Acara yang bertempat di Digital Library Café (Digilib) turut mengundang Prof. Panut Mulyono, rektor Universitas Gadjah Mada. Menurutnya, program Akademi Kewirausahaan Masyarakat (AKM) dapat membantu menggulirkan perekonomian Indonesia dengan dimulai dari wilayah desa. “Desa memiliki potensi yang sangat baik melalui pengembangan sumber daya yang tepat. Anak-anak muda di desa seharusnya dapat diutilisasi secara maksimal untuk tidak ber-urbanisasi ke kota, namun perlu diusahakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di daerah. Melalui AKM, diharapkan bukan hanya dapat membantu pemerintah untuk menyelesaikan masalah sosial seperti pengangguran terdidik, namun juga ikut membuka lapangan kerja yang tidak terbatas”, tutur Prof Panut Mulyono.
Fakultas Sosial dan Politik (Fisipol) UGM menyelenggarakan Syawalan Keluarga Besar Fisipol UGM pada Sabtu (7/9). Acara ini diikuti oleh lebih dari 300 tamu undangan dari karyawan, dosen, sampai dengan perwakilan mahasiswa dari berbagai Unit Kegiatan Mahasiswa di Fisipol UGM beserta keluarga. Bertempat di Selasar Barat Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, acara Halal Bi Halal tahun ini mengundang Ir.H.Mohammad Ikhsan sebagai pengisi hikmah syawalan.
Acara dibuka dengan pembacaan Kalam Ilahi, dilanjutkan dengan sambutan oleh ketua panitia syawalan, Hakimul Ikhwan,Ph.D dan sambutan oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM, Dr Erwan Agus Purwanto. Melalui topik “Meneguhkan Spirit Islam dalam Merawat Kebhinekaan” Ir.H.Mohammad Ikhsan selaku pengisi hikmah syawalan menekankan mengenai toleransi beragama di tengah dinamika intrik politik dan sosial yang selalu bergejolak. “Indonesia menjadi salah satu negara yang unik karena nilai dan budaya implementasi Islam diadaptasikan dengan nilai ke-Indonesiaan, seperti syawalan ini. Apabila menilik selebrasi Idul Fitri misalnya di Saudi Arabia, setelah selesai sholat tidak ada yang namanya bersalam-salaman serentak atau perkumpulan syawalan seperti ini,” ungkap Ir. H.Mohammad Ikhsan. Salah satu nilai yang ditekankan oleh Ir.H.Mohammad Ikhsan yaitu nilai kebersamaan dan jalinan kekeluargaan selalu ditumbuhkembangkan dalam esensi syawalan.
Dijelaskan oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si pada saat membuka Fisipol Menyambut 2.0, bahwa diadakannya kembali Fisipol Menyambut ini menandakan bahwa Fisipol UGM memiliki perhatian kepada siswa-siswi lulusan SMA yang memiliki cita-cita melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas.
“Acara ini diadakan guna memfasilitasi calon-calon pemimpin Indonesia di masa mendatang, yaitu saudara-saudara sekalian ini. Ada banyak ketidakjelasan yang pasti akan dialami oleh peserta ujian, seperti misalnya diterima atau tidak, apa yang akan dilakukan di masa perkuliahan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, kami di sini ada untuk menghilangkan ketidakjelasan itu melalui fasilitas-fasilitas yang ada di Fisipol Menyambut,” jelas Erwan.
Acara yang diselenggarakan oleh Youth Studies Centre Fisipol UGM ini mengusung tema “Feel the Fear, Hope for Peace: Telaah Perspektif Gerakan Mahasiswa Atas Aksi Teror di Indonesia”. Bertempat di Lorong Gedung BC, acara ini juga menghadirkan organisasi ektra kampus UGM diantaranya adalah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesi (GMNI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Front Mahasiswa Nasional (FMN), dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Belakangan ini Indonesia memang sedang berduka atas beberapa aksi teror baik di Mako Brimob maupun di Surabaya. Kejadiaan ini lantas menyedot perhatian dari berbagai kalangan, tidak terkecuali mahasiswa. Baik GMNI, PMII, GMNI, KAMMI maupun HMI secara kompak menolak dan mengecam aksi tersebut.
Buku dengan judul “Kebijakan Publik dalam Pusaran Perubahan Ideologi dari Kuasa Negara Ke Dominasi Pasar?” ini merupakan kumpulan tulisan yang dipantik dari diskusi-diskusi rutin yang selama ini telah dilakukan. Terdiri dari 16 bab, buku ini tidak hanya ditulis oleh dosen saja, namun juga mahasiswa, baik yang aktif di MAP Corner mau pun umum. Total penulis dalam buku dengan tebal 321 halaman ada sebanyak 17 orang. Pada diskusi bedah buku yang kali ini dimoderatori oleh, Wahyudi Kumorotomo, Guru besar FISIPOL UGM dengan pemantik Max Lane dari Institue of Southeast Asia Studies Singapore; Erwan Agus Purwanto, Dekan FISIPOL UGM; dan Benny Hari Juliawan, Dosen dari Universitas Sanata Dharma.
