dunia kerja.
Dalam relevansi politik bebas aktif saat ini, Wamenlu A.M Fachir mengatakan bahwa kebijakan ini masih amat relevan. “Dalam dunia yang dinamis dan dipenuhi dengan perebutan kepentingan seperti saat ini, kebijakan politik bebas aktif masih relevan. Hal ini karena politik bebas aktif bermakna dapat memutuskan nasib sendiri dalam mencapai cita-cita bangsa, bukan hanya sekedar memilih antara dua blok,” jelas Wamenlu A.M Fachir.
Menyoal arah politik bebas aktif selanjutnya, Wamenlu A.M Fachir berharap agar konsep ini bisa dibawa pada ranah yang lebih tinggi. “Mari kita bawa konsep ini ke jenjang selanjutnya, yaitu dalam tataran akademis dengan menjadi school of thought serta menjadi intellectual property rights dari Indonesia,” ungkapnya.
Yustawat dari Mertani, menjelaskan mengenai proses ideation yang dapat bersumber dari darimana saja. “Orang yang tidak punya ide tapi punya kemauan pasti ada jalan masing-masing,” ujar Yustawat. Yustawat sendiri melakukan proses ideation berdasarkan filosofi jawa yakni prinsip ngerti, roso, ngelakoni. Dasar filosofis itulah yang menjadi patokannya untuk bekerja.
Selain itu, Aryo selaku founder Halo Hiburan, juga menceritakan pengalaman ideation. Aryo yang pernah memenangkan lomba business plan mempunyai penyesalan ketika ide yang ia punya tidak langsung dieksekusi, hasilnya banyak ide yang serupa muncul dari orang lain. Awalnya ia berencana untuk berhenti dalam membangun startup, Namun akhirnya ia nekat setelah berkonsultasi dengan para rekannya untuk melanjutikan ide yang sudah ada.
Rizal dikenal sebagai peneliti serta fasilitator binadamai Indonesia. Dirinya pernah menjadi fasilitator pembebasan warga negara Indonesia yang ditawan oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina dengan beberapa pertukaran seperti beasiswa pendidikan kepada anak-anak Abu Sayyaf. Kegiatan peluncuran sendiri ditandai dengan penyerahan buku karya Rizal kepada keluarga yang hadir. Diskusi buku dimoderatori oleh Ayu Diasti Rahmawati, MA, staf pengajar Departemen Ilmu Hubungan Internasional bersama Dr. Diah Kusumaningrum selaku pembicara. Hadir pula Pdt. Jacky Manuputty dan Prof. Dr. Mohtar Mas’oed sebagai pembahas.
Prof. Djagal menambahkan bahwa C – Hub merupakan sebuah solusi untuk mempertahan eksistensi Universitas, karena menurutnya Universitas akan tetap eksis apabila memberikan sentuhan-sentuhan digital dalam pembelajaran maupun inovasi-inovasi yang diciptakan. Selaku Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran, Ia mendukung dan bangga terhadap C – Hub yang diharapkan dapat menciptakan generasi yang inovatif.
Prof. Djagal menutup sambutannya dengan membuka acara Demo Day dihadiri oleh beberapa tamu undangan, diantaranya Ir. Khairul Anwar selaku pendiri Innovation Room dan Kepala Barenbang KEMNAKER RI, Imam Haryono selaku Staf Ahli Menteri Bidang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri RI, Wesley Harjono selaku Direktur Plug and Play Indonesia dan Jefri Dinamo selaku Co-Founder GDILab.com. Ke-empat tamu tersebut sekaligus menjadi pembicara Talkshow bertema Social Enterpreneurship: New Direction for Higher Education 4.0 yang merupakan salah satu rangkaian acara Demo Day.