Bhima memulai dengan menjelaskan konsep revolusi industri 4.0 secara keseluruhan. “Wacana revolusi industri 4.0 menjadi booming setelah digaungkan dalam World Economic Forum di Davos,” ungkap Bhima. Revolusi industri 4.0 oleh Bhima dipandang sebagai proses transisi resource based economy ke knowledge based economy. Knowledge based economy dalam industri 4.0 ditandai dengan karakteristik penggunaan digital berupa Artificial Intelegence ( AI), Virtual Reality (AI), dan Analisis Big Data. “Terdapat lima fokus utama dalam penguatan sektor utama revolusi industri 4.0, yaitu bidang makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, elektornik, dan kimia menurut data dari kementrian perindustrian,” ungkap Bhima. Dari kelima fokus tersebut, proses digitalisasi dengan menggunakan Cyber Physical System, AI, VR, dan analisis Big Data dalam proses produksi, konsumsi, dan distribusi dan marketing menggunakan fitur- fitur tersebut.
“Jaman terus berubah, meningkatnya arus teknologi dan informasi membuat adanya kemudahan dan kemurahan dalam bermedia sosial, sehingga berinteraksi pun tentu menjadi mudah. Disinilah platform komunikasi positif, seperti Arus Informasi Santri (AIS) ada sebagai penghubung para santri dalam berkomunikasi dan menebar informasi positif,” ungkap Minardi. Arus Informasi Nusantara (AIS) merupakan platform komunikasi santri se-nusantara. “AIS ini merupakan implementasi dari refrensi ibadah ala asswasa, dengan menyebarkan kebaikan dan mengkampanyekan perilaku positif sebanyak-banyaknya,” tambah Minardi. AIS sendiri telah berhasil menjaring hampir di seluruh wilayah Indonesia. Menggunakan group Whatsapp dan pembuatan media instagram dan facebook diharapkan AIS dapat menghapus stereotip wajah santri yang tidak melek informasi.
Sejak disahkan dalam rapat pleno Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 12 Februari 2018 silam, UU MD3 membawa gejolak pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, tidak terkecuali di jagat dunia maya. Dalam berbagai lini media sosial, perbincangan mengenai UU MD3 tersebut menjadi salah satu topik terhangat di kalangan warga net. Suara pun terpecah menjadi dua, ada yang mendukung, namun banyak pula yang menentang karena dianggap membuat lembaga legislatif menjadi tidak tersentuh.
Berdasarkan fenomena di atas, Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM mengadakan penelitian tentang “Sentimen terhadap Isu UU MD3 di Twitter dan Portal Berita Daring.” Penelitian ini bertujuan untuk melihat reaksi dan opini masyarakat Indonesia terhadap polemik UU MD3 di jagat dunia maya.
Ekonomi digital memiliki cakupan bahasan yang luas, mulai dari layanan jasa online yang sedang marak sampai dengan automatisasi tenaga kerja yang masih menjadi perdebatan. Berbagai tren tersebut, menjadi topik yang menjadi pembahasan utama di DIFUSSION (Digital Future Disucussion) ke-lima oleh Center for Digital Society (CfDS), Fakultas Ilmu Sosial dan Politik pada Rabu (9/4).
Bertempat di Digital Library ( Digilib) Café, Fisipol UGM, seri diskusi yang secara rutin diselenggarakan setiap bulannya oleh CfDS ini mengundang tiga pembicara dengan tiga topik yang berbeda. Ketiga pembicara tersebut adalah Brigitta Purnama Putri (Researcher CfDs), Darasti Zahira (Researcher CfDS), dan Gehan Ghofari (Research Associate).
Pilkada DKI Jakarta 2017 menjadi hajatan politik terakhir yang kental akan politisasi agama. Kasus Al Maidah yang menyeret Basuki Tjahja Purnama ke penjara menjadi bukti utama nuansa tersebut. Beberapa kalangan mengkhawatirkan kekeruhan politik semacam itu kembali terulang pada Pilpres 2019. Ada ketakutan agama kembali dijual secara sembarangan untuk merebut kekuasaan. Perdebatan soal boleh tidaknya masjid dijadikan tempat perbincangan politik akhir-akhir ini, mulai membuat iklim politik menjadi tidak produktif